ulum Al-Qur'an


Prof. Dr. H Amroeni Drajat, M.Ag.
TAHUN 2017
DiajukanUntukMemenuhiTugasMandiriMeresumeBukuUlumul Qur’an







oleh :
Nur Baeti Janatin
NIM :A1711008
DosenPengampu: M. Masrukhan, ME
Program Studi:AkuntansiSyari’ah


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH
PUTERA BANGSA TEGAL
2018



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I  Ulum Al-Qur’an dan Perkembanganya
A.    Pengertian Ulum Al-Qur’an........................................................................................
B.     Sejarah Perkembangan Ulum Al-Qur’an....................................................................
C.     Ruang Lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an...........................................................
D.    Cabang-cabang Ulum Al-Qur’an................................................................................
BAB 2 Sejarah Turun dan Penulisan  Al-Qur’an
A.    Pengertian Al-Qur’an..................................................................................................
B.     Hukmah Diwahyukan Al-Qur’an secara Berangsur-angsur.......................................
C.     Penulisan Al-Qur’an pada Masa Nabi dan pada Masa Khulafa al-Rasyidin..............
D.    Pemeliharaan Al-Qur’an Setelah Khalifah Utsman bin Affan...................................
E.      Rasm Al-Qur’an.........................................................................................................
BAB 3 Asbab al-Nuzul
A.    Pengertian  Asbab al-Nuzul........................................................................................
B.     Ungkapan-Ungkapan yang digunakan Asbab al-Nuzul..............................................
C.     Urgensi dan kegunaan Asbab al-Nuzul.......................................................................
BAB 4 Munasabah Al-Qur’an
A.    Pengertian Munasabah................................................................................................
B.     Macam-macam Munasabah........................................................................................
C.     Metode Peneltian Munasabah dalam Al-Qur’an........................................................
BAB 5 Makkiyah dan Madaniyah
A.    Pengertian Makiyah dan Madaniyah..........................................................................
B.     Ciri-ciri surah Makiyah dan Madaniyah.....................................................................
C.     Faedah Mengetahui dan Madaniyah...........................................................................
D.    Pedoman Menentekan Makkiyah dan Madaniyah......................................................
BAB 6 Al-Nuhkam dan Al-Mutasyabih
A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih.........................................................................
B.     Sikap Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabih..................................
C.     Fawath al-Suwar.........................................................................................................
D.    Hikmah Adanya ayat-ayat Demikian..........................................................................
BAB 7 Qira’at al-Qur’an
A.    Pengertian Qira’at.......................................................................................................
B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at...........................................................
C.     Urgensi Mempelajari Qira’at......................................................................................
BAB 8 Ijaz al-Qur’an
A.    Pengertian dan jenis-jenis Mukjizat............................................................................
B.     Segi segi Kemukjizatan Al-Qur’an.............................................................................
BAB 9 Tafsir,Takwil dan Terjemah
A.    Pengertian Tafsir.........................................................................................................
B.     Pengertian Takwil.......................................................................................................
C.     Pengertian Terjemah...................................................................................................
D.    Perbedaan Tafsir,Takwil, dan Terjemah.....................................................................
E.     Klasifikasi Tafsir.........................................................................................................
BAB 10 Model Perhitungan Jumlah Ayat Al-qur’an
A.    Pendahuluan................................................................................................................
B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan dalam Menetapkan jumlah Ayat
Al-Qur’an....................................................................................................................
C.     Kegunaan Kajian.........................................................................................................





