Prof. Dr. H Amroeni Drajat, M.Ag.
TAHUN
2017
oleh :
Nur Baeti Janatin
NIM :A1711008
DosenPengampu: M.
Masrukhan, ME
Program
Studi:AkuntansiSyari’ah
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH
PUTERA BANGSA TEGAL
2018
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................................................
DAFTAR
ISI................................................................................................................................
BAB
I Ulum Al-Qur’an dan Perkembanganya
A.
Pengertian Ulum
Al-Qur’an........................................................................................
B.
Sejarah
Perkembangan Ulum Al-Qur’an....................................................................
C.
Ruang Lingkup
Pembahasan Ulum Al-Qur’an...........................................................
D.
Cabang-cabang Ulum
Al-Qur’an................................................................................
BAB
2 Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an
A.
Pengertian
Al-Qur’an..................................................................................................
B.
Hukmah Diwahyukan
Al-Qur’an secara Berangsur-angsur.......................................
C.
Penulisan
Al-Qur’an pada Masa Nabi dan pada Masa Khulafa al-Rasyidin..............
D.
Pemeliharaan
Al-Qur’an Setelah Khalifah Utsman bin Affan...................................
E.
Rasm Al-Qur’an.........................................................................................................
BAB
3 Asbab al-Nuzul
A.
Pengertian Asbab al-Nuzul........................................................................................
B.
Ungkapan-Ungkapan
yang digunakan Asbab al-Nuzul..............................................
C.
Urgensi dan
kegunaan Asbab al-Nuzul.......................................................................
BAB
4 Munasabah Al-Qur’an
A.
Pengertian
Munasabah................................................................................................
B.
Macam-macam Munasabah........................................................................................
C.
Metode Peneltian
Munasabah dalam Al-Qur’an........................................................
BAB
5 Makkiyah dan Madaniyah
A.
Pengertian Makiyah
dan Madaniyah..........................................................................
B.
Ciri-ciri surah
Makiyah dan Madaniyah.....................................................................
C.
Faedah Mengetahui
dan Madaniyah...........................................................................
D.
Pedoman Menentekan
Makkiyah dan Madaniyah......................................................
BAB
6 Al-Nuhkam dan Al-Mutasyabih
A.
Pengertian Muhkam
dan Mutasyabih.........................................................................
B.
Sikap Ulama
Terhadap Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabih..................................
C.
Fawath al-Suwar.........................................................................................................
D.
Hikmah Adanya
ayat-ayat Demikian..........................................................................
BAB
7 Qira’at al-Qur’an
A.
Pengertian Qira’at.......................................................................................................
B.
Latar Belakang
Timbulnya Perbedaan Qira’at...........................................................
C.
Urgensi
Mempelajari Qira’at......................................................................................
BAB
8 Ijaz al-Qur’an
A.
Pengertian dan
jenis-jenis Mukjizat............................................................................
B.
Segi segi
Kemukjizatan Al-Qur’an.............................................................................
BAB
9 Tafsir,Takwil dan Terjemah
A.
Pengertian Tafsir.........................................................................................................
B.
Pengertian Takwil.......................................................................................................
C.
Pengertian
Terjemah...................................................................................................
D.
Perbedaan Tafsir,Takwil,
dan Terjemah.....................................................................
E.
Klasifikasi Tafsir.........................................................................................................
BAB
10 Model Perhitungan Jumlah Ayat Al-qur’an
A.
Pendahuluan................................................................................................................
B.
Latar Belakang
Timbulnya Perbedaan dalam Menetapkan jumlah Ayat
Al-Qur’an....................................................................................................................
C.
Kegunaan Kajian.........................................................................................................
BAB 1
ULUMU
QUR’AN DAN PENGEMBANGANYA
A.Pengertian Ulumul Qur’an
Alqur’an
diturunkan Allah SWT kepada manusia sebagai petunjuk mencapai
keselamatan,kebahagiaan dunia dan diakhirat. Pada masa Nabi masalah - masalah
yang timbul selalu dapat diselesaikan dengan mudah,dengan bertanya langsung
kepada beliau.Namun perkembangan selanjutnya tidaklah demikian. Dalam upaya
menggali dan memahami isi Al-qur’an,umat islam perlu kepada alat untuk
membedahnya.
Mereka
perlu ilmu untuk memahami Al-qur’an. Ilmu atau alat yang diperlukan tidak cukup
satu,tetapi sangat banyak, maka muncul istilah ‘Ulum Al-Qur’an’(Ulum
Al-Qur’an:ilmu-ilmu Al-Qur’an). Kata Ulm jamak dari ilm, artinya al-fahmwa al-idrak(paham dan
menguasai)Ulum Al-Qur’an seperti yang dikenal sekarang.Melauli proses yang
sangat lama Ulum Al-Quran mengalami perkembangan yang simultan dan
berkesinambungan. Dan ada beberapa pendapat dari Ulama tentang Ulum Al-qur’an
yaitu dari imam Syafi’I Bahwa Ulum Al-Qur’an itu banyak sekali .Ulum Al-qur’an
adalah sekumpulan ilmu yang membahas tentang berbagai segi dari Al-Quran. Para
ulama mengidefinisikan Ulum Al-Quran sebagai “ilmu yang membahas hal-hal yang
berhubungan dengan AL-Qur’an dari segi aspek turun, sistematika ,pengumpulan,
dan penulisan,bacaan tafsir,ke mukjizatan serta nasikh dan mansukh”.Sebagain
ulama mengatakan bahwa ilmu-ilmu ini juga disebut dengan ushul al-tafsihr.Sebab
cakupan pembahasan dalam Ulum Al-Qur’an berkaitan dasar-dasar memahami
Al-Qur’an.Karena itu, seluk beluk Ulum Al-Quran mutlak harus dikaji dan
dikuasai oleh seorang musafir.
B.Sejarah Perkembangan Ulum Al-Quran
Telah
disinggung,bahwa pada masa Nabi segala masalah selalu dikembalikan
kepadanya.Karena itu, kebutuhan Ulum Al-Qur’an dan pada masa itu tidak
dibutuhkan.Setelah ia wafat n kepemimpinan umat islam berada ditangan Khulafa al-Rasyidin mulai muncul adnya
ilmu-ilmu Al-Qur’an.Khususnya dimulai ketika ada perintah penulisan Al-Qur’an yang
dipelopori oleh Utsman bin affan.Setelah itu tampil Ali bin Abi Thalib sebagai
pengganti utsman,lalu Ali menugaskan Abu al-Aswad al-Duali merancang dan
merancang dan meletakan kaidah-kaidah nahwu.Usaha pengembangan ilmu Al-Qur’an
ini tetap berlanjut pada masa sahabat sesuai dengan kepabilitas,bobot dan
kualitas para sahabat,mereka mempunyai konsen tersendiri namun tujuan tetap
sama.Dan usaha mereka berikutnya dilanjutkan oleh generansi tabiin,begitu
seterusnya sampai sekarang. Namun semua ilmu-ilmu itu masih diriwayatkan dengan
cara dikte, dan baru pada abad kedua Hijriyah ilmu-ilmu mereka dituliskan (masa
tadwin atau pembukuan).
Terhadap
bertebaranya ilmu Al-Qur’an yang beragam dan berserakan ,ada sebagian peneliti
yang mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an untuk memberikan tambahan dan pada masa
modern ini para pemikir membangkitkan wacana pemikiran baru,dan mereka meramu
kembali dan mengaitkan pengetahuan-pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu
Al-Qur’an.Akhirnya timbulah gerakan baru dalam bidang ini yang memberi nuansa
yang lebih segar dan dimanis . Khususnya dikalangan penulis Indonesia yang
sudah banyak dijumpai buku-buku mengenai ilmu Al-Qur’an.
