Drs.
H.A. Chaerudji Abd. Chalik
TAHUN
2013
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mandiri Meresume
Buku Ulumul Al-Qur’an
Oleh :
Feni
Nur Melinda
NIM
: A1711004
Dosen
Pengampu : M. Masrukhan, ME
Program
Studi : Akutansi Syari’ah
SEKOLAH
TINGGI ILMU EKONOMI SYARI’AH PUTERA BANGSA TEGAL
Tahun
2017 / 2018
DAFTAR ISI
BAB I ULUM AL-QUR’AN DAN
PERKEMBANGANNYA
A.
Pengertian Ulum Al-qu’an
……………………………………………………… 1
B.
RUANG
LINGKUP PEMBAHASAN ‘ULUM AL-QUR’AN……………
1
C.
CABANG-CABANG
‘ULUM AL-QURAN…………………………..……
3
BAB 2 SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
A. Pengertian
Al-Qur’an …………………………………………………..…...… 6
B.
Hikmah
Diwayuhkan Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur ………..…..… 6
C.
Penulisan
Al-Qur’an Pada Masa Nabi
……………………………………..... 7
D.
Penulisan
Al-Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
………………….… 7
E.
Penyempurnaan Pemeliharaan Al-Qur’an Setelah MAsa
Khalifa …….............. 10
F.
Rasm
Al-Qur’an
…………………………………………………………….... 11
BAB 3 ASBAB AL-NUZUL
A.
Pengertian
Dan Macam-Macam Asbab Al-Nuzul ………...……….…...… 13
B.
Ungkapan-Ungkapan
Asbab Al-Nuzul
…………...………………….…….. 14
C.
Urgensi
dan Kegunaan Asbab Al- Nuzul
………………………………….. 15
BAB 4 MUNASABAH AL-QUR’AN
A.
Pengertian
Dan Macam-Macam Munasabah
………………...……….…… 16
B.
Urgensi
Dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
……...………………… 17
BAB 5 AL-MAKKIY DAN AL-MADANIY
A.
Pengertian
Al-Makkiy Dan Al-Madaniy
…………………………….…….. 18
B.
Klasifikasi
Ayat-ayat dan Surat-surat Al-Qur’an
…………………………. 18
C.
Ciri-ciri
Khas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah …………...……….. 19
D.
Kegunaan
Mempelajarinya
…………………………………...………...…... 20
BAB
6 AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
A.
Pengetian
Muhkam dan Mutasyabih
………………………………….…… 21
B.
Sikap
Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih ….…. 21
C.
Fawatih
Al-Suwar
………………………………………………………..… 21
D.
Hikmah
Adanya Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
……………..…... 22
BAB 7 QIRA’AT AL-QUR’AN
A.
Pengertian
Qira’at
………………………………………………………….… 24
B.
Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
………………………….… 24
C.
Urgensi
Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya Dalam Istinbath Hukum
25
BAB 8 I’JAZ AL-QUR’AN
A.
Pengertian
dan Macam-macam Mu’jizat
……………………...………....... 26
B.
Segi-segi
Kemu’jizatan Al-Qur’an
………………………...…………….... 26
BAB 9 TAFSIR,
TA’WIL DAN TARJAMAH
A.
Pengertian
Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah
……………………….......….….. 28
B.
Perbedaan
Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah
………………………………….. 28
C.
Klasifikasi
Tafsir Bi al-Matsur dan Bi al-Ra’yi
……………………...…... 29
BAB 10 ISRAILIYAT
DALAM TAFSIR
A.
Pengertian
Israiliyat
…………………………………………………..……. 31
B.
Macam-macam
Tafsiran Israiliyat
……………………………………….. 31
C.
Kewajiban
Membersihkan Kitab-Kitab Tafsir dari Israiliyat …….……. 31
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
‘ULUM AL-QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA
A.
PENGERTIAN
‘ULUM AL-QUR’AN
‘Ulum al-Qur’an merupakan
ungkapan yang berasal dari bahasa Arab, terdiri dari dua kata, yaitu ‘ulum dan al-Qur’an. Kata ‘ulum
adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm yang
berarti ilmu-ilmu. Sedang al-Qur’an adalah
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup
manusia, bagi yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala. Kata ‘ulum yang diidofahkan atau disandarkan
kepada kata al-Qur’an memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan gabungan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung didalamnya. Dengan demikian
ilmu Tafsir, ilmu Qira’at, ilmu Rasm al-Qur’an, ilmu I’jaz al-Qur’an, ilmu
Asbab al-Nuzul, ilmu Nasikh Mansukh, ilmu I’rab al-Qur’an, ilmu Gharib
al-Qur’an, ilmu-ilmu Agama dan bahasa Arab serta ilmu-ilmu lain yang ada
relevansinya dengan al-Qur’an menjadi bagian dari ‘Ulum al-Qur’an.