BAB 1
ULUMU QUR’AN DAN PENGEMBANGANYA
A.Pengertian Ulumul Qur’an
Alqur’an diturunkan Allah SWT kepada manusia sebagai petunjuk mencapai keselamatan,kebahagiaan dunia dan diakhirat. Pada masa Nabi masalah - masalah yang timbul selalu dapat diselesaikan dengan mudah,dengan bertanya langsung kepada beliau.Namun perkembangan selanjutnya tidaklah demikian. Dalam upaya menggali dan memahami isi Al-qur’an,umat islam perlu kepada alat untuk membedahnya.
Mereka perlu ilmu untuk memahami Al-qur’an. Ilmu atau alat yang diperlukan tidak cukup satu,tetapi sangat banyak, maka muncul istilah ‘Ulum Al-Qur’an’(Ulum Al-Qur’an:ilmu-ilmu Al-Qur’an). Kata Ulm jamak dari  ilm, artinya al-fahmwa al-idrak(paham dan menguasai)Ulum Al-Qur’an seperti yang dikenal sekarang.Melauli proses yang sangat lama Ulum Al-Quran mengalami perkembangan yang simultan dan berkesinambungan. Dan ada beberapa pendapat dari Ulama tentang Ulum Al-qur’an yaitu dari imam Syafi’I Bahwa Ulum Al-Qur’an itu banyak sekali .Ulum Al-qur’an adalah sekumpulan ilmu yang membahas tentang berbagai segi dari Al-Quran. Para ulama mengidefinisikan Ulum Al-Quran sebagai “ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan AL-Qur’an dari segi aspek turun, sistematika ,pengumpulan, dan penulisan,bacaan tafsir,ke mukjizatan serta nasikh dan mansukh”.Sebagain ulama mengatakan bahwa ilmu-ilmu ini juga disebut dengan ushul al-tafsihr.Sebab cakupan pembahasan dalam Ulum Al-Qur’an berkaitan dasar-dasar memahami Al-Qur’an.Karena itu, seluk beluk Ulum Al-Quran mutlak harus dikaji dan dikuasai oleh seorang musafir.
B.Sejarah Perkembangan Ulum Al-Quran
Telah disinggung,bahwa pada masa Nabi segala masalah selalu dikembalikan kepadanya.Karena itu, kebutuhan Ulum Al-Qur’an dan pada masa itu tidak dibutuhkan.Setelah ia wafat n kepemimpinan umat islam berada ditangan Khulafa al-Rasyidin mulai muncul adnya ilmu-ilmu Al-Qur’an.Khususnya dimulai ketika ada perintah penulisan Al-Qur’an yang dipelopori oleh Utsman bin affan.Setelah itu tampil Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti utsman,lalu Ali menugaskan Abu al-Aswad al-Duali merancang dan merancang dan meletakan kaidah-kaidah nahwu.Usaha pengembangan ilmu Al-Qur’an ini tetap berlanjut pada masa sahabat sesuai dengan kepabilitas,bobot dan kualitas para sahabat,mereka mempunyai konsen tersendiri namun tujuan tetap sama.Dan usaha mereka berikutnya dilanjutkan oleh generansi tabiin,begitu seterusnya sampai sekarang. Namun semua ilmu-ilmu itu masih diriwayatkan dengan cara dikte, dan baru pada abad kedua Hijriyah ilmu-ilmu mereka dituliskan (masa tadwin atau pembukuan).
Terhadap bertebaranya ilmu Al-Qur’an yang beragam dan berserakan ,ada sebagian peneliti yang mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an untuk memberikan tambahan dan pada masa modern ini para pemikir membangkitkan wacana pemikiran baru,dan mereka meramu kembali dan mengaitkan pengetahuan-pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an.Akhirnya timbulah gerakan baru dalam bidang ini yang memberi nuansa yang lebih segar dan dimanis . Khususnya dikalangan penulis Indonesia yang sudah banyak dijumpai buku-buku mengenai ilmu Al-Qur’an.
C.Ruang lingkup Pembahasan Ulum Al-Qur’an
Uraian tersebut menunjukan dinamikaperkembangan Ulum Al-Qur’an,dan proses situ akan tetap berlangsung selaras dengan perkmbangan zaman. Yang pasti ilmu –ilmu Al-Qur’an akan terus bergerak seiringnya dengan kemajuan peradaban manusia.Demikian pula ruang lingkup pembahasan Ulumul Al-Qur’an akan selalu berkembang dengan begitu cakupan kajian juga sangat luas.Cakupan pembahsan Ulumul Al-Qur’an yang telah ada meliputu Al-Qur’an itu sendiri, penamaanya, akar katnya , pengertian ,penamaan dan sifatnya, dengan perbedaan Hadis Qudsi.Disamping itu juga membahas tentang asbab al-nuzul,ayat- ayat yang turun di Mekkah dan  Madinah,tentang awal surah,ilmu qira’ah dan ahlinya,dan masih banyak lagi.
D.Cabang-cabang Ulum Al-Qur’an
Objek-objek kajian yang menjadi pokok pembahasan seperti yang disinggung diatas sangat banyak.Demikian juga ilmu-ilmu yang memfokuskan pengkajian pada objek bahasan diatas juga banyak. Cabang ilmu-ilmu itulah yang membetuk Ulumul Al-Qur’an.Badr al-Din al-Zarkasyi (w. 794H/1392 M) didalam karyanya al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an,mnyebut 74 ilmu yang termasuk ke dalam kelomok Ulumul Al-Qur’an.Jalal al-Din al-Sayuthi (w. 911 H/1505 M).T.M. Hasbi al-shididiqie menjelaskan yang terpokok meliputi:
1.      Iimu mawathin al-Nuzul Dengan ilmu ini diketahui tempat.waktu,musim,awal ayat,dan akhir ayat.
2.      Ilmu Tawarikh al-Nuzul,Ilmu ini mengkaji sejarah turunya ayat secara detail.
3.      Ilmu asbab al-nuzul ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunya ayat.
4.      Ilmu qira’at ilmu yang mempelajari tentang ragam bacaan ayat yang diterima Rasulullah.
5.      Ilmu tajwid dan ilmu Gharib al-qur’an ilmu yang mempelajari tentang bacaaan Al-Qur’an.
6.      Ilmu Irab al-Qur’an ilmu yang mempelajari tentang posisi suatu kalimat al-qur’an.
7.      Ilmu Wujuh wa al-Nadzair yaitu ilmu tentang makna dalam suatu ayat.
8.      Ilmu Makham dan Mutasyabih yaitu ilmu yang menentukan mana ayat yang memilik arti yang jelas (muhkam) dan mana yang memilik makna ganda (Mutasyabih).
9.      Ilmu Nash dan Mansukh yaitu ilmu untuk mengetahui hokum yang sebenarnya.
10.  Ilmu Ijaz Al-qur’an ilmu yang digunakan seseorang untuk dapat menerangkan kekuatan susunan lafaz sehingga dapat dipandang mukjizat.
11.  Ilmu Munasabah dengan ilmu ini akan diketahui keserasian ayat-ayat,surah-surah yang ada didalam al-Qur’an.
12.  Badi al-Qur’an Melalui ilmu ini ayat-ayat akan diketahui sisi gaya bahas al-Qur’an.
13.  Ilmu Aqsam Al-Qur’an dengan ilmu ini orang akan mengetahui maksud dan tujuan sumpah dari Allah.
14.  Ilmu amtsilah Al-Qur’an dengan ilmu ini orang akan mengetahui perumpamaan-perumpamaan yang terkandung didalam Al-Qur’an.
15.  Ilmu jadal al-Qur’an dengan ilmu ini akan diketahui tentang perdebatan yang terjadi di dalam Al-Qur’an.
16.  Ilmu adab Tilawah dengan ilmu ini akan diketahui tentang tata cara pembacaan Al-Qur’an.
BAB II
Sejarah Turun dan Penulisan Al-qur’an
A.Pengertian Al-Qur’an
Banyak pendapat tentang Al-Qur’an. Namun nama yang paling popular adalah Al-Qur’an yang merupakan bentuk katra masdar dar qa-ra-a sehingga kata Al-Qur’an dimengerti oleh setiap orang sebagai nama Kitab suci yang mulia.
B.Hikmah diwahyukan Al-Qur’an secara berangsur-angsur.
Al-Qur’an yang ada seperti sekarang ini tidaklah turun secara langsung tetapi bertahap.Mengenai tahap –tahap turunya Al-Qur’an terdapar perbedaan pendapat dikalangan ulama.Al-Sya’bi mengatakan Al-Quran mula-mula turun pada malam hari yaitu lailah al-qadardidasarkan firman Allah SWT:
(1) الْقَدْرِ لَيْلَةِ فِي أَنزَلْنَاهُ إِنَّا 
Sesunggugnya kami telah menurunkan Al-Qur’an  pada malam qadr (lailah al-qadar) dan seterusnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa Al-qur’an diturunkan melalui tiga tahapan.Namun Shubi Shaih menolak argumen yang dikemukakan meskipun didukungng periwayatan yang valid.Satu hal yang penting bahwa Al-qur’an diturunkan secara beramgsur-angsur dan hikmah yang penting ialah memenuhi kebutuhan dan keperluan nabi dan kaum muslim.
C.Penulisan Al-Qur’an pada Masa Nabi dan pada Masa Khulafa al-Rasyidin
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup,penulisan Al-Qur’an dalam stu buku komplet belum merupakan kebutuhan mendesak dan belum ada naskah yang sempurna. Sedangkan pada masa Khulafa al-Rasyidi Utsman bin affan membentuk panitia untuk membukukan Al-Qur’an agar tidak terjadi penyimpangan isi Al-Qur’an.
D.Pemeliharaan Al-Qur’an Setelah  Khalifah Utsman bin Affan
Dari naskah yang dikirim Utsman bin Affan umat islam menyalin Al-Qur’an untuk mereka masing-masing  dengan cermat dan teliti tanppa ada kesalahan satu huruf dan sebenarnya tugas pemeliharaan Al-Qur’an itu disamping jaminan dari Allah SWT yang akan tetap menjaganya maka pemeliharaan juga berlangsung ditengah-tengah umat islam itu sendiri. 
E.Rasm Al-Qur’an
1.Pengertian
Kata rasm berasal dari kata rasama-yarsumu-rasmun.secara bahasa berarti menggambar atau melukis.Dalam pengertian istilah yang digunakan didalam pembahasan ini ialah pola atau bentuk tulisan yang digunakan  dalam penulisan mushaf Utsman,oleh karena itu rasm popular dengan nama rasm Utsmani.
2.Pendapat tentang Rasm Al-Qur’an
Para petugas yang dibebani menyusun mushaf yaitu Zaid bin Tsabit beserta tiga oreang sahabat lainya menempuh sesuatu metode khusus dalam menulis Al-Qur’an.Metode ini dikenal dengan  al-rasm al-Utsmani li al-mushaf.Yaitu metode yang dinisabkan kepada khalifah Utsman,karena ia yang menugasi penulisan mushaf itu.
Sebagian kelompok menganggap bahwa rasm utsmani yang dipakai untuk menulis Al-Qur’an ini harus bersifat tauqifi dan harus benar-benar disucikan.Kelompok kedua berpendapat bahwa rasm utsman bukan tauqifi dari Nabi,tetapi sesuatu penulisan yang hanya disetujui oleh Utsman dan terima baik oleh umat islam.Dan kelopok tiga berpendapat rasm Utsmani hanyalah istilah ,mengenai tata cara,tidak ada salahnya jika menyalahi jika seseorang telah menggunakan rasm tertentu untuk imla dan rasm itu tersiar luas. Berdasarkan pendapat ini  sebagian orang pada mas sekarang menyerukan penulisan Al-Qur’an dengan kaidah- kaidah imla yang sudah tersiar dan diakui sehingga memudkan siapa saja yang mempelajarinya.
BAB 3
ASBAB AL-NUZUL
A.Pengertian
Secara bahasa asbab al-nuzul  dapat diartikan sebagai sebab-sebab turunya suatu ayat.Adapun Qaththan mendefinisikan asbab al-nuzul sebagai sesuatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukum,pada masa hal terjadi baik berupa pertistiwa atau suatu pertanyaan.