C.Ruang lingkup Pembahasan Ulum
Al-Qur’an
Uraian
tersebut menunjukan dinamikaperkembangan Ulum Al-Qur’an,dan proses situ akan
tetap berlangsung selaras dengan perkmbangan zaman. Yang pasti ilmu –ilmu
Al-Qur’an akan terus bergerak seiringnya dengan kemajuan peradaban
manusia.Demikian pula ruang lingkup pembahasan Ulumul Al-Qur’an akan selalu
berkembang dengan begitu cakupan kajian juga sangat luas.Cakupan pembahsan
Ulumul Al-Qur’an yang telah ada meliputu Al-Qur’an itu sendiri, penamaanya,
akar katnya , pengertian ,penamaan dan sifatnya, dengan perbedaan Hadis
Qudsi.Disamping itu juga membahas tentang asbab al-nuzul,ayat- ayat yang turun
di Mekkah dan Madinah,tentang awal
surah,ilmu qira’ah dan ahlinya,dan masih banyak lagi.
D.Cabang-cabang Ulum Al-Qur’an
Objek-objek
kajian yang menjadi pokok pembahasan seperti yang disinggung diatas sangat
banyak.Demikian juga ilmu-ilmu yang memfokuskan pengkajian pada objek bahasan
diatas juga banyak. Cabang ilmu-ilmu itulah yang membetuk Ulumul Al-Qur’an.Badr
al-Din al-Zarkasyi (w. 794H/1392 M) didalam karyanya al-Burhan fi Ulum
Al-Qur’an,mnyebut 74 ilmu yang termasuk ke dalam kelomok Ulumul Al-Qur’an.Jalal
al-Din al-Sayuthi (w. 911 H/1505 M).T.M. Hasbi al-shididiqie menjelaskan yang
terpokok meliputi:
1. Iimu
mawathin al-Nuzul Dengan ilmu ini diketahui tempat.waktu,musim,awal ayat,dan
akhir ayat.
2. Ilmu
Tawarikh al-Nuzul,Ilmu ini mengkaji sejarah turunya ayat secara detail.
3. Ilmu
asbab al-nuzul ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunya ayat.
4. Ilmu
qira’at ilmu yang mempelajari tentang ragam bacaan ayat yang diterima
Rasulullah.
5. Ilmu
tajwid dan ilmu Gharib al-qur’an ilmu yang mempelajari tentang bacaaan
Al-Qur’an.
6. Ilmu
Irab al-Qur’an ilmu yang mempelajari tentang posisi suatu kalimat al-qur’an.
7. Ilmu
Wujuh wa al-Nadzair yaitu ilmu tentang makna dalam suatu ayat.
8. Ilmu
Makham dan Mutasyabih yaitu ilmu yang menentukan mana ayat yang memilik arti
yang jelas (muhkam) dan mana yang memilik makna ganda (Mutasyabih).
9. Ilmu
Nash dan Mansukh yaitu ilmu untuk mengetahui hokum yang sebenarnya.
10. Ilmu
Ijaz Al-qur’an ilmu yang digunakan seseorang untuk dapat menerangkan kekuatan
susunan lafaz sehingga dapat dipandang mukjizat.
11. Ilmu
Munasabah dengan ilmu ini akan diketahui keserasian ayat-ayat,surah-surah yang
ada didalam al-Qur’an.
12. Badi
al-Qur’an Melalui ilmu ini ayat-ayat akan diketahui sisi gaya bahas al-Qur’an.
13. Ilmu
Aqsam Al-Qur’an dengan ilmu ini orang akan mengetahui maksud dan tujuan sumpah
dari Allah.
14. Ilmu
amtsilah Al-Qur’an dengan ilmu ini orang akan mengetahui
perumpamaan-perumpamaan yang terkandung didalam Al-Qur’an.
15. Ilmu
jadal al-Qur’an dengan ilmu ini akan diketahui tentang perdebatan yang terjadi
di dalam Al-Qur’an.
16. Ilmu
adab Tilawah dengan ilmu ini akan diketahui tentang tata cara pembacaan
Al-Qur’an.
BAB II
Sejarah
Turun dan Penulisan Al-qur’an
A.Pengertian Al-Qur’an
Banyak
pendapat tentang Al-Qur’an. Namun nama yang paling popular adalah Al-Qur’an
yang merupakan bentuk katra masdar dar
qa-ra-a sehingga kata Al-Qur’an
dimengerti oleh setiap orang sebagai nama Kitab suci yang mulia.
B.Hikmah diwahyukan Al-Qur’an secara
berangsur-angsur.
Al-Qur’an
yang ada seperti sekarang ini tidaklah turun secara langsung tetapi bertahap.Mengenai
tahap –tahap turunya Al-Qur’an terdapar perbedaan pendapat dikalangan
ulama.Al-Sya’bi mengatakan Al-Quran mula-mula turun pada malam hari yaitu lailah al-qadardidasarkan firman Allah
SWT:
(1) الْقَدْرِ لَيْلَةِ فِي أَنزَلْنَاهُ إِنَّا
Sesunggugnya kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam qadr (lailah al-qadar) dan seterusnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa Al-qur’an diturunkan melalui
tiga tahapan.Namun Shubi Shaih menolak argumen yang dikemukakan meskipun
didukungng periwayatan yang valid.Satu hal yang penting bahwa Al-qur’an
diturunkan secara beramgsur-angsur dan hikmah yang penting ialah memenuhi
kebutuhan dan keperluan nabi dan kaum muslim.
C.Penulisan
Al-Qur’an pada Masa Nabi dan pada Masa Khulafa al-Rasyidin
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup,penulisan Al-Qur’an
dalam stu buku komplet belum merupakan kebutuhan mendesak dan belum ada naskah
yang sempurna. Sedangkan pada masa Khulafa al-Rasyidi Utsman bin affan membentuk panitia untuk membukukan Al-Qur’an agar
tidak terjadi penyimpangan isi Al-Qur’an.
D.Pemeliharaan
Al-Qur’an Setelah Khalifah Utsman bin
Affan
Dari naskah yang dikirim Utsman bin Affan umat islam menyalin
Al-Qur’an untuk mereka masing-masing
dengan cermat dan teliti tanppa ada kesalahan satu huruf dan sebenarnya
tugas pemeliharaan Al-Qur’an itu disamping jaminan dari Allah SWT yang akan
tetap menjaganya maka pemeliharaan juga berlangsung ditengah-tengah umat islam
itu sendiri.
E.Rasm Al-Qur’an
1.Pengertian
Kata rasm berasal dari kata rasama-yarsumu-rasmun.secara bahasa berarti menggambar atau
melukis.Dalam pengertian istilah yang digunakan didalam pembahasan ini ialah
pola atau bentuk tulisan yang digunakan
dalam penulisan mushaf Utsman,oleh
karena itu rasm popular dengan nama rasm Utsmani.
2.Pendapat tentang Rasm Al-Qur’an
Para petugas yang dibebani menyusun mushaf yaitu Zaid bin
Tsabit beserta tiga oreang sahabat lainya menempuh sesuatu metode khusus dalam
menulis Al-Qur’an.Metode ini dikenal dengan
al-rasm al-Utsmani li al-mushaf.Yaitu
metode yang dinisabkan kepada khalifah Utsman,karena ia yang menugasi penulisan
mushaf itu.
