A.
Pengertian Al-Qur’an
1.
Pengertian Etimologi (Basaha)
Diantara
Al-Lihyani, berkata bahwa kata “Al-Qur’an” merupakan kata jadian dari kata
dasar “qara’a” (membaca) sebagaimana
kata rujhan dan ghufran.
Sebagian
dari mereka, diantaranya Al-Zujaj, menjelaskan bahwa “Al-Qur’an” merupakan kata
sifat yang berasal dari kata dasar ‘al-qar’” yang artinya menghimpun.
Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata
“Al-Qur’an” dengan tidak menggunakan
hamzah pun terpecah menjadi dua kelompok :
a.
Sebagian
dari mereka, diantaranya adalah Al-Asy’ari, mengatakan bahwa Al-Qur’an diambil
dari kata “qarana” (menyertakan)
karena Al-Qur’an menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf.
b.
Al-Farra’
menjelaskan bahwa kata “Al-Qur’an” diambil dari kata dasar “qara’in” (penguat) karena Al-Qur’an
terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara
satu ayat dan ayat-ayat lainnya.
Para ulama telah
menjelaskaan bahwa penamaan itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah menghimpun
intisai kitab-kitab Allah yang lain, bahkan seluruh ilmu yang ada. Hal itu
sebagaimana telah diisyaratkan oleh firman Allah pada surat An-Nahl [16]:89 dan
surat Al-An’am [6]:38 :
t4$uZø9¨tRurøn=tã|=»tGÅ3ø9$#$YZ»uö;Ï?Èe@ä3Ïj9&äóÓx«ÇÑÒÈ
Artinya : “dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al
Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.”(QS. AN-Nahl:89)
4$¨B$uZôÛ§sùÎûÉ=»tGÅ3ø9$#`ÏB&äóÓx«4ÇÌÑÈ
Artinya : “Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam
Al-Kitab.” (QS. Al-An’am:38)
2.
Pengertian Terminlogi (Istilah)
a.
Menurut Manna’ Al-Qaththan
كَلَامُ اللهِ المُنَزًّلُ عَلَي مُحَمَّدٍ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَلْمُتَعَبَدُ بِتِلَاوَتِهِ
Artinya : “Kitab
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan membacanya memperleh
pahala.”
b.
Menurut Al-Jurjani
هُوَ اَلْمُنَزَّلُ عَلَى الرَّسُولِ المَكْتُوبِ فِى الْمَصَاحِفِ
اَلْمَنْقُولُ عَنْهُ نَقْلًا مُتَوَاتِرًا بِلَا شُبْهَةٍ
Artinya : “Yang
diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang ditulis di dalam mushaf dan yang
diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
c.
Menurut Abu Syahbah
كَلَامُ اللهِ المُنَزَّلُ عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ ص.م
اَلْمُعْجِزِ اَلْمُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ اَلْمَنْقُولُ بِالتَّوَاتُرِ
اَلْمَكْتُوبِ فِى اَلْمَصَاحِفِ مِنْ اَوَّلِ سُوْرَةٍ اَلْفَاتِحَةِ اِلَى
سُورَةٍ النَّاسِ
Artinya
: “Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi-Nya, Muhammad, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada
mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.”
B.
Hikmah Diwahyukannya Al-Qur’an secara
Berangsur-Angsur
Al-Qur’an diturunkan
dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 RAmadhan tahun 41
dari kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran
Nabi atau tahun 10 H.
Proses turunnya Al-Qur’an
kepada Nabi Muhammad SAW. adalah melalui tiga tahapan, yaitu :
Pertama, Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh. Proses ini diisyaratkan
dalam QS. Al-Buruj (85) ayat 21-22 :
ö@t/uqèd×b#uäöè%ÓÅg¤CÇËÊÈÎû8yöqs9¤âqàÿøt¤CÇËËÈ
Artinya : “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al
Quran yang mulia,yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (QS. Al-Buruj:
21-22)
Diisyaratkan pula oleh
firman Allah surat Al-Waqi’ah [56] ayat 77-80:
¼çm¯RÎ)×b#uäöà)s9×LqÌx.ÇÐÐÈÎû5=»tGÏ.5bqãZõ3¨BÇÐÑÈwÿ¼çm¡yJtwÎ)tbrã£gsÜßJø9$#ÇÐÒÈ×@Í\s?`ÏiBÉb>§tûüÏHs>»yèø9$#ÇÑÉÈ
Artinya : “Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang
sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil 'alamiin.”