B.Ungkapan-ungkapan yang Digunakan Asbab al-Nuzul
Terdapat beberapa bentuk redaksi dari asbab al-nuzul ,yaitu terkadang berbentuk pernyataan tegas mengenai sebab, dan terkadang pula berupa pernyataan yang mengandung kemungkinan menganainya,
Berikut contoh pernyataan tegas berkaitan dengan turunya suatu ayat  ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Umar berkata :
“Turunya ayat (istri-istri kamu adalah ibarat tanah kamu bercocok tanam)berkaitan dengan masalah menggauli isti dari belakang”.QS.al-Baqarah :223
C.Urgensi daan Kegunaan Asbab Al-Nuzul
Ada beberapa hikmah dan kegunaan mengetahui asbab al-nuzul suatu ayat Qaththan,misalnya merangkum kan pentingnya pentingnya mengetahui azbab al-nuzul.
1.      Memgetahui hikmah diundangkanya suatu hukum dan perhattian syara terhadap kepentingan umum dalam meghadapi suatu peristiwa.
2.      Dapat membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi,apabila hukum itu dinyatakan dalam pertnyaan umum.
3.      Apabila lafaz yang diturunkan berbentuk umum dan terdapat dalil atas pengkhususanya, maka pengetahuan mengenai azbab al-nuzul membatasi pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab.
4.      Sebab nuzul menerangkan kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga tidak serta merta dapat ditunjuk kepada orang lain.
Manfaat lain dari sebab nuzul ayat sangat besar bagu dunia pendidikan .Misalnya,sebagai pengantar dalam memulai pelajaran,Dengan demikian pelajaran akan mudah ditangkap dan pada giliranya menimbulkan minat mempelajari Al-Qur’an.










BAB 4
MUNASABAH AL-QURAN
A.    Pengertian
Secara etimologis,munasabah berarti al-musyakalah,saling kesrupaan,dan al-muqarabah  berdekatan.Al-Zarkasyi menyebut bahwa munasabah berarti al-muqarabah,kedekatan,kemiripan,keserupaan, dan al-muqarabah saling berdekatan.Didalam qiyas,ada yang disebut illat munassabah,yaitu adanya alasan logis yang melandasi suatu hukum yang dapat menghubungkan antara dua kasus.Misalnya memabukkan adalah ‘illat munasabah yang menyebabkan diharamkanya Khamar yaitu haram.
Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik,kejelasan keteranganya,keraturan susunan kalimatnya dan keindahan bahasanya.Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat bukanlah hal yang tauqifi, melainkan didasarkan pada ijtihad ulama tafsir dan tingkat penghayatanya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an,rahasi retorika, dan segi keterangany yang mandiri.
Secara terminologis,al-Biqai menjelaskan munasabah ialah suatu ilmu untuk mengethui alasan-alasan sistematis perurutan bagian-bagian Al-Qur’an.Dengan kata lain,ilmu munasabah yaitu suatu ilmu yang membicarak hubungan suatu ayat dengan ayat lain,atau suatu surah dengan surah lain. 
B.     Macam-macam Munasabah
1.Munasabah antara ayat diawal surah dan ayat diakhir surah. Misalnya awal surah al-Mukminin(23)
ٱلْمُؤْمِنُونَ أَفْلَحَ قَدْ sesungguhnya beruntung orang-orang mukmin kemudian diakhirberbunyi لَا يُفْلِحُ ٱلْكَٰفِرُونَ (Sesungguhnya orang- orang kafir tidak akan menang).
2. Keserasian awal surah dengan akhir surah sebelumnya.Misalnya surah al-Quraisy(106)
قُرَيْشٍ لإيلافِ dan surah al-Fil   مَأْكُولٍ كَعَصْفٍ
 3. Keserasian keistimewaan tiap-tiap surah yang dimuali dengan huruf muqatha’ah seperti surah Qaf(50) dansurah yunus (10) dalam kedua surah itu, ditemui penggalan kata yang mengandung qaf dan ra seumpamanya sebanyak 20 kali,bahkan sampai lebih 200 kali sesuai dengan panjangnya surah.Namun dari segenap uraian diatas secara garis besar munasabah ada dua yaitu musabah ayat dengan ayat munasabah surah dengan surah.
C.    Metodologi Penelitian Munasabah dalam Al-Qur’an
Langkah-langkah umum yang dapat dipedomani dalam meneliti munasabah ayat dengan ayat:
1.      Melihat tujuan yang akan dicapai seseorang.
2.      Memperhatikan apa saja yang diperlukan untuikl mencapai tujuan tersebut  (muqqadimah)
3.      Memperhatikan muqqadimah itu dalam hal dekat atau jauhnya dalam tujuan yang dimaksud.\
4.      Ketika meneliti uraian dalam surah itu perhatikan keharusan-keharusan yang dituntut oleh aturan,keindahan bahasa(balaghah) yang dapat menimbulkan perhatian memahaminya.
Menurut al-Biqai bila seseorang melakukan kaidah umum tersebut, maka ia akan mengetahui keserasian atau munasabah susunan Al-Qur’an baik ayat per ayat maupun surah per surah.