Sebagian kelompok menganggap bahwa rasm utsmani yang dipakai
untuk menulis Al-Qur’an ini harus bersifat tauqifi dan harus benar-benar
disucikan.Kelompok kedua berpendapat bahwa rasm utsman bukan tauqifi dari
Nabi,tetapi sesuatu penulisan yang hanya disetujui oleh Utsman dan terima baik
oleh umat islam.Dan kelopok tiga berpendapat rasm Utsmani hanyalah istilah
,mengenai tata cara,tidak ada salahnya jika menyalahi jika seseorang telah
menggunakan rasm tertentu untuk imla dan rasm itu tersiar luas. Berdasarkan
pendapat ini sebagian orang pada mas
sekarang menyerukan penulisan Al-Qur’an dengan kaidah- kaidah imla yang sudah
tersiar dan diakui sehingga memudkan siapa saja yang mempelajarinya.
BAB 3
ASBAB AL-NUZUL
A.Pengertian
Secara bahasa asbab
al-nuzul dapat diartikan sebagai
sebab-sebab turunya suatu ayat.Adapun Qaththan mendefinisikan asbab al-nuzul sebagai sesuatu hal yang
karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukum,pada masa hal
terjadi baik berupa pertistiwa atau suatu pertanyaan.
B.Ungkapan-ungkapan
yang Digunakan Asbab al-Nuzul
Terdapat beberapa bentuk redaksi dari asbab al-nuzul ,yaitu terkadang berbentuk pernyataan tegas mengenai
sebab, dan terkadang pula berupa pernyataan yang mengandung kemungkinan
menganainya,
Berikut contoh pernyataan tegas berkaitan dengan turunya
suatu ayat ialah apa yang diriwayatkan
oleh Ibn ‘Umar berkata :
“Turunya ayat (istri-istri kamu adalah ibarat tanah kamu
bercocok tanam)berkaitan dengan masalah menggauli isti dari
belakang”.QS.al-Baqarah :223
C.Urgensi daan
Kegunaan Asbab Al-Nuzul
Ada beberapa hikmah dan kegunaan mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat Qaththan,misalnya
merangkum kan pentingnya pentingnya mengetahui azbab al-nuzul.
1. Memgetahui hikmah diundangkanya suatu hukum dan perhattian
syara terhadap kepentingan umum dalam meghadapi suatu peristiwa.
2. Dapat membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang
terjadi,apabila hukum itu dinyatakan dalam pertnyaan umum.
3. Apabila lafaz yang diturunkan berbentuk umum dan terdapat
dalil atas pengkhususanya, maka pengetahuan mengenai azbab al-nuzul membatasi
pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.
4. Sebab nuzul menerangkan kepada siapa ayat itu diturunkan
sehingga tidak serta merta dapat ditunjuk kepada orang lain.
Manfaat lain dari sebab nuzul ayat sangat besar bagu dunia pendidikan
.Misalnya,sebagai pengantar dalam memulai pelajaran,Dengan demikian pelajaran
akan mudah ditangkap dan pada giliranya menimbulkan minat mempelajari
Al-Qur’an.
BAB 4
MUNASABAH AL-QURAN
A.
Pengertian
Secara etimologis,munasabah
berarti al-musyakalah,saling kesrupaan,dan al-muqarabah berdekatan.Al-Zarkasyi menyebut bahwa
munasabah berarti al-muqarabah,kedekatan,kemiripan,keserupaan, dan al-muqarabah
saling berdekatan.Didalam qiyas,ada yang disebut illat munassabah,yaitu adanya alasan
logis yang melandasi suatu hukum yang dapat menghubungkan antara dua
kasus.Misalnya memabukkan adalah ‘illat
munasabah yang menyebabkan diharamkanya Khamar
yaitu haram.
Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam
memahami keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik,kejelasan
keteranganya,keraturan susunan kalimatnya dan keindahan bahasanya.Pengetahuan
mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat bukanlah hal yang tauqifi, melainkan didasarkan pada
ijtihad ulama tafsir dan tingkat penghayatanya terhadap kemukjizatan
Al-Qur’an,rahasi retorika, dan segi keterangany yang mandiri.
Secara terminologis,al-Biqai menjelaskan munasabah ialah suatu ilmu untuk mengethui alasan-alasan sistematis
perurutan bagian-bagian Al-Qur’an.Dengan kata lain,ilmu munasabah yaitu suatu ilmu yang membicarak hubungan suatu ayat
dengan ayat lain,atau suatu surah dengan surah lain.
B.
Macam-macam Munasabah
1.Munasabah antara
ayat diawal surah dan ayat diakhir surah. Misalnya awal surah al-Mukminin(23)
ٱلْمُؤْمِنُونَ أَفْلَحَ قَدْ sesungguhnya beruntung orang-orang
mukmin kemudian diakhirberbunyi لَا يُفْلِحُ ٱلْكَٰفِرُونَ (Sesungguhnya orang-
orang kafir tidak akan menang).
2. Keserasian awal surah dengan akhir surah sebelumnya.Misalnya
surah al-Quraisy(106)
قُرَيْشٍ لإيلافِ dan surah al-Fil مَأْكُولٍ كَعَصْفٍ
3. Keserasian
keistimewaan tiap-tiap surah yang dimuali dengan huruf muqatha’ah seperti surah
Qaf(50) dansurah yunus (10) dalam kedua surah itu, ditemui penggalan kata yang
mengandung qaf dan ra seumpamanya sebanyak 20 kali,bahkan
sampai lebih 200 kali sesuai dengan panjangnya surah.Namun dari segenap uraian
diatas secara garis besar munasabah
ada dua yaitu musabah ayat dengan ayat munasabah
surah dengan surah.
C.
Metodologi Penelitian Munasabah dalam Al-Qur’an
Langkah-langkah umum yang dapat dipedomani dalam meneliti
munasabah ayat dengan ayat:
1.
Melihat
tujuan yang akan dicapai seseorang.
2.
Memperhatikan
apa saja yang diperlukan untuikl mencapai tujuan tersebut (muqqadimah)
3.
Memperhatikan
muqqadimah itu dalam hal dekat atau jauhnya dalam tujuan yang dimaksud.\
4.
Ketika
meneliti uraian dalam surah itu perhatikan keharusan-keharusan yang dituntut
oleh aturan,keindahan bahasa(balaghah)
yang dapat menimbulkan perhatian memahaminya.
Menurut al-Biqai bila seseorang melakukan kaidah umum tersebut,
maka ia akan mengetahui keserasian atau munasabah susunan Al-Qur’an baik ayat
per ayat maupun surah per surah.
BAB 5
MAKIYAH DAN MADANIYAH
A.Pengertian
Surat Makkiyah merupakan surat yang
ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sebelum hijrah ke Madinah atau di
kota Mekkah. Surat yang termasuk dalam kategori Makkiyah diturunkan selama 12
tahun 5 bulan 13 hari, dimulai pada 17 Ramadhan saat Nabi Muhammad berusia 40
tahun. Biasanya surat Makkiyah ayatnya termasuk pendek sehingga umumnya surat
pendek Al-Qur’an juz 30 tergolong surat Makkiyah. Sedangkan Surat madaniyah
merupakan surat yang ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sesudah
hijrah ke Madinah atau diturunkan di kota Madinah. Sebuah surat bisa saja
sebagian ayatnya termasuk dalam kategori Madaniyah dan sebagian lain masuk
dalam kategori Makkiyah. Umumnya ayat pada surat Madaniyah termasuk agak
panjang.
B.Beberapa ciri surah
Makkiyah dan Madaniyah
1.Ciri-ciri surah Makkiyah
a. Surah yang didalamnya terdapat sajdah
b. Surah yang didalamnya terdapat lafaz kalla.sekali-kali tidak.