Tahap Kedua, Al-Qur’an diturunkaan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait
al-izzah (tempat yang berada di langit dunia). Proses ini diisyaratkan
Allah dalam surat Al-Qadar [97] ayat 1 :
!$¯RÎ)çm»oYø9tRr&ÎûÏ's#øs9Íôs)ø9$#ÇÊÈ
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al
Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadar : 1)
Juga diisyaratkan dalam
QS. Ad-Dukhan [44] ayat 3 :
!$¯RÎ)çm»oYø9tRr&Îû7's#øs9>px.t»t6B4$¯RÎ)$¨Zä.z`ÍÉZãBÇÌÈ
Artinya : “Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi
peringatan.
Tahap Ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah kedalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur
sesuai dengan kebutuhan. Proses tahap ketiga ini diisyaratkan dalam QS.
Asy-Syu’ara’ [26] ayat 193-195 :
tAttRÏmÎ/ßyr9$#ßûüÏBF{$#ÇÊÒÌÈ4n?tãy7Î7ù=s%tbqä3tGÏ9z`ÏBtûïÍÉZßJø9$#ÇÊÒÍÈAb$|¡Î=Î/<cÎ1ttã&ûüÎ7BÇÊÒÎÈ
Artinya : “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin
(Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara
orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS.
Asy-Syu’ara’ : 193-195)
Hikmah yang terkandung
dalam hal diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, antara lain :
1.
Memantapkan
hati Nabi
2.
Menentang
dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
3.
Memudahkan
untuk dihapal dan dipahami
4.
Mengkuti
setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Qur’anturun) dan melakukan
penahapan dalam penetapan syari’at.
5.
Membuktkan
dengan pasti bahwa Al-Qur’an truun dari Allah Yang Maha Bijaksana.
C.
Pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an)
1.
Proses
Penghapalan Al-Qur’an
Nabi adalah orang yang paling pertama meghapal
Al-Qur’an.Tindakan Nabi itu sekaligus merupakan suri teladan yang diiuti para
sahabatnya.Sahabat itu menghapalkan seluruh Al-Qur’an dan membacakannya
dihadapan Nabi.Jadi, sanadnya langsung kepada Nabi.
2.
ProsesMasa
Nabi
a.
Pada
Masa Nabi
Proses penulisan
Al-Qur’an pada masa Nabi sanagt sederhana. Mereka menggunakan alat tulis
sederhana dan berupalontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Diantara factor
yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah :
1. Mem-back up hapalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan
para sahabatnya,
2. Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Karakteristik
penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah bahwa Al-Qur’an ditulis tidak pada
satu tempat, melainkan pada tempat yang terpisah-pisah.
b.
Pada Masa Khulafa’ Al-Rasyidin
1)
Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Orang yang pertama kali
menyusun Al-Qur’an dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.Abu ‘Abdillah
Al-Muhasabi berkata di dalam kitabnya, Fahm
As-Sunan, “Penulisan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang baru.Sebab, Rasulullah
pernah memerintahkannya.Hanya saja, saat itu tulisan Al-Qur’an berpencar-pencar
pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu.Abu
Bakar kemudian berinisiatif menghimpun semuanya. Usaha pengumpulan tulisan
Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12
H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad yang juga para
pengikut Musailamah Al-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 700 orang sahabat
penghapal Al-Qur’an syahid. Khawati akan semakin hilangnya para penghapal
Al-Qur’an, sehingga kelestarian Al-Qur’an juga ikut terancam. Tiga tokoh yang
disebut-sebutkan dalam pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar, yakni Abu
Bakar, ‘Umar, dan Zaid, mempunyai peranan yang sangat penting.‘Umar yang
terkenal dengan terbosan-terobosan itunya menjadi pencetus ide. Zaid sudah tentu mendapat kehormatan besar
karena ia dipecaya menghimpun kitab suci Al-Qur’an yang memerlukan kejujuran,
kecermatan, ketelitian, dan kerja keras. Khalifah Abu Bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri.
2)
Pada Masa ‘Utsman bin ‘Affan
Penjelasan tradisional berupa hadits Nabi yang diriwayatkan
Al-Bukhari, tentang alas an yang menyebabkan diambil langkah selanjutnya dalam
menetapkan bentuk Al-Qur’an menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan serius dalam
qira’at (cara membaca) Al-Qur’an terdapat dalam salinan-salinan Al-Qur’an yang
ada pada masa ‘Utsman bin ‘Affan diberbagai wilayah.
Inisiatif ‘Utsman untuk menyatukan penulisan Al-Qur’an
tampaknya sangat beralasan. Perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu
sudah berada pada titik yang menyebabkan umat Islam saling menyalahkan dan pada
ujungnya terjadi perselisihan di antara mereka.