BAB 5
MAKIYAH DAN MADANIYAH
A.Pengertian
Surat Makkiyah merupakan surat yang ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sebelum hijrah ke Madinah atau di kota Mekkah. Surat yang termasuk dalam kategori Makkiyah diturunkan selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, dimulai pada 17 Ramadhan saat Nabi Muhammad berusia 40 tahun. Biasanya surat Makkiyah ayatnya termasuk pendek sehingga umumnya surat pendek Al-Qur’an juz 30 tergolong surat Makkiyah. Sedangkan Surat madaniyah merupakan surat yang ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasulullah SAW sesudah hijrah ke Madinah atau diturunkan di kota Madinah. Sebuah surat bisa saja sebagian ayatnya termasuk dalam kategori Madaniyah dan sebagian lain masuk dalam kategori Makkiyah. Umumnya ayat pada surat Madaniyah termasuk agak panjang.
B.Beberapa ciri surah Makkiyah dan Madaniyah
1.Ciri-ciri surah Makkiyah
a. Surah yang didalamnya terdapat sajdah
b. Surah yang didalamnya terdapat lafaz kalla.sekali-kali tidak. Umumnya terdapat pada bagian pertengahan sampai akhir Al-Qur’an.
c. Surah yang didalamnya terdapat kisah nabi Adam dan Iblis kecuali surah al-Baqarah.
d.Surah yang diawali dengan huruf hijai’yahseperti Aliflam Mim’Aliflam Ra’,dan Nun kecuali surah al-Baqarah dan al-Imran.
2.Ciri-ciri surah Madaniyah
a. Surah yang didalamnya terdapatt izin perang atau yang menerangkan soal peperangan dan menjelaskan hukum-hukumnya.
b. Surah yang didalamnya terdapat pembagian hukum harta pusaka,h7ukum had,faraid hukum sipil,hukum sosian dan hukun antar Negara dan hukum internasional.
c.Bantahan terhadap Ahl-kitab seruan agar mereka mau meninggalkan sikap berlebihan dalam mempertahankan agamanya.
d.umumnya memiliki surah yang panjang,susunan kalimatnya bernada tenang dan lembut.
C.Faedah Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Apabila dikaji manfaat dan kegunaan yang dikandung dalam ilmu Makkiyah dan Madaniyah,maka akan ditemukan banyak manfaatnya yang pertama sebagai alat bantu memahami Al-qur’an dengan benar .Kedua meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkan keindahan dan kelenturan gaya bahasa tersebut dalam metode dakwah yang berbeda pula dan yang ketiga mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW secara komnprehensif melalui ayat-ayat Al-Qur’an,baik ketika Nabi berada di Mekkah ataupun di Madinah.
D.Pedoman Menentukan Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama tidak semena-mena dalam berijtihad,para ulama bersandar kepada dua metode utam: pertama simai naqli’, yaitu metode pendengaran sebagai adanya Kedua Qiyashi ijtihadi, yaitu analogi hasil ijtihad. Cara pertama didasarkan pada riwayat sahih para sahabat . Karena mereka hidup disekeliling Nabi,sehingga mengetahui turunnya wahyu. Sebagian besar menentukan Makkiyah dan Madaniyah melalui metode pertama ini. Cara kedua dengan cara analogi atau qiyas. Apabila dalam surah Makiyah terdapat satu ayat yang mengandung sifat Madaniyah atau mengandung peristiwaMadaniyah ,maka dikatakan ayat itu Madani. Begitu sebaliknya.