Umumnya terdapat pada bagian pertengahan sampai akhir Al-Qur’an.
c. Surah yang didalamnya terdapat kisah nabi Adam dan Iblis
kecuali surah al-Baqarah.
d.Surah yang diawali dengan huruf hijai’yahseperti Aliflam Mim’Aliflam Ra’,dan Nun kecuali surah al-Baqarah dan
al-Imran.
2.Ciri-ciri surah Madaniyah
a. Surah yang didalamnya terdapatt izin perang atau yang
menerangkan soal peperangan dan menjelaskan hukum-hukumnya.
b. Surah yang didalamnya terdapat pembagian hukum harta
pusaka,h7ukum had,faraid hukum sipil,hukum sosian dan hukun antar Negara dan
hukum internasional.
c.Bantahan terhadap Ahl-kitab seruan agar mereka mau meninggalkan
sikap berlebihan dalam mempertahankan agamanya.
d.umumnya memiliki surah yang panjang,susunan kalimatnya bernada
tenang dan lembut.
C.Faedah Mengetahui
Makkiyah dan Madaniyah
Apabila dikaji manfaat dan kegunaan yang dikandung dalam ilmu
Makkiyah dan Madaniyah,maka akan ditemukan banyak manfaatnya yang pertama sebagai alat bantu memahami
Al-qur’an dengan benar .Kedua
meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkan keindahan dan kelenturan gaya
bahasa tersebut dalam metode dakwah yang berbeda pula dan yang ketiga mengetahui sejarah Nabi Muhammad
SAW secara komnprehensif melalui ayat-ayat Al-Qur’an,baik ketika Nabi berada di
Mekkah ataupun di Madinah.
D.Pedoman Menentukan
Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama tidak semena-mena dalam berijtihad,para ulama bersandar
kepada dua metode utam: pertama simai naqli’, yaitu metode pendengaran sebagai
adanya Kedua Qiyashi ijtihadi, yaitu analogi hasil ijtihad. Cara pertama
didasarkan pada riwayat sahih para sahabat . Karena mereka hidup disekeliling
Nabi,sehingga mengetahui turunnya wahyu. Sebagian besar menentukan Makkiyah dan
Madaniyah melalui metode pertama ini. Cara kedua dengan cara analogi atau
qiyas. Apabila dalam surah Makiyah terdapat satu ayat yang mengandung sifat
Madaniyah atau mengandung peristiwaMadaniyah ,maka dikatakan ayat itu Madani.
Begitu sebaliknya.
BAB 6
AL-MUHKAM DAN
AL-MUTASYABIH
A.Pengertian
Kata muhkam berasal dari
ikhkam, secara bahsa berarti
kekukuhan,kesempurnaan,kesaksamaan,dan pencegahan.Namun semua pengertian ini
pada dasarnya kembali kemakna pencegahan.Ahkam
al-amr berarti ia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan. Ahkam al-fars berarti, ia membuat kekang
pada mulut kuda untuk mencegahnya dari goncangan. Kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh,secara
bahasa berarti keserupaan dan kesamaan. Biasanya membawa pada kesamaran antara
dua hal.Tasyabaha dan isytabaha berarti dua hal yang
masing-masing menyerupai lainya.Secara istilah para ulama berbeda pendapat
dalam merumuskan definisi muhkam dan mutasyabih Al-Suyuti
misalnya,mengemukakan 18 definisi muhkam dan mutasyabih yang diberikan pada
ulama.Al-zarqani mengemukakan 11 definisi yang sebagaimana dikutip dari Al-Suyuthi.dari
definisi Al-Zarqani dapat disimpulkan bahwa dalam memahami ayat muhkam ini seseorang tidak akan menemui
kesulitan, karena jelas maknanya Adapun ayat mutasyabih perlu kajian lebih lanjut.
Menurut al-Zarqani,ayat-ayat mutasyabih
dapat dibagi kedalam tiga macam yaitu yang pertama ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada
maksudnya,seperti pengetahuan tentang Dzat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya
dan tentang pengetahuan tentang waktu Kiamat seperti yang ada dalam
(Qs.al-An’am:59) dan (Qs.Luqman:34).Kedua
ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui pengkajian dan
penelitian,seperti ayat-ayat mutasyabih yang kesamaranya timbul akibat
ringkas.panjang urutan dan sejenisnya seperti dalam surah (Qs.al-Nisa:3) dan
yang ketiga ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui para
ulama tertentu dan bukan semua ulama.Maksudnya ialah makna-makna yang tinggi
yang memenuhi hati-hati orang yang jernih jiwanya dan mujtahid.
B. Sikap Ulama Terhadap Ayat-ayat
Muhkamat dan Mutasyabih
Diatas dijelaskan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu beragam jenis dan bentuknya,secara khusus ayat-ayat mutasyabih menyangkut sifat-sifat
Tuhan,dalam istilah al-Suyuthi ‘ayat al-shifah’.
Subhi al-Shalih mentyebutnya dengan mutasyabih al-shifat.Ayat-ayat yang
termasuk dalam kategori ini banyak,diantaranya;{Qs.Thaha
(20):5},{Qs.al-Fajr(89):22},{Qs.al-An’am(6):61) dan {Qs.al-Fath(48):10}.Dalam
ayat-ayat tersebut tersebut terdapat kata-kata bersemayam,yang dibangsakan
menjadi Sifat Allah.kartena dalam ayat-ayat tersebut dibangsakan kepada Allah
yang qadim (absolut),maka sulit dipahami maksud sebenarnya,Karena ayat-ayat
tersebut mutasyabihah al-shifat. Dan saat banyak pertanyaan ayat-ayat ini dapat
diketahui manusia apa tidak?Subhi al-shalih membedakan pendapat ulama kedalam
dua mazhab yang pertama mazhab salaf yaitu orang-orang yang mempercayai dan
mengimani sifat-sifat mutasyabihat itu dan karena mereka menyerahkan urusan
mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah sendiri,mereka disebut
pula mazhab mufhawwidah atau tafwidh, ketika imam Malik ditanya tentang
makna istiwa,ia berkata:
عنّى اخرجوه السوء السوء رجل و بدعة بدعة و عنه والسؤال مجهول لكيفو معلوم
الاستواء
“Istiwa itu ma’lum,caranya tidak diketahuo,mempertanyakanya
bidah(memgada-ngada),Saya duga engkau ini orang jahat.Keluarkanlah orang ini
dari majelisku”
Maksudnya,makna
lahir dari istiwa jelas diketahui setiap orang.Tetap pengertian demikian secara
pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. Sebab pengertian yang demikian membawa
tasybih (penyerupaan) Tuhan dengan sesuatu yang mustahil bagi Allah. Karena
itu, bagaimana cara istiwa diisi Allah tidak diketahui, selanjutnya
mempertanyakan untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syariat
dipandang bid’ah (mengada-ada) .Dan iniliah system penafsiran yang diterapkan
oleh mahzab shalaf pada umumnya terdapat pada ayat-ayat mutashabihat.
Disamping itu
ayat tersebut juga mencela orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dan memberikan mereka itu sebagai orang yang mempunyai
kecenderungan pada kesesatan fitnah. Sebaliknya ayat-ayat yang sama memuji
orang-orang yang menyerahkan pengetahuan tentang itu kepada Allah SWT.Dari
Muhammad Ibn al-Hasan ia berkata
“seluruh ahli fikih dari Timur dan Barat sepakat meyakini sifat-sifat Allah
tanpa penafsiran (penakwilan dan tasybih atau penyerupaan). Ibn al-Shahih berkata:
“cara inilah yang ditempuh oleh pendahulu dan pemuka-pemuka umat dipilih oleh
para imam fiqih,dan pemimpin-pemimpin umam dan para Imam Hadis juga
menganjurkan pendapat ini dan tidak seorangpun dari ulama Kalam dari sahabat
yang mengelak dan keberatan tentang pendapat tentang ini.