Secara istilah para ulama
telah merumuskan beberapa definisi tentang ‘Ulum al-Qur’an di antaraya
Al-Sayuthi menurut kutipan Masifuk Zuhdi merumuskan: “Suatu ilmu yang didalamya
membahas tentang keadaan al-Qur’an dari segi turunannya, sanadnya, adabnya,
ma’na-ma’nanya, baik yang berhubungan dengan lafazh-lafazhnya, maupun yang
berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya”.
B.
RUANG
LINGKUP PEMBAHASAN ‘ULUM AL-QUR’AN
‘Ulum al-Qur’an mempunyai
ruang lingkup pembahasan yang amat luas. Meskipun cakupan ‘Ulum al-Qur’an ini
demikian luas, namun menurut Hasbi As Shiddieqy yang mengutip dari Manahil al-Irfan karya al-Zarqani
memandang bahwa segala macam pembahasan ‘Ulum al-Qur’an itu kembali kepada
beberapa pokok persoalan saja, yaitu:
Pertama,
persoalan tempat turunnya ayat,
waktunya dan peristiwanya. Yang terdiri dari 12 macam yaitu, al-Makkiy,
al-Madaniy, al-Safariy, al-Hadhiriy, al-Laily, al-Nahariy, al-Shaifiy,
al-Syita-i, al-Firasyi, Asbab al-Nuzul, Awwalu ma Nuzzila, dan Akhiru ma
Nuzzila.
Kedua,
persoalan sanad al-Qur’an, terdiri
dari 6 macam, yaitu sanad mutawatir, ahad, syadz, Qiraat al-nabi, al-Ruwat, dan al-Huffazh.
Ketiga,
persoalan Ada’al-Qiraah, terdiri dari
6 macam, yaitu waqaf, ibtida, imalah, mad, takhfif al-Hamzah, dan idgham.
Keempat,
persoalan yang menyangkut
lafazh-lafazh al-Qur’an, dan ini ada 7 macam, yaitu lafazh gharib, mu’rab,
majaz, musytarak, mutaradif, isti’arah, dan tasybih.
Kelima, persoalan tentang makna-makna al-Qur’an yang
berhubungan dengan hukum, dan ini 14 macam, yaitu al-Am al-Baqi’ala’umumihi,
al-‘am al-makhshus, al-‘am alladzi uridu bihi al-khusu, ma khashshasa fihi
al-Kitabu al-sunnata, makhashshashat fihi al-sunnatu al-Kitaba, mujamal,
mubayyan, muawwal, mafhum, muthlaq, muqayad, nasikh, mansukh, nau’ min
al-nasikh wa al-mansukh wahuwa ma amila bihi muddatan mu’ayyanatan, dan wal
amila bihi wahidun min al-mukallafina.
Keenam,
persoalan makna al-Qur’an yan
berhubungan dengan lafazh, dan ini ada 5 macam, yaitu al-Fashl, al-washl, ijaz,
ithnab, dan qashr.
Itulah pokok-pokok kajian
yang merupakan ruang lingkup pembahasan ‘Ulum al-Qur’an menurut Hasbi
Ash-Shiddieqy. Sedangkan al-Suyuthi memandang ilmu pengetahuan tersebut sebagai
bagian dari pembahasan ‘Ulum al-Qur’an seperti Sosiologi, Ilmu Alam, Ilmu
Hewan, dan sebagainya.
Berikut ini salah satu
contoh ayat yang berkaitan dengan Ilmu Alam. Sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Naml (27), ayat 88:
وَتَرَى ٱلْجِبَالَ تَحْسَبُهَا
جَامِدَةً وَهِىَ تَمُرُّ مَرَّ ٱلسَّحَابِ ۚ صُنْعَ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ أَتْقَنَ
كُلَّ شَىْءٍ ۚ إِنَّهُۥ خَبِيرٌۢ بِمَا تَفْعَلُونَ
C.