BAB 6
AL-MUHKAM DAN AL-MUTASYABIH
A.Pengertian
Kata muhkam berasal dari ikhkam, secara bahsa berarti kekukuhan,kesempurnaan,kesaksamaan,dan pencegahan.Namun semua pengertian ini pada dasarnya kembali kemakna pencegahan.Ahkam al-amr berarti ia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan. Ahkam al-fars berarti, ia membuat kekang pada mulut kuda untuk mencegahnya dari goncangan. Kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh,secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan. Biasanya membawa pada kesamaran antara dua hal.Tasyabaha dan isytabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai lainya.Secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam merumuskan definisi muhkam dan mutasyabih Al-Suyuti misalnya,mengemukakan 18 definisi muhkam dan mutasyabih yang diberikan pada ulama.Al-zarqani mengemukakan 11 definisi yang sebagaimana dikutip dari Al-Suyuthi.dari definisi Al-Zarqani dapat disimpulkan bahwa dalam memahami ayat muhkam ini seseorang tidak akan menemui kesulitan, karena jelas maknanya Adapun ayat mutasyabih perlu kajian lebih lanjut.
Menurut al-Zarqani,ayat-ayat mutasyabih dapat dibagi kedalam tiga macam yaitu yang pertama ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya,seperti pengetahuan tentang Dzat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya dan tentang pengetahuan tentang waktu Kiamat seperti yang ada dalam (Qs.al-An’am:59) dan (Qs.Luqman:34).Kedua ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui pengkajian dan penelitian,seperti ayat-ayat mutasyabih yang kesamaranya timbul akibat ringkas.panjang urutan dan sejenisnya seperti dalam surah (Qs.al-Nisa:3) dan yang ketiga ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui para ulama tertentu dan bukan semua ulama.Maksudnya ialah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati-hati orang yang jernih jiwanya dan mujtahid.
B. Sikap Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabih
Diatas dijelaskan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu beragam jenis dan bentuknya,secara khusus ayat-ayat mutasyabih menyangkut sifat-sifat Tuhan,dalam istilah al-Suyuthi ‘ayat al-shifah’. Subhi al-Shalih mentyebutnya dengan mutasyabih al-shifat.Ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini banyak,diantaranya;{Qs.Thaha (20):5},{Qs.al-Fajr(89):22},{Qs.al-An’am(6):61) dan {Qs.al-Fath(48):10}.Dalam ayat-ayat tersebut tersebut terdapat kata-kata bersemayam,yang dibangsakan menjadi Sifat Allah.kartena dalam ayat-ayat tersebut dibangsakan kepada Allah yang qadim (absolut),maka sulit dipahami maksud sebenarnya,Karena ayat-ayat tersebut mutasyabihah al-shifat. Dan saat banyak pertanyaan ayat-ayat ini dapat diketahui manusia apa tidak?Subhi al-shalih membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab yang pertama mazhab salaf yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat itu dan karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah sendiri,mereka disebut pula mazhab mufhawwidah atau tafwidh, ketika imam Malik ditanya tentang makna istiwa,ia berkata:
عنّى اخرجوه السوء السوء رجل و بدعة بدعة و عنه والسؤال مجهول لكيفو معلوم الاستواء
“Istiwa itu ma’lum,caranya tidak diketahuo,mempertanyakanya bidah(memgada-ngada),Saya duga engkau ini orang jahat.Keluarkanlah orang ini dari majelisku”
            Maksudnya,makna lahir dari istiwa jelas diketahui setiap orang.Tetap pengertian demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. Sebab pengertian yang demikian membawa tasybih (penyerupaan) Tuhan dengan sesuatu yang mustahil bagi Allah. Karena itu, bagaimana cara istiwa diisi Allah tidak diketahui, selanjutnya mempertanyakan untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syariat dipandang bid’ah (mengada-ada) .Dan iniliah system penafsiran yang diterapkan oleh mahzab shalaf pada umumnya terdapat pada ayat-ayat mutashabihat.
            Disamping itu ayat tersebut juga mencela orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dan memberikan mereka itu sebagai orang yang mempunyai kecenderungan pada kesesatan fitnah. Sebaliknya ayat-ayat yang sama memuji orang-orang yang menyerahkan pengetahuan tentang itu kepada Allah SWT.Dari Muhammad   Ibn al-Hasan ia berkata “seluruh ahli fikih dari Timur dan Barat sepakat meyakini sifat-sifat Allah tanpa penafsiran (penakwilan dan tasybih atau penyerupaan). Ibn al-Shahih berkata: “cara inilah yang ditempuh oleh pendahulu dan pemuka-pemuka umat dipilih oleh para imam fiqih,dan pemimpin-pemimpin umam dan para Imam Hadis juga menganjurkan pendapat ini dan tidak seorangpun dari ulama Kalam dari sahabat yang mengelak dan keberatan tentang pendapat tentang ini.
            Dan yang kedua mazhab Khalaf, yaitu ulama menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang layak dengan Dzat Allah SWT. Karena itu mereka disebut mu’awillah atau mazhab tawil, mereka mengetahui istiwa denngan ketinggian yang abstrak,berupa pengendalian Allah SWT terhadap alamini tanpa merasa kepayahan.Kedatangan Allah SWT diartikan ddengan kedatangan perintah-Nya dengan Allah SWT Maha tinggi,bukan berada disuatu tempat. Sisi Allah dengan hak  Allah, wajah dengan Dzat,mata dan pengawasan,tangan dengan kekuasaan, dan diri dengan siksa. Demikian dengan penafsiran ayat-ayat mutasyabih yang ditempuh ulama khalaf. Semua lafal yang mengandung makna cinta,murka, dan malu bagi Allah ditalkwilkan dengan kiata majaz yang terdekat.          
            Imam Faskhr al- Din mengatakan “semuua sifat kejiwaan yaitu kasih sayang, gembira, suka, murka, malu, tipu daya, dan ejekan mempunyai makna permulaan dan makna akhir.Misalnya murlak, awalnya merupakan gejolak darah hati dan akhirnya keinginan membuat maudarat terhadap orang yang dimurkai, marka lafal atau murka, pada hak Allah SWT tidak diartikan dengan makna awalnya berupa gejolak darah hati tetapi dengan tujuan kehendak membuat maudarat”.Mazhab ini juga mempunyai argumen aqli dan naqli berupa atsar para sahabat. Menurut mereka,suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar dan tidak bermakna.Selama mungkin menakwilkan kalam allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukan lafal terlantar dan tidak bermakna. Selama mungkin menakwilkan kallam Allah dengan makna yang benar.
            Di samping kedua madzab itu,masih ada pendapat ketiga sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Suyuthi bahwa Ibn Daqiq  mengemukakan pendapapat yang mengenahi kedua mazshab diatas.Ibn Daqiqi berpendapat bahwa jika takwil itu dengan bahasa Arab, maka tidak dipungkiri dak jika takwil itu jauh,maka kita tawaqquf (menaggguhkanya).  Seperti firman Allah :
السَّاخِرِينَ لَمِنَ كُنْتُ وَإِنْ اللَّهِ جَنْبِ فِي فَرَّطْتُ مَا عَلَىٰ حَسْرَتَا يَا نَفْسٌ تَقُولَ أَنْ
Artinya :Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam disisi nAllah SWT.(QS.al-Zumar[39]:56)
Menurutnya, disisi Allah diartikan dengan hak Allah.Tampaknya,ketiga pendapat diatas mempunyai dasar,dan apabila dipahami secara lebih kritis lagi ketiganya dapat dikompromikan. Setiap orang percaya bahwa makna yang diambil dari hasil pentakwilkan dan penafsiran bukanlah makna yang pasti bagi lafal-lafal ayat musytabihat.
Ulama Khalaf juga tidak memastikan pentakwilkan mereka sebagai makna yang pasti bagi ayat-ayat tersebut. Karena itu tafsir dan pentakwilan yang mereka berikan juga bervariasi,tidak selamanya sama antara seorang dan lainya. Misalnya kata al-nafsu  (diri) pada surah Al-Imran (3):28, ditemukan berbagai pentakwilan ulama, seperti siksa-Nya,kepada-Nya,hakikat wujud-Nya,Dzat, dan gaib. Dengan demikian, mereka berarti tidak mendakwakan bahwa mereka mengetahui hakikat maknanya. Mereka hanya berusaha menakwil dan mentafsir ayat-ayat yang menyangkut sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan mereka,sehingga dapat memenuhi tuntutan akal mereka sebagai orang orang yang beriman.
            Uraian diatas menunjukan, bahwa secara teoretis pendapat-pendapat tersebut nisa dikompromikan, dan secara praktik penerapan mazhab kalaf lenih dapat memenuhi tuntutan intelektual yang semakin hari semakin berkembang dan kritis. Sebaliknya,mazhab salaf tetap sesuai dengan masyarakat yang secara intelektual tidak menurut ayta-ayat mutasyabih.
C. Fatawith al-Suwar
            salah satu cirri ayat-ayat Makiyah adalah menggunakan huruf-huruf potongan (muqatha’ah), atau pembuka surah-surah (fawatih al-suwar).Pembuka surah-surah itu dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk. Pertama terdiri dari satu huruf terdapat pada tiga surah, yakni surah shad (38), surah Qaf(50), dan surah al-Qalam (68),yang dimulai dengan huruf  نِ.
            Kedua, terdiri dari dua huruf, terdapat pada sepuluh surah,tujuh diantaranya disebut hawamim yaitu surah-surah yang diawali dengan حَ dan م.Surah surah ini adalah surah Ghafir,Fushilat,al-Syura,al-zukhraf, al-Dukhan, al-Jatsiyah,dan al-ahqaf.Khusus pada surah al-Sura,pembukaanya tergabung antaraحم عسق   . Surah lain adalah surah Thaha,Thasin dan yasin.
            Dikatakan juga bahwa huruf – huruf ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat) sebagainya hlnya dalam panggilan (nada)Akan tetapi, disini tidak digunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, ala dan ama karena kata-kata ini lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan. Adapun Al-Qur’an adalah kalam yang tidak sama dengan kalam yang biasa, sehingga digunakan alif sebagai peringatan yang beluym pernah digunakan sama sekali, sehingga lebih berkesan bagi pendengar. Disamping itu,terdapat pula beberapa penafsiran dan pemahaman yang dilakukan kaum Syi’ah,Sufi, dan orientalis. Sebagian ulama Syi’ah menyusun huruf-huruf pembukaan surah- surah dan Al-Qur’an dengan mengesampingkan pewrulanganya menjadi suatu kalimat yang berbunyi shirath Ali haqun numuhu (jalan yang ditempuh Ali kebenaran yang dipegang).Tampaknya pemahaman ini bertujuan untuk menguatkan dakwaan mereka bahwa Ali sebagai imam mereka karena itu, sebagaimana ulama sunni membantahnya dengan menyusun kalimat yang mengandung pengertian kepada sunni dari huruf yang sama, shaha thariqukana al-sunnah (telah benar jalanmu dengan sunnah).
            Sebagai tokoh Sufi,Muhy al-Din Ibn arabi pernah mengemukakan penafsiran lain,Shubi al-Shalih mengutip tulisan pendapat Ibn Arabi dari Tafsir al-Alusi sebagai berikut;
“Ketahuilah bahwav awal-awal surah yang majhulah (tidak diketahui), hakikatnya hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dapat memahami makna drai bentuk-brntuk yang dipahami dengan akal allah menjadikan permulaan-permulaan surat yang tidak diketahui itu pada dua puluh Sembilan surah, ini adalah kesempurnaan bentuk (dan Kami tetapkan bagi bulan-bulan manzilah-manzilah),dan yang kedua puluh Sembilan adalah sumbufalak dan merupakan ‘illal wujudnya dan itulah surah Ali Imran (Alif Lam Mim). Sekiranya tidak demikian ,tentulah tidak yang dua puluh delapan itu.Jumlahnya mengulangi huruf-huruf tersebut adalah 78 huruf. Maka yang delapan ini merupakan hakikat al-bidh yang terdapat dalam Hadis Nabi al-Iman bidh wa sabun huruf-huruf ini 78, Karena itu,tidak seorang hamba pun dapat menyempurnakan rahasia-rahasia iman sampai ia mengetahui hakikat huruf-huruf ini pada surah-surahnya”.
            Demikianlah penafsiran-penafsiran yang diberikan Ibn’Arabi disamping keterangan-keterangan lanjutan yang juga dikutip oleh Shubhi al-Shalih dan T.M. Hasbi al-Shiddiqie.Adapun orientalis Jerman.Noldeke adalah orang pertama yang mengemukaan dugaan bahwa huruf-huruf muqathaah itu merupakan petunjukan nama-nama pengumpulnya. Misalnya sin,sebagai kependekan dari nama sahabat Sa’d Ibn Abi Waqqaash,  mim dari nama al-Mughirah,nun dari Utsman Ibn Affan, dan ha dari nama Abu Hurairah.Kemudian ia senidiri meninggalkan pandangan ini dalam sebuah artikel yang belakanganan berpandangan bahwa huruf-huruf itu merupakan symbol-simbol yang tidak bermakna,mungkin sebagai tanda-tanda magis atau tiruan-tiruan dari tulisan Ahl Kitab samawi yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
D.Hikmah Adanya Ayat-Ayat Demikian
1. Ayat-ayat mutasyabihat ini mengahruskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
2. Sekiranya seluruh Al-Qur’an muhkam tentu hanya ada satu mahzab . Sebab itu,kejelasanya akan membatalkan semua mazhab diluarnya.
3. Jika Al-Qur’an mengandung ayat-ayat mutasyabihat,maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjig antara satu dengan yang lainya, hal ini memerlukan banyak ilmu.
4.  Al-Qur’an berisi dakwah terhadap orang-orang tertentu dan umum. Orang-orang awam biasanya tidak menukai hal-hal yang besifat abstrak.


