Dan yang kedua mazhab Khalaf, yaitu ulama menakwilkan
lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang layak dengan Dzat Allah
SWT. Karena itu mereka disebut mu’awillah atau mazhab tawil, mereka mengetahui
istiwa denngan ketinggian yang abstrak,berupa pengendalian Allah SWT terhadap alamini
tanpa merasa kepayahan.Kedatangan Allah SWT diartikan ddengan kedatangan
perintah-Nya dengan Allah SWT Maha tinggi,bukan berada disuatu tempat. Sisi
Allah dengan hak Allah, wajah dengan
Dzat,mata dan pengawasan,tangan dengan kekuasaan, dan diri dengan siksa.
Demikian dengan penafsiran ayat-ayat mutasyabih yang ditempuh ulama khalaf.
Semua lafal yang mengandung makna cinta,murka, dan malu bagi Allah ditalkwilkan
dengan kiata majaz yang terdekat.
Imam Faskhr al-
Din mengatakan “semuua sifat kejiwaan yaitu kasih sayang, gembira, suka, murka,
malu, tipu daya, dan ejekan mempunyai makna permulaan dan makna akhir.Misalnya
murlak, awalnya merupakan gejolak darah hati dan akhirnya keinginan membuat
maudarat terhadap orang yang dimurkai, marka lafal atau murka, pada hak Allah
SWT tidak diartikan dengan makna awalnya berupa gejolak darah hati tetapi
dengan tujuan kehendak membuat maudarat”.Mazhab ini juga mempunyai argumen aqli
dan naqli berupa atsar para sahabat. Menurut mereka,suatu hal yang harus
dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan
kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar dan tidak bermakna.Selama
mungkin menakwilkan kalam allah dengan makna yang benar, maka nalar
mengharuskan untuk melakukan lafal terlantar dan tidak bermakna. Selama mungkin
menakwilkan kallam Allah dengan makna yang benar.
Di samping kedua
madzab itu,masih ada pendapat ketiga sebagaimana yang dikemukakan oleh
al-Suyuthi bahwa Ibn Daqiq mengemukakan
pendapapat yang mengenahi kedua mazshab diatas.Ibn Daqiqi berpendapat bahwa
jika takwil itu dengan bahasa Arab, maka tidak dipungkiri dak jika takwil itu
jauh,maka kita tawaqquf
(menaggguhkanya). Seperti firman Allah :
السَّاخِرِينَ
لَمِنَ كُنْتُ وَإِنْ اللَّهِ جَنْبِ فِي فَرَّطْتُ مَا عَلَىٰ حَسْرَتَا يَا نَفْسٌ
تَقُولَ أَنْ
Artinya
:Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam disisi nAllah
SWT.(QS.al-Zumar[39]:56)
Menurutnya,
disisi Allah diartikan dengan hak Allah.Tampaknya,ketiga pendapat diatas
mempunyai dasar,dan apabila dipahami secara lebih kritis lagi ketiganya dapat
dikompromikan. Setiap orang percaya bahwa makna yang diambil dari hasil
pentakwilkan dan penafsiran bukanlah makna yang pasti bagi lafal-lafal ayat musytabihat.
Ulama
Khalaf juga tidak memastikan pentakwilkan mereka sebagai makna yang pasti bagi
ayat-ayat tersebut. Karena itu tafsir dan pentakwilan yang mereka berikan juga
bervariasi,tidak selamanya sama antara seorang dan lainya. Misalnya kata
al-nafsu (diri) pada surah Al-Imran
(3):28, ditemukan berbagai pentakwilan ulama, seperti
siksa-Nya,kepada-Nya,hakikat wujud-Nya,Dzat, dan gaib. Dengan demikian, mereka
berarti tidak mendakwakan bahwa mereka mengetahui hakikat maknanya. Mereka
hanya berusaha menakwil dan mentafsir ayat-ayat yang menyangkut sifat Tuhan
sesuai dengan kemampuan mereka,sehingga dapat memenuhi tuntutan akal mereka
sebagai orang orang yang beriman.
Uraian diatas menunjukan, bahwa
secara teoretis pendapat-pendapat tersebut nisa dikompromikan, dan secara
praktik penerapan mazhab kalaf lenih dapat memenuhi tuntutan intelektual yang
semakin hari semakin berkembang dan kritis. Sebaliknya,mazhab salaf tetap sesuai dengan masyarakat yang secara intelektual
tidak menurut ayta-ayat mutasyabih.
C. Fatawith al-Suwar
salah satu cirri ayat-ayat Makiyah
adalah menggunakan huruf-huruf potongan (muqatha’ah), atau pembuka surah-surah
(fawatih al-suwar).Pembuka surah-surah itu dapat digolongkan kedalam beberapa
bentuk. Pertama terdiri dari satu huruf terdapat pada tiga surah, yakni surah
shad (38), surah Qaf(50), dan surah al-Qalam (68),yang dimulai dengan
huruf نِ.
Kedua, terdiri dari dua huruf,
terdapat pada sepuluh surah,tujuh diantaranya disebut hawamim yaitu surah-surah
yang diawali dengan حَ
dan م.Surah surah ini adalah surah Ghafir,Fushilat,al-Syura,al-zukhraf,
al-Dukhan, al-Jatsiyah,dan al-ahqaf.Khusus pada surah al-Sura,pembukaanya
tergabung antaraحم عسق
. Surah lain adalah surah
Thaha,Thasin dan yasin.
Dikatakan juga bahwa huruf – huruf
ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat) sebagainya hlnya dalam panggilan
(nada)Akan tetapi, disini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam
bahasa Arab, ala dan ama karena kata-kata ini lafal yang sudah biasa dipakai
dalam percakapan. Adapun Al-Qur’an adalah kalam yang tidak sama dengan kalam
yang biasa, sehingga digunakan alif sebagai peringatan yang beluym pernah
digunakan sama sekali, sehingga lebih berkesan bagi pendengar. Disamping
itu,terdapat pula beberapa penafsiran dan pemahaman yang dilakukan kaum
Syi’ah,Sufi, dan orientalis. Sebagian ulama Syi’ah menyusun huruf-huruf
pembukaan surah- surah dan Al-Qur’an dengan mengesampingkan pewrulanganya
menjadi suatu kalimat yang berbunyi shirath Ali haqun numuhu (jalan yang
ditempuh Ali kebenaran yang dipegang).Tampaknya pemahaman ini bertujuan untuk
menguatkan dakwaan mereka bahwa Ali sebagai imam mereka karena itu, sebagaimana
ulama sunni membantahnya dengan menyusun kalimat yang mengandung pengertian
kepada sunni dari huruf yang sama, shaha thariqukana al-sunnah (telah benar
jalanmu dengan sunnah).
Sebagai tokoh Sufi,Muhy al-Din Ibn
arabi pernah mengemukakan penafsiran lain,Shubi al-Shalih mengutip tulisan
pendapat Ibn Arabi dari Tafsir al-Alusi sebagai berikut;
“Ketahuilah
bahwav awal-awal surah yang majhulah (tidak diketahui), hakikatnya hanya dapat
diketahui oleh orang-orang yang dapat memahami makna drai bentuk-brntuk yang
dipahami dengan akal allah menjadikan permulaan-permulaan surat yang tidak
diketahui itu pada dua puluh Sembilan surah, ini adalah kesempurnaan bentuk
(dan Kami tetapkan bagi bulan-bulan manzilah-manzilah),dan yang kedua puluh
Sembilan adalah sumbufalak dan merupakan ‘illal wujudnya dan itulah surah Ali
Imran (Alif Lam Mim). Sekiranya tidak demikian ,tentulah tidak yang dua puluh delapan
itu.Jumlahnya mengulangi huruf-huruf tersebut adalah 78 huruf. Maka yang
delapan ini merupakan hakikat al-bidh yang terdapat dalam Hadis Nabi al-Iman
bidh wa sabun huruf-huruf ini 78, Karena itu,tidak seorang hamba pun dapat
menyempurnakan rahasia-rahasia iman sampai ia mengetahui hakikat huruf-huruf
ini pada surah-surahnya”.