‘Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar
adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut :
a)
Harus
terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
b)
Mengabaikan
ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali
dihadapan Nabi pada saat-saat terakhir,
c)
Kronologi
surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu
Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf ‘Utsman,
d)
System
penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun,
e)
Semua
yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan. Misalnya yang ditulis di mushaf
sebagian sahabat yang merekan juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam mushaf.
Perbedaan
penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa ‘Utsman bin ‘Affan, dapat
dilihat berikut ini :
Pada Masa Abu Bakar
|
Pada Masa ‘Utsman bin Affan
|
1.
Motivasi
penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya beberapa
penghapal Al-Qur’an pada Perang Yamamah.
2.
Abu
Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang
terpencar-pencar pada pelepah kurma, kulit, tulang dan sebagainya.
|
1.
Motivasi
penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan didalam cara membaca
Al-Qur’an (qira’at)
2.
‘Utsman
melakukannya dengan menyederhana- kan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Qur’an
|
3)
Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an
setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis atas perintah ‘Utsman tidak
memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu
qira’at yang tujuh.
Tersebutlah dua tkh yang berasa dalam hal ini, yatu
‘Ubaidillah bin Ziyad (w. 67 H.) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w. 95 H.).
Ibn Ziyad diberitakan memerintahkan seorang lelaki dari Persia untuk meletakan alif sebagai pengganti dari huruf yang
dibuang. Misalnya, tulisan qalat danakanat diganti dengan qaalat dan kaanat. Adapun Al-Hajjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf
‘Utsman pada sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.
D.
Rasm Al-Qur’an
1.
Pengertian Rasm Al-Qur’an
Yang
dimaksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Ras ‘Utsmani atau Ras ‘Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan
pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Istlah yang terakhir lahir bersamaan
dengan lahirnya mushaf Utsman yang ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu. Para
ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah yaitu :
a.
Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf).
Conthnya, menghilangkan huruf alif pada
ya’ nida’, dari ha tanbih, pada lafadz jalalah, dan dari kata na.
b.
Al-Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama’ dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak diatas tulisan wawu.
c.
Al-Hamzah, salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat ang sebelumnya, contoh “i’dzan”
dan“u’tumin”.
d.
Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai
penghormatan pada kata assholaatu.
e.
Washaldan Fashl (penyambungan
dan pemisahan), seperti kata kul yang
diiringi kata ma ditulis dengan
disambung.
f.
Kata
yang Dapat dibaca Dua Bunyi
Suatu kata yang dapat dibaca duabunyi penulisannya
disesuaikan dengan salah satu bunyinya.Di dalam mushaf ‘Utsmani, penulisan ata
semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif,
misalnya “maaliki yaumiddin”.
2.
Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm
Al-Qur’an
Para
ulama tlah berbeda pendapat mengenai status ras Al-Qur’an (tatacara penulisan
Al-Qur’an) :
a.
Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani itu bersifat tauqifi yakni bukan produk budaya manusia yang wajib diikuti siapa
saja ketikamenulis Al-Qur’an.
b.
Sebagian
besar ulama bependapat bahwa rasm ‘Utsmani bukan tauqifi tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disetujui ‘Utsman dan
diterima umat, sehingga waib diikuti dan ditaati siapa pun yang menulis
Al-Qur’an.
c.
Sebagian
dari mereka nerpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan untuk menyalahinya tatkala suatu
generasi sepakat menggunakan cara tertentu untuk menulis AL-Qur’an yang notabene berlainan dengan Rasm ‘Utsmani.
Berkaitan
dengan ketiga pendapat diatas, Al-Qaththan memilih pendapat kedua karena lebih
memungkinkan untuk memelihara Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian
hurufnya.Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Al-Qur’an sesuai dengan
tren tulisannya pada setiap masanya, menurutnya, perubahan tulisan Al-Qur’an
terbuka lebar pada setiap masa.Padahal, setiap kurun dan waktu memiliki tren
tulisan yang berbeda-beda.
3.
Kaitan Rasm Al-Qur’an dengan Qira’at
Sebagaimana
telah dijelaskan bahwakeberadaan mushaf ‘Utsmani yang tidak berharakat dan
bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai
qira’at (cara membaca AL-Qur’an). Hal itu dibuktikan dengan masih terdapatnya
keragaman cara membaca Al-Qur’an walaupun setelah muncul mushaf ‘Utsmani,
seperti qira’ah tujuh, qira’ah sepuluh, dan
qira’ah empa tbelas. Kenyataan itulah
yang mengilhami Ibn Mujahid (859 – 935) untuk melakukan penyeragaman cara
membaca Al-Qur’an dengan tujuh cara saja (qira’ah
sab’ah).
Comments
Post a Comment