BAB 7
QIRA’AT AL-QUR’AN
A.Pengertian Qira’at
Qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah,yang secara bahasa berarti bacaan. Adapun pengertian  qira’ah secara istilah,al-zarqani mengemukakan definisinya sebagai berikut :
“suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainya dalam pengucapan Al-Qur’an serta sepakat-sepakat riwayat dan jalur-jalur daripadanya,baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadan-keadanya”.
B.Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
            Meluasnya wilayah islam dan menyebarnya para sahabat dan tabiin mengajarkan Al-Qur’an di bebagai kota menyebabkan timbulnya berbagai qira’ah. Perbedaan antara satu qira’ah dan lainya bertambah besatr pula sehingga sebagian riwayatnya tidak nisa dipertanggungjawabkan. Para ulama menulis qiraah-qirah ini dan sebagianya menjadi masyhur,sehingga lahirlah istiulah qira’at tujuh,qira’at sepuluh dan qira’at empat belas.
            Para qari tersebar kesemua penjuru pusat islam saat itu, yakni Madinah, Mekkah. Damaskus, Basrah, dan Kufah, Secara sistematik ,para qari yang empat belas di sejumlah lokassi beserta rawi pertama dan rawi kedua yang diterima Ibn Mujahid seperti yang dikemukakan oleh Montgomery Watt sebagai berikut.
Kota
Qari
Rawi Pertama
Rawi Kedua
Madinah
Nafi(785)
Warsy (812)
Qalun (835)
Mekkah
Ibn Katsir (737)
al-Bazzi (854)
Qunbul (903)
Damaskus
Ibn Amir(736)
Hisyam (859)
Ibn Dakwan (856)
Basrah
Abu Amr(770)
al-Duri (860)
al-Susi (874)
Kufah
Ashim(744)
Hafsh (805)
Syu’bah (809)
Kufah
Hamzah(772)
Khalaf (843)
Khallad (835)
Kufah
Al-Kisai(804)
al-Duri (860)
Abu al-Hants (854)
Madinah
Abu Jafar(747)


Bashrah
Yaqub al-Hadhrami(820)


Kufah
Khalaf(843)
Rawi dan Hamzah

Mekkah
Ibn Muhaysyin(740)


Basrah
Al-yazidi(817)


Basrah
Al-Hasan al-Bashri(728)


Kufah
Al-Amasyi(765)



C.Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya dalam Istinbath Hukum
            Perbedaan antara satu qira’ah dan qira’ah lainya bisa terjadi pada huruf,bentuk kata,susunan kalimat, I’rab serta penambahan dan pengurangan kata.Perbedaan-perbedaan ini sedikit banyaknya membawa perbedaab makna,  yang selanjutnya pad hukum yang di istibath-kan.
            Perbedaan cara membaca pada ayat ini membawa pengaruh besar dalam istinbath,pengambilan hukum kedua kaki dalam wudhu. Sebagian ulama wajib membasuh keduanya dan sebagian lainya menyamakan dengan menyapunya. Sebagian qira’ah dalam proses penetapan hukum. Sebagian qira’ah bisa berfungsi sebagai penjelas ayat yang mujmal (bersifat global) bagi qirea’ah yang lain, atatu penafsiran dan penjelas maknanya. Dan bagi seseorang yang ingin meng-istinbath hukum dari Al-Qur’an pengetahuan tentang qira’ah sangat penting.








BAB 8
IJAZ AL-QUR’AN
A.Pengertian dan Jenis-jenis Mukjizat
            Asal kata mukjizat a ja za,berarti lemah. Dari asal kata itu, mucul kata I’jaz yang berarti menetapkan kelemahan.Dalam pengertian umum kelemahan ialah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu.
            Menurut Manna Khalil al-qathathan, kemukjizatan Al-Qur’an bagi bangsa-bangsa lain juga tetap berlaku sepanjang masa, dan selalu ada dalam posisi tantangan yang tegar.Mister-misteri alam yang disingkap ilmu pengetahuan modern hanyalah sebagian dari fenomena alam wujud, yang membuktikan adnya Tuhan dan kemahakuasaan-Nya.
A.    Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
1.      Kalangan Sy’iah menyatakan, kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada metode yang digunakan yaitu metode shirfah (pemalingan). Menurut al-Nizham, dari Syi’ah, shirfah ialah Allah memanglikan orang-orang Arab untuk menentang Al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapi tantangan tersebut.
2.      Kelompok lain bependapat, mukjizat Al-Qur’an terletak pada segi balaghah yang tinggi. Tentunya pendapat ini dikemukakan oleh para ahli sastra yang gemar pada gaya bahasa yang bernilai tinggi dan mengagumkan.
3.      Kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada kandungan badi’yang unik, beda dengan yang sudah dikenal dikalangan orang Arab, seperti fashilah dan maqta.
4.      Kelompok lain mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada pengungkapanya akan kabar-kabar yang gaib yang diketahui melalu wahyu.
5.      Sebagian ulama mengatakan Al-Qur’an sebagai mukjizat karena didalamnya terkandung aneka macam ilmu dan hikmah yang sangat mendalam.