Demikianlah penafsiran-penafsiran
yang diberikan Ibn’Arabi disamping keterangan-keterangan lanjutan yang juga
dikutip oleh Shubhi al-Shalih dan T.M. Hasbi al-Shiddiqie.Adapun orientalis
Jerman.Noldeke adalah orang pertama yang mengemukaan dugaan bahwa huruf-huruf muqathaah
itu merupakan petunjukan nama-nama pengumpulnya. Misalnya sin,sebagai
kependekan dari nama sahabat Sa’d Ibn Abi Waqqaash, mim dari nama al-Mughirah,nun dari Utsman Ibn
Affan, dan ha dari nama Abu Hurairah.Kemudian ia senidiri meninggalkan
pandangan ini dalam sebuah artikel yang belakanganan berpandangan bahwa
huruf-huruf itu merupakan symbol-simbol yang tidak bermakna,mungkin sebagai
tanda-tanda magis atau tiruan-tiruan dari tulisan Ahl Kitab samawi yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW.
D.Hikmah Adanya Ayat-Ayat Demikian
1.
Ayat-ayat mutasyabihat ini mengahruskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
2.
Sekiranya seluruh Al-Qur’an muhkam tentu hanya ada satu mahzab . Sebab
itu,kejelasanya akan membatalkan semua mazhab diluarnya.
3.
Jika Al-Qur’an mengandung ayat-ayat mutasyabihat,maka untuk memahaminya
diperlukan cara penafsiran dan tarjig antara satu dengan yang lainya, hal ini
memerlukan banyak ilmu.
4. Al-Qur’an berisi dakwah terhadap orang-orang
tertentu dan umum. Orang-orang awam biasanya tidak menukai hal-hal yang besifat
abstrak.
BAB 7
QIRA’AT AL-QUR’AN
A.Pengertian Qira’at
Qira’at
adalah bentuk jamak dari qira’ah,yang secara bahasa berarti bacaan. Adapun
pengertian qira’ah secara istilah,al-zarqani mengemukakan definisinya sebagai
berikut :
“suatu
mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainya dalam
pengucapan Al-Qur’an serta sepakat-sepakat riwayat dan jalur-jalur
daripadanya,baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam
pengucapan keadan-keadanya”.
B.Latar Belakang Timbulnya Perbedaan
Qira’at
Meluasnya wilayah islam dan
menyebarnya para sahabat dan tabiin mengajarkan Al-Qur’an di bebagai kota
menyebabkan timbulnya berbagai qira’ah. Perbedaan antara satu qira’ah dan
lainya bertambah besatr pula sehingga sebagian riwayatnya tidak nisa
dipertanggungjawabkan. Para ulama menulis qiraah-qirah ini dan sebagianya
menjadi masyhur,sehingga lahirlah istiulah qira’at tujuh,qira’at sepuluh dan
qira’at empat belas.
Para qari tersebar kesemua penjuru
pusat islam saat itu, yakni Madinah, Mekkah. Damaskus, Basrah, dan Kufah, Secara
sistematik ,para qari yang empat belas di sejumlah lokassi beserta rawi pertama
dan rawi kedua yang diterima Ibn Mujahid seperti yang dikemukakan oleh
Montgomery Watt sebagai berikut.
Kota
|
Qari
|
Rawi Pertama
|
Rawi Kedua
|
Madinah
|
Nafi(785)
|
Warsy (812)
|
Qalun (835)
|
Mekkah
|
Ibn Katsir (737)
|
al-Bazzi (854)
|
Qunbul (903)
|
Damaskus
|
Ibn Amir(736)
|
Hisyam (859)
|
Ibn Dakwan (856)
|
Basrah
|
Abu Amr(770)
|
al-Duri (860)
|
al-Susi (874)
|
Kufah
|
Ashim(744)
|
Hafsh (805)
|
Syu’bah (809)
|
Kufah
|
Hamzah(772)
|
Khalaf (843)
|
Khallad (835)
|
Kufah
|
Al-Kisai(804)
|
al-Duri (860)
|
Abu al-Hants (854)
|
Madinah
|
Abu Jafar(747)
|
|
|
Bashrah
|
Yaqub al-Hadhrami(820)
|
|
|
Kufah
|
Khalaf(843)
|
Rawi dan Hamzah
|
|
Mekkah
|
Ibn Muhaysyin(740)
|
|
|
Basrah
|
Al-yazidi(817)
|
|
|
Basrah
|
Al-Hasan al-Bashri(728)
|
|
|
Kufah
|
Al-Amasyi(765)
|
|
|
C.Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya
dalam Istinbath Hukum
Perbedaan antara satu qira’ah dan
qira’ah lainya bisa terjadi pada huruf,bentuk kata,susunan kalimat, I’rab serta
penambahan dan pengurangan kata.Perbedaan-perbedaan ini sedikit banyaknya
membawa perbedaab makna, yang
selanjutnya pad hukum yang di istibath-kan.
Perbedaan cara membaca pada ayat ini
membawa pengaruh besar dalam istinbath,pengambilan hukum kedua kaki dalam
wudhu. Sebagian ulama wajib membasuh keduanya dan sebagian lainya menyamakan
dengan menyapunya. Sebagian qira’ah dalam proses penetapan hukum. Sebagian qira’ah bisa berfungsi sebagai penjelas
ayat yang mujmal (bersifat global) bagi qirea’ah yang lain, atatu penafsiran
dan penjelas maknanya. Dan bagi seseorang yang ingin meng-istinbath hukum dari
Al-Qur’an pengetahuan tentang qira’ah
sangat penting.
BAB 8
IJAZ AL-QUR’AN
A.Pengertian dan Jenis-jenis Mukjizat
Asal kata mukjizat a ja za,berarti
lemah. Dari asal kata itu, mucul kata I’jaz yang berarti menetapkan
kelemahan.Dalam pengertian umum kelemahan ialah ketidakmampuan mengerjakan
sesuatu.
Menurut Manna Khalil al-qathathan,
kemukjizatan Al-Qur’an bagi bangsa-bangsa lain juga tetap berlaku sepanjang
masa, dan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar.Mister-misteri alam yang
disingkap ilmu pengetahuan modern hanyalah sebagian dari fenomena alam wujud,
yang membuktikan adnya Tuhan dan kemahakuasaan-Nya.
A. Segi-segi
Kemukjizatan Al-Qur’an
1. Kalangan
Sy’iah menyatakan, kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada metode yang digunakan
yaitu metode shirfah (pemalingan).
Menurut al-Nizham, dari Syi’ah, shirfah
ialah Allah memanglikan orang-orang Arab untuk menentang Al-Qur’an, padahal
sebenarnya mereka mampu menghadapi tantangan tersebut.
2. Kelompok
lain bependapat, mukjizat Al-Qur’an terletak pada segi balaghah yang tinggi.
Tentunya pendapat ini dikemukakan oleh para ahli sastra yang gemar pada gaya
bahasa yang bernilai tinggi dan mengagumkan.
3. Kemukjizatan
Al-Qur’an terletak pada kandungan badi’yang
unik, beda dengan yang sudah dikenal dikalangan orang Arab, seperti fashilah dan maqta.