CABANG-CABANG
‘ULUM AL-QURAN
Menurut Hasbi
Ash-Shiddieqy ada 17 cabang pokok bahasan ‘Ulum al-Qur’an yang perlu dikaji
oleh mereka yang hendak menafsirkan al-Qur’an, yaitu:
1.
Ilmu
Mawathin al-Nuzul
Ilmu
ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2.
Ilmu
Tawarikh al-Nuzul
Ilmu
ini menerangkan masa turun ayat dan urutan turunnya, satu demi satu dari awal
turunnya sampai akhirnya dan urutan turun surat dengan sempurna.
3.
Ilmu
Asbab al-Nuzul
Ilmu
ini menerangkan sebab-sebab turun ayat.
4.
Ilmu
Qira’atIlmu ini menerangkan macam-macam qira’at yang telah diterima oleh Rasul
SAW. ada sepuluh macam qira’at yang sah dan ada beberapa macam pula yang tidak
sah.
5.
Ilmu
Tajwid
Ilmu
ini menerangkan cara membaca al-Qur’an dengan benar, di mana tempat-tempat
memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan yang pendek, dan sebagainya.
6.
Ilmu
Gharib al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam di dalam
kamus bahasa arab yang biasa atau dalam percakapan sehari-hari. Jadi ilmu ini
menjelaskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7.
Ilmu
I’rab al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan baris kata-kata dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8.
Ilmu
Wujuh Wa al-Nazhair
Ilmu
ini menerangkan kata-kata al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan
makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9.
Ilmu
Ma’rifah al-Muhkam Wa al-Mutasyabih
Ilmu
ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam dan yang mutasyabih sehingga
perlu dita’wil.
10. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu
ini menrangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufassir.
11. Ilmu Badai’
al-Qur’an
Ilmu
ini mengemukakan keindahan-keindahan susunan al-Qur’an dari segi kesusasteraan,
keanehan-keanehan dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I’jaz al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan tentang kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an sehingga dapat melemahkan sastrawan-sastrawan
Arab.
13. Ilmu Tanasub Ayat
al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang di
depan dan yang di belakangnya.
14. Ilmu Aqsam al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Allah SWT yang terdapat dalam
al-Qur’an.
15. Ilmu Amtsal al-Qur’an
Ilmu
ini menerangkan maksud perumpamaan yang dikemukakan oleh al-Qur’an.
16. Ilmu Jidal al-Qur’an
Ilmu
ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan al-Qur’an yang
dihadapkan kepada kaum musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari
Tuhan.
17. Ilmu Adab Tilawat
al-Qur’an
Ilmu
ini menjelaskan tentang tata cara atau etika yang harus diikuti orang ketika
membaca al-Qur’an.
BAB
2
SEJARAH
TURUN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
G. Pengertian
Al-Qur’an
Memperhatikan dari alur
pikir ulama Ushul, Fuqaha dan ahli Bahasa Arab sepakat merumuskan definisi
al-Qur’an sebagaimana dikemukakan oleh Subhi al-Shaleh sebagai berikut:
“Al-Qur’an
adalah kalamullah yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang termaktub dalam mushaf-mushaf yang dinukilkan dari padanya
dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai ibadah membacanya”.
H.
Hikmah
Diwayuhkan Al-Qur’an Secara Berangsur-Angsur
Berikut ini adalah hikmah
tentang diwayuhkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur:
1.
Untuk
menguatkan atau mengukuhkan hati Rasulullah SAW dalam melaksanakan tugas
sucinya, sekalipun ia menghadapi hambatan dan tantangan yang beraneka ragam.
2.
Untuk
menghibur Nabi pada saat-saat ia menghadapi kesulitan, kesedihan, atau
perlawanan orang-orang kafir.
3.
Untuk
memudahkan Rasulullah dan para pengikutnya menghafal al-Qur’an, karena mereka
pada umumnya adalah ummi atau buta huruf.
4.
Agar
mudah dimengerti dan dilaksanakan segala isinya, sebab siapapun orangnya, ia
akan enggan melaksanakan perintah atau larangan yang diberikan sekaligus,
karena dirasakan sangat berat.
5.
Untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau penolakan terhadap suatu
pendapat yang berkembang atau perbuatan yang dilakukan.
6.