BAB 9
TAFSIR TAKWIL DAN TERJEMAH
A.    Pengertian Tafsir
Secara bahasa, kata tafsir mengikuti pola taf’il, berasal dari kata al-fasr (f,s,r) yang berarti “menjelaskan, menyingkap, dan menampakkan dan menerangkan makna yang abstrak.” Kata al-tafsr dal al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Dalam lisan al-Arab dinyatakan bahwa kata al-fasr berarti menyingkap maksud sesuatu lafaz yang musykil(pelik).
      Menurut Abu Hayyan tafsir adalah “ilmu” yang meliputi segala macam ilmu. “Yang membahas cara pengucapan lafaz-lafaz Al-qur’an,” mengacu pada ilmu qira’at. “Petunjuk-petunjuknya” adalah pengertian yang ditunjukan oleh lafaz-lafaz itu.Ini mengacu pada ilmu bahasa yang diperlukan dalam ilmu tafsir.
B.     Pengertian Takwil
Derivasi kata ta’wil berasal dari kata “awwal” yang berarti ti al-marja, yang berrarti ‘tempat kembali” ada dua macam.Pertama tawil kalam dalam pengertian bahwa si pembicara mengembalikan perkataanya dengan merujuk pada asalnya.Pengertian kalam ini ialah mengembalikan kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya dari yang dimaksud sipembicara.
Kedua ta’wil al-kalam dalam arti menafsirkan danmenjelaskan maknanya.Pengertian inilah yang dimaksud Ibn Jarir al-Thabari yang selalu mengatakan “tawil ayat ini adalah beginidan begitu.Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang ayat ini.”Yang dimaksud dengan ta’wil ialah tafsir.Demikian twil menurut golongan Salaf yaitu golongan fukaha dan ahli ushul.
C.    Pengertian Terjemah
Terjemah atau dalam tradisi pengucapan Indonesia menjadi terjemah.Dalam buku Manahil al-Irfan, karya al-Zarqani dijelaskan bahwa menurut tinjauan bahasa, kata terjemah mengandung empat pengertian.
1.      Menyampaikan pembicaraan, kalam kepada orang yang belum mengetahuinya.
2.      Menafsirkan pembicaraan,kalam dengan menggunakan bahasa aslinya, dengan pengertian terjemah semacam ini,maka gelar Ibn abbas sebagai turjuman Al-Qur’an dapat dipahami.
3.      Menafsirkan pembicaraan, kalam dengan bahasa lain yang bukan bahas aslinya.
4.      Pemindahan pembicaraan, kalam dari suatu bahsa ke dalam bahasa lain.

D.    Perbedaan Tafsir, takwil, dan Terjemah
Perbedaan antara terjemah tafsiriyah dan tafsir terdapat empat perbeaan yaitu:
1.      Redaksi terjemah memiliki gaya tersendiri, yaitu dengan tetap menjaga keaslian posisinya.
2.      Terjemah tidak mentolerasi pembelokan bahasan sementara tafsir diperbolehkan.
3.      Terjemahan dituntut konsisten dan setia kepada makna dan maksud dari kata asalnya.
4.      Terjemahan harus konsisten dengan makna dan maksud yang diterjemahkan yaitu kesesuaian antara hasilnya.Adapun tafsir tidak demikian.
Perbedaan antara takwil dan tafsir para ulama lebih mengarah pada pengertian yang besifat lahir ayat. Jadi,tafsir terfokus pada makna teks lahirnya, sedangkan takwil mengacu pada pengambilan mmakna yang lebih dalam.
E.     Klasifikasi Tafsir: Tafsir bi al- Matsur, Tafsir bin al-Ra’yi, Tafsir Isyari
Pembahasan mengenai klasifikasi tafsir tidak terlepas dari metode yang digunakan mufasir dalam menafsirkan Al-Qur’an. Muhammad Ali al-Shabuni menerangkan, “secara umum metodde tafsir yang sering dipakai ulama ada tiga tafsir, yakni tafsir bi al-natsur,tafsir bi al-ra’yi, dan tafsir bi al-isyari.
1.      Tafsir bi al-Matsur
Tafsir ini sering disebut tafsir bi al-riwayah atau bi al-naqli. Metode penafsiran ini merujuk kepada penafsiran Al-Qur’an dengan dasar periwayatan, riwayat dari Al-Qur’an,sunnah dan perkataan sahabat.
Contoh Tafsir bi al-Matsur:
الضالِّينَ لا  وَ عَلَيْهِمْ الْمَغْضوبِ غَيرِ عَلَيْهِمْ أَنْعَمْت الَّذِينَ صِرَاط الْمُستَقِيمَ الصرَاط هْدِنَا
“Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau karunia nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pila jalan orang-orang yang sesat”. (QS. Al-Fatihah,{2}: 6-7)
Adapun contoh lainya masih banyak, dan Penafsiran Al-qur’an dengan perkataan Nabi merupakan penafsiran yang paling otoritatif, karena Nabi adalah orang yang paling paham dan mengetahui tafsir wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang menggunakan metode-metode lain. Yang perlu dicermati adalah kesahihan perawinya.
Kitab tafsir bi al-Matsur yang terkenal
a.       Jami al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an
b.      Tafsir Bahr al-Ulum
c.       Al-Kasyf wa al-Baya’an Tafsir Al-Qur’an, dll.
2.      Tafsir bi al-Rayi
Metode penafsiran ini disebut juga tafsir bi al-dirayah, atau tafsir bi al ma’qul. Sesuai dengan nama yang disandangnya, tafsir ini tidak menyandarkan pada periwayatan,melainkan pada kekuatan rasional (ijtihad), Dengan demikian, sandaran mereka dalah kemampuan bahasa, aspek peradaban Arab, pemahaman gaya bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi, dan penggunaan sains dan ilmu pengetahuan lain yang menopang dalam penafsiran suatu ayat.
Diterangkan juga oleh al-Shabuhi, bahwa tafsir bi –al- ra’yi  terbagi kedalam tafsir yang terpuji dan rafsir yang tercela. Tafsir terpuji ialah tafsir yang teoat sasaran dengan tuhjuan yang dikandungnya, terbeba dari kesesatan dan kebodohan.Selaras dengan bahsa arab yang benar, dan berbijak pada dasar-dasar memhami nash Al-Qur’an.Adapun tafsir yang batil, yang tercela.adalah kebalikan dari tafsir terpuji. Tafsir tercela berdasarkan pada hawa nafsu, jebodohan dan kesestatan.
Penafsiran yang tercela mengartikan ayat tersebut dengan, “Allah SWT.Akan manggil pada hari kiamat dengan menyerrbut nama-nama ibu mereka.”Penafsir ini menafsirkan Al-imam sebagai al-ummahat.Seorang mufasir mesti memiliki sejunlah kualifikasi yang harus dipenuhi.Al-Suyuthi mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang musafir.
1.      Mengetahui bahasa Arab dan kaidah-kaidahny, yang meliputi pengetahuan, tata bahasa, sintaksis, etimologi.
2.      Memiliki pengetahuan tentang retorika, meliputi ilm al-maani, ilm al-Bayn, ilm al-badi.
3.      Menguasai ilm ishul al-fiqh, meliputi pengetahuan tentang khas, amm,mujmal, musfashal, dan yang terkait.
4.      Mengetahui ilm nasikh wa mansukh
Para lama berbeda pendapat mengenai tafsir bi al-rayl.Ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Argumen yang dikemukakan oleh kelompok yang melarang ialah karena tafsir sangat berkaitan dengan sima,pendengaran. Sementara nayoritas ulama membolehkan penggunaan tafsir bi al-ra’yl.
Kitab Tafsir bi al-Ra’yi yang terkenal
a)      Mafatih al-Ghaib
b)      Anwar al-Tanzil wa asrar al-Tawil
c)      Lubab al-Tawil fi Ma’ani al-Tanzil
d)      Madarik al-Tanzil wa Haqa iq al-Tawil, dll.