4. Kelompok
lain mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada pengungkapanya akan
kabar-kabar yang gaib yang diketahui melalu wahyu.
5. Sebagian
ulama mengatakan Al-Qur’an sebagai mukjizat karena didalamnya terkandung aneka
macam ilmu dan hikmah yang sangat mendalam.
BAB 9
TAFSIR TAKWIL DAN TERJEMAH
A.
Pengertian
Tafsir
Secara
bahasa, kata tafsir mengikuti pola taf’il, berasal dari kata al-fasr (f,s,r)
yang berarti “menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan dan menerangkan makna
yang abstrak.” Kata al-tafsr dal al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan
menyingkap yang tertutup. Dalam lisan al-Arab dinyatakan bahwa kata al-fasr
berarti menyingkap maksud sesuatu lafaz yang musykil(pelik).
Menurut Abu Hayyan tafsir adalah “ilmu”
yang meliputi segala macam ilmu. “Yang
membahas cara pengucapan lafaz-lafaz Al-qur’an,” mengacu pada ilmu qira’at.
“Petunjuk-petunjuknya” adalah pengertian yang ditunjukan oleh lafaz-lafaz
itu.Ini mengacu pada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu tafsir.
B.
Pengertian
Takwil
Derivasi
kata ta’wil berasal dari kata “awwal” yang berarti ti al-marja, yang berrarti
‘tempat kembali” ada dua macam.Pertama tawil kalam dalam pengertian bahwa si
pembicara mengembalikan perkataanya dengan merujuk pada asalnya.Pengertian
kalam ini ialah mengembalikan kepada makna hakikinya yang merupakan esensi
sebenarnya dari yang dimaksud sipembicara.
Kedua
ta’wil al-kalam dalam arti menafsirkan danmenjelaskan maknanya.Pengertian
inilah yang dimaksud Ibn Jarir al-Thabari yang selalu mengatakan “tawil ayat
ini adalah beginidan begitu.Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang ayat
ini.”Yang dimaksud dengan ta’wil ialah tafsir.Demikian twil menurut golongan
Salaf yaitu golongan fukaha dan ahli ushul.
C.
Pengertian
Terjemah
Terjemah
atau dalam tradisi pengucapan Indonesia menjadi terjemah.Dalam buku Manahil
al-Irfan, karya al-Zarqani dijelaskan bahwa menurut tinjauan bahasa, kata
terjemah mengandung empat pengertian.
1. Menyampaikan
pembicaraan, kalam kepada orang yang belum mengetahuinya.
2. Menafsirkan
pembicaraan,kalam dengan menggunakan bahasa aslinya, dengan pengertian terjemah
semacam ini,maka gelar Ibn abbas sebagai turjuman
Al-Qur’an dapat dipahami.
3. Menafsirkan
pembicaraan, kalam dengan bahasa lain yang bukan bahas aslinya.
4. Pemindahan
pembicaraan, kalam dari suatu bahsa ke dalam bahasa lain.
D.
Perbedaan
Tafsir, takwil, dan Terjemah
Perbedaan
antara terjemah tafsiriyah dan tafsir terdapat empat perbeaan yaitu:
1. Redaksi
terjemah memiliki gaya tersendiri, yaitu dengan tetap menjaga keaslian
posisinya.
2. Terjemah
tidak mentolerasi pembelokan bahasan sementara tafsir diperbolehkan.
3. Terjemahan
dituntut konsisten dan setia kepada makna dan maksud dari kata asalnya.
4. Terjemahan
harus konsisten dengan makna dan maksud yang diterjemahkan yaitu kesesuaian
antara hasilnya.Adapun tafsir tidak demikian.
Perbedaan
antara takwil dan tafsir para ulama lebih mengarah pada pengertian yang besifat
lahir ayat. Jadi,tafsir terfokus pada makna teks lahirnya, sedangkan takwil
mengacu pada pengambilan mmakna yang lebih dalam.
E.
Klasifikasi
Tafsir: Tafsir bi al- Matsur, Tafsir bin al-Ra’yi, Tafsir Isyari
Pembahasan
mengenai klasifikasi tafsir tidak terlepas dari metode yang digunakan mufasir
dalam menafsirkan Al-Qur’an. Muhammad Ali al-Shabuni menerangkan, “secara umum
metodde tafsir yang sering dipakai ulama ada tiga tafsir, yakni tafsir bi al-natsur,tafsir bi al-ra’yi, dan tafsir
bi al-isyari.
1. Tafsir
bi al-Matsur
Tafsir
ini sering disebut tafsir bi al-riwayah
atau bi al-naqli. Metode penafsiran
ini merujuk kepada penafsiran Al-Qur’an dengan dasar periwayatan, riwayat dari
Al-Qur’an,sunnah dan perkataan sahabat.
Contoh
Tafsir bi al-Matsur:
الضالِّينَ
لا وَ عَلَيْهِمْ الْمَغْضوبِ غَيرِ عَلَيْهِمْ
أَنْعَمْت الَّذِينَ صِرَاط الْمُستَقِيمَ الصرَاط هْدِنَا
“Tunjukkanlah
kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau karunia
nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pila jalan orang-orang
yang sesat”. (QS. Al-Fatihah,{2}: 6-7)
Adapun
contoh lainya masih banyak, dan Penafsiran Al-qur’an dengan perkataan Nabi
merupakan penafsiran yang paling otoritatif, karena Nabi adalah orang yang
paling paham dan mengetahui tafsir wahyu yang diturunkan Allah kepadanya.
Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang menggunakan metode-metode lain. Yang
perlu dicermati adalah kesahihan perawinya.
Kitab
tafsir bi al-Matsur yang terkenal
a. Jami
al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an
b. Tafsir
Bahr al-Ulum
c. Al-Kasyf
wa al-Baya’an Tafsir Al-Qur’an, dll.
2. Tafsir
bi al-Rayi
Metode
penafsiran ini disebut juga tafsir bi al-dirayah, atau tafsir bi al ma’qul.
Sesuai dengan nama yang disandangnya, tafsir ini tidak menyandarkan pada
periwayatan,melainkan pada kekuatan rasional (ijtihad), Dengan demikian,
sandaran mereka dalah kemampuan bahasa, aspek peradaban Arab, pemahaman gaya
bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi, dan penggunaan sains dan ilmu
pengetahuan lain yang menopang dalam penafsiran suatu ayat.
Diterangkan
juga oleh al-Shabuhi, bahwa tafsir bi –al- ra’yi terbagi kedalam tafsir yang terpuji dan
rafsir yang tercela. Tafsir terpuji ialah tafsir yang teoat sasaran dengan
tuhjuan yang dikandungnya, terbeba dari kesesatan dan kebodohan.Selaras dengan
bahsa arab yang benar, dan berbijak pada dasar-dasar memhami nash
Al-Qur’an.Adapun tafsir yang batil, yang tercela.adalah kebalikan dari tafsir
terpuji. Tafsir tercela berdasarkan pada hawa nafsu, jebodohan dan kesestatan.
Penafsiran
yang tercela mengartikan ayat tersebut dengan, “Allah SWT.Akan manggil pada
hari kiamat dengan menyerrbut nama-nama ibu mereka.”Penafsir ini menafsirkan
Al-imam sebagai al-ummahat.Seorang mufasir mesti memiliki sejunlah kualifikasi
yang harus dipenuhi.Al-Suyuthi mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki
oleh seorang musafir.
1. Mengetahui
bahasa Arab dan kaidah-kaidahny, yang meliputi pengetahuan, tata bahasa,
sintaksis, etimologi.