B.     Tafsir bi al-Isyari
Mayoritas ulama mengatakan, bahwa tafsir al-isyari aialah penafsiran dengan tidak memfokuskan pada makna lahirnya.Al-Shabuni mengatakan bahwa tafsir al-isyari ialah ta’wil Al-Qur’an denga menembus makna lainya. Mereka disinari cahaya Tuhan sehingga mereka dapat melihay dengan jelas rahasia-rahasia yang terkandung dalam surat Al-Qur’an.
Pembahasan tafsir bi al-isyari sangat rumit,perlu pada bashirah untuk melihat hakikat terdalam dalam mengarungi rahasi-rahasianya. Ada kekhawatiran dikalangan para ulama terhadap penylahgunaan metode tafsir ini.Ulama yang memperkenakan metode tafsir bi al-isyari,berdalih dengan Hadis Nabi yang menerangkan surah al-Nashr, “sekalian mengenai Firman Allah SWT,”sebagai mereka menjawab”Kita diperintah memuji Allah SWt dan memohon ampun kepada-Nya, ketika ia member pertolongan dan kemampuan kepda kita.” Sementara yang lain  tidak komentar apa-apa. Lalu ‘Umar bertanya kepadaku.Begitulah pendapatmu, hai Ibn “Abbas? “Tidak,” jawabku “Lalu bagaima menurutmu?’ dia bertanya lebih lanjut. “Ayat itu adalah pertanda ajal Rasulullah SAW yang diberitahukan allah kepadanya. Ia berfirman, apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan itu adalah pertanda ajalmu(Muhammad), maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan memohon ampunlah kepada-Nya. Sesungguhnya, ia Maha penerima tobat. “Umar berkata “aku tidak mengetahuimaksud ayai itu kecuali apa yang kamu katakana”.
            Hadis diatas memamaparkan kemampuan Ibn Abbas yang dikaruniai kemampuan luar biasa yang tidak dimiliki oleh sahabt lainya.Hadis inilah yang menjadi dasar adanya tafsir al-isyari yang diilhamkan Allah kepada hamba-Nya, sehingga Ibn ‘Abbas mmapu menangkap  isyarat lain yang berada jauh dibelakang makna lainya. Sementara itu menurut al-Zarqani dalam Manahil al-Irfan menerangkan bahwa tafsir al-isyari ialah pentakwilan terhadap Al-Qur’an berdasarkan atas isyarat tersembunyi yang hadir kepada kalangan ahli suluk dan pengamal tasawuf berbeda dengan tafsir batiniyah, maka tafsir jenis ini memungkinkan adanya kompromi dengan lhair teks disamping yang tersembunyi.
Kumpulan Tafsir al-Isyari yang terkenal.
1.      Tafsir al-Nisaburi
2.      Tafsir al-Alusi
3.      Tafsir al-Tustari, dll.











BAB 10
MODEL PENGHITUNGAN JUMLAH AYAT AL-QUR’AN ANALISIS TERHADAP BEBERAPA PENDAPAT MUSAFIR
A.    Pendahuluan
Al-Qur’an adalah petunjuk manusia didunia demi untuk kebhagaiaan umat manusia didunia dan di akhirat.Sari sisi formulasi bentuk Al-Qur’an sejak masa penyusun di masa Khalifah Utsman hingga sekarang masih tetap adanya. Jumlah ayat yang ada sekarang ini oleh umat islam diterima begitu saja sebagai suatu kepastian dan keneran yang sepertinya tidak perlu untuk dipertanyakan. Padahal, untuk mempertanyakan dan menggali kebenaran dari suatu informasi adalah suatu keniscayaan bagi kita.Banyak asumsi yang mungkin dapat dikemukakan disini, bahwa mempertanyakan tentang adanya perbedaan terkait dengan Al-Qur’an adalah suatu hal yang kurang baik untuk diungkapkan.
B.     Latar Belakang Timbulnya Perbedaan dalam menetapkan jumlah Ayat al-Qur’an
Menurut informasi yang dapat dikumpulkan, bahwa paling tidak ada beberapa sudut pandang yang menjadi latar belakang perbedaan tentang jumlah ayat Al-Qur’an.Yang pertama terkait dengan pola perhitungan yang digunakan.Kedua adanya perbedaan imam yang meriwayatkan Al-Qur’an.Misalnya al-Qur’an dengan riwayat ‘Ashim berbeda dari yang diriwayatkan oleh Qalum. Ketiga penyebab lain terjadinya perbedaan dalam menentukan jumlah ayat pada Al-Qur’an adalah karena adanya yat-ayat yang sama persis dan tidak ada aperbedaan sama sekali.Untuk itu, akan dipaparkan model pengelompokan ayat kedalam empat kategori model perhitungan ayat.
Model Pertama : Penghitungan ayat Al-Qur’an
Al-Qur’an yang akan dijadikan objek penelitian penghitungan jumlah ayat Al-Qur’an al-Karim dan terjemahanya dalam bahasa Indonesia. Model perhitungan pertama ini dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara menjumlahkan ayat-ayat seperti sidebutkan pada tiap awal surah. Melalui perhitungan manual didapati jumlah ayat dalam Al-Qur’an sebanyak 6236 ayat. Sementara itu, ggolongan Ahmadiyah memasukan Basmallah yang terdapat pada awal surah sebagai ayat mandiri .Dengan demikian, maka jumlah ayat-ayat menurut perhitungan Ahmadiyah menjadi 6236=112=6348.
Kelompok Ayat- ayat yang sama Persis yang Terdapat pada Satu Surah Contohnya :Surah al-Shaffat(37)ayat 110 dengan Surah al=Shaffat 937) ayat 80,21, dan 131.
Dan Ayat yang Sama dan Terdapat dalam satu Surah : Surah al-Baqarah (2) ayat 47 dan 122.Surah al-Ma’idah (5) ayat10 dan 86, dll.
C.Kegunaan Kajian
1.      Memudahkan penghafal Al-Qur’an daalam mengantisipasi ayat-ayat serupa sehingga dapat mewaspadainya .
2.      Membantu para pengkaji Al-Qur’an dalam mem,ahami hasil dari takhrij ayat yang terdapat pada surah yang berbeda.
3.      Dari penilitian ini dapat digunakan untu7l mengetahui perbandingan terjemahan dari ayat-ayat serupa namun dengan redaksi terjemahan yang berbeda.
4.      Menepis keraguan umat terhadap Al-Qur’an manakalh terjadi hembusan fitnah yang dilontarkan oleh kalangan yang tidak menyukai umat ini.













Comments