2. Memiliki
pengetahuan tentang retorika, meliputi ilm
al-maani, ilm al-Bayn, ilm al-badi.
3. Menguasai
ilm ishul al-fiqh, meliputi pengetahuan tentang khas, amm,mujmal, musfashal, dan yang terkait.
4.
Mengetahui ilm nasikh wa mansukh
Para
lama berbeda pendapat mengenai tafsir bi
al-rayl.Ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Argumen yang
dikemukakan oleh kelompok yang melarang ialah karena tafsir sangat berkaitan
dengan sima,pendengaran. Sementara
nayoritas ulama membolehkan penggunaan tafsir bi al-ra’yl.
Kitab
Tafsir bi al-Ra’yi yang terkenal
a) Mafatih
al-Ghaib
b) Anwar
al-Tanzil wa asrar al-Tawil
c) Lubab
al-Tawil fi Ma’ani al-Tanzil
d) Madarik
al-Tanzil wa Haqa iq al-Tawil, dll.
B. Tafsir
bi al-Isyari
Mayoritas ulama
mengatakan, bahwa tafsir al-isyari aialah penafsiran dengan tidak memfokuskan
pada makna lahirnya.Al-Shabuni mengatakan bahwa tafsir al-isyari ialah ta’wil
Al-Qur’an denga menembus makna lainya. Mereka disinari cahaya Tuhan sehingga
mereka dapat melihay dengan jelas rahasia-rahasia yang terkandung dalam surat
Al-Qur’an.
Pembahasan tafsir
bi al-isyari sangat rumit,perlu pada bashirah untuk melihat hakikat terdalam
dalam mengarungi rahasi-rahasianya. Ada kekhawatiran dikalangan para ulama
terhadap penylahgunaan metode tafsir ini.Ulama yang memperkenakan metode tafsir
bi al-isyari,berdalih dengan Hadis Nabi yang menerangkan surah al-Nashr,
“sekalian mengenai Firman Allah SWT,”sebagai mereka menjawab”Kita diperintah
memuji Allah SWt dan memohon ampun kepada-Nya, ketika ia member pertolongan dan
kemampuan kepda kita.” Sementara yang lain
tidak komentar apa-apa. Lalu ‘Umar bertanya kepadaku.Begitulah
pendapatmu, hai Ibn “Abbas? “Tidak,” jawabku “Lalu bagaima menurutmu?’ dia
bertanya lebih lanjut. “Ayat itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang
diberitahukan allah kepadanya. Ia berfirman, apabila datang pertolongan Allah
dan kemenangan, dan itu adalah pertanda ajalmu(Muhammad), maka bertasbilah
dengan memuji Tuhanmu dan memohon ampunlah kepada-Nya. Sesungguhnya, ia Maha
penerima tobat. “Umar berkata “aku tidak mengetahuimaksud ayai itu kecuali apa
yang kamu katakana”.
Hadis diatas memamaparkan kemampuan
Ibn Abbas yang dikaruniai kemampuan luar biasa yang tidak dimiliki oleh sahabt
lainya.Hadis inilah yang menjadi dasar adanya tafsir al-isyari yang diilhamkan
Allah kepada hamba-Nya, sehingga Ibn ‘Abbas mmapu menangkap isyarat lain yang berada jauh dibelakang
makna lainya. Sementara itu menurut al-Zarqani dalam Manahil al-Irfan
menerangkan bahwa tafsir al-isyari ialah pentakwilan terhadap Al-Qur’an
berdasarkan atas isyarat tersembunyi yang hadir kepada kalangan ahli suluk dan
pengamal tasawuf berbeda dengan tafsir batiniyah, maka tafsir jenis ini memungkinkan
adanya kompromi dengan lhair teks disamping yang tersembunyi.
Kumpulan
Tafsir al-Isyari yang terkenal.
1. Tafsir
al-Nisaburi
2. Tafsir
al-Alusi
3. Tafsir
al-Tustari, dll.
BAB 10
MODEL PENGHITUNGAN JUMLAH AYAT
AL-QUR’AN ANALISIS TERHADAP BEBERAPA PENDAPAT MUSAFIR
A.
Pendahuluan
Al-Qur’an
adalah petunjuk manusia didunia demi untuk kebhagaiaan umat manusia didunia dan
di akhirat.Sari sisi formulasi bentuk Al-Qur’an sejak masa penyusun di masa
Khalifah Utsman hingga sekarang masih tetap adanya. Jumlah ayat yang ada
sekarang ini oleh umat islam diterima begitu saja sebagai suatu kepastian dan
keneran yang sepertinya tidak perlu untuk dipertanyakan. Padahal, untuk
mempertanyakan dan menggali kebenaran dari suatu informasi adalah suatu
keniscayaan bagi kita.Banyak asumsi yang mungkin dapat dikemukakan disini,
bahwa mempertanyakan tentang adanya perbedaan terkait dengan Al-Qur’an adalah
suatu hal yang kurang baik untuk diungkapkan.
B.
Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan dalam menetapkan jumlah Ayat al-Qur’an
Menurut informasi yang
dapat dikumpulkan, bahwa paling tidak ada beberapa sudut pandang yang menjadi
latar belakang perbedaan tentang jumlah ayat Al-Qur’an.Yang pertama terkait
dengan pola perhitungan yang digunakan.Kedua adanya perbedaan imam yang
meriwayatkan Al-Qur’an.Misalnya al-Qur’an dengan riwayat ‘Ashim berbeda dari
yang diriwayatkan oleh Qalum. Ketiga penyebab lain terjadinya perbedaan dalam
menentukan jumlah ayat pada Al-Qur’an adalah karena adanya yat-ayat yang sama
persis dan tidak ada aperbedaan sama sekali.Untuk itu, akan dipaparkan model
pengelompokan ayat kedalam empat kategori model perhitungan ayat.
Model Pertama :
Penghitungan ayat Al-Qur’an
Al-Qur’an
yang akan dijadikan objek penelitian penghitungan jumlah ayat Al-Qur’an
al-Karim dan terjemahanya dalam bahasa Indonesia. Model perhitungan pertama ini
dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara menjumlahkan ayat-ayat seperti
sidebutkan pada tiap awal surah. Melalui perhitungan manual didapati jumlah
ayat dalam Al-Qur’an sebanyak 6236 ayat. Sementara itu, ggolongan Ahmadiyah
memasukan Basmallah yang terdapat pada awal surah sebagai ayat mandiri .Dengan
demikian, maka jumlah ayat-ayat menurut perhitungan Ahmadiyah menjadi
6236=112=6348.
Kelompok Ayat- ayat yang
sama Persis yang Terdapat pada Satu Surah Contohnya :Surah al-Shaffat(37)ayat
110 dengan Surah al=Shaffat 937) ayat 80,21, dan 131.
Dan Ayat yang Sama dan
Terdapat dalam satu Surah : Surah al-Baqarah (2) ayat 47 dan 122.Surah
al-Ma’idah (5) ayat10 dan 86, dll.
C.Kegunaan Kajian
1.
Memudahkan
penghafal Al-Qur’an daalam mengantisipasi ayat-ayat serupa sehingga dapat
mewaspadainya .
2.
Membantu para
pengkaji Al-Qur’an dalam mem,ahami hasil dari takhrij ayat yang terdapat pada
surah yang berbeda.
3.
Dari penilitian
ini dapat digunakan untu7l mengetahui perbandingan terjemahan dari ayat-ayat
serupa namun dengan redaksi terjemahan yang berbeda.
4.
Menepis keraguan
umat terhadap Al-Qur’an manakalh terjadi hembusan fitnah yang dilontarkan oleh
kalangan yang tidak menyukai umat ini.
Comments
Post a Comment