Untuk
meneguhkan dan menghibur hati para pengikutnya yang hidup semasa dengannya
dalam menghadapi pahit getirnya perjuangan menegakkan kebenaran dan ajaran
tauhid.
7.
Untuk
memudahkan mereka sedikit demi sedikit meninggalkan tradisi-tradisi jahiliyah
yang negatif.
8.
Untuk
menunjukan satu kenyataan yang tidak dapat dibantah tentang eksistensi
al-Qur’an sendiri, bahwa ia merupakan kalamullah semata.
9.
Mereka
yang berpendapat bahwa al-Qur’an itu ada nasikh dan mansukh.
10. Turunnya al-Qur’an secara
berangsur-angsur adalah sesuai dengan sunnahtullah yang berlaku di seluruh alam
ini.
I.
Penulisan
Al-Qur’an Pada Masa Nabi
Dari semua riwayat
mengenai penulisan al-Qur’an di masa Rasulullah itu disimpulkan:
1.
Tadwin al-Qur’an, telah terjadi pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua
al-Qur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun menurut petunjuk Rasul,
walaupun surat-suratnya belum tersusun seperti apa yang dapat dilihat sekarang
ini, dan tulisan-tulisannya belum terhimpun dalam suatu kesatuan yang terdiri
dari benda-benda seragam, baik bahannya maupun ukurannya.
2.
Kegiatan-kegiatan
dalam mentadwinkan al-Qur’an di masa Rasulullah itu menurut yang diterangkan
oleh riwayat-riwayat adalah terjadi dalam periode yang kedua, yaitu periode madaniy, sedangkan periode pertama
belumlah begitu tampak.
J.
Penulisan
Al-Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.
Masa
Khalifa Abu Bakar
Dari sejarah dapat diketahui, bahwa pada masa
pemerintahan Abu Bakar ini, kaum muslimin tiada henti-hentinya menghadapi
peperangan, dimulai dari peperangan riddah,
kemudian Hurub al-fath (perang
penaklukan), yang meminta perhatian dan tenaga kaum muslimin sehingga amat
sedikitlah tenaga dan pikiran mereka yang dapat digunakan untuk pemeliharaan
al-Qur’an. Maka faedah yang nyata dalam pengumpulan al-Qur’an di masa Abu Bakar
ini ialah bahwa al-Qur’an itu terkumpul di dalam satu mushhaf yang terbuat dari
lembaran-lembaran yang seragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan
ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah.
2.
Masa
Khalifah ‘Umar ibn Khattab
Selama masa pemerintahan khalifah ‘Umar, tidak ada
dilakukan usaha-usaha penyempurnaan mushhaf itu selanjutnya. Hal ini terutama
karena:
a.
Hurub
al-Fath (perang penaklukan) semakin diperhebat di masa khalifah ‘Umar.
b.
Kaum
muslimin merasa telah tentram dengan adanya mushhaf yang telah ditulis di masa
Abu Bakar.
Setelah ‘Umar wafat, mushhaf tersebut disimpan oleh
Hafshah binti ‘Umar atas pesan ‘Umar sendiri, dengan beberapa pertimbangan,
antara lain:
a.
Hafshah
adalah seorang istri Rasulullah dan sebagai putri khalifah.
b.
Hafshah
dikenal sebagai seorang yang cerdas dan pandai tulis baca, lagi pula ia hafal
keseluruhan al-Qur’an.
3.
Masa
Khalifah Usman ibn Affan
Pada
masa khalifah ‘Usman, keadaan sudah mulai berubah. Daerah Islam semakin luas
dan kaum muslimin tidak lagi hanya terdiri dari bangsa Arab semata, melainkan
telah banyak pula bangsa-bangsa yang
bukan bangsa Arab dan bukan berbahasa Arab telah menganut agama Islam.
Kemudian khalifah ‘Usman
membentuk suatu panitia yang terdiri dari:
1)
Zaid
ibn Tsabit, sebagai ketua
2)
Abdullah
ibn Zubair
3)
Sa’ad
ibn al-‘Ash
4)
Abd
al-Rahman ibn al-Harist ibn Hisyam
Tugas panitia ini
membukukan al-Qur’an, yaitu menuliskan atau menyalin kembali ayat-ayat
al-Qur’an itu dari lembaran-lembaran yang telah ditulis pada masa Abu Bakar,
sehingga menjadi mushhaf yang lebih sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh
kaum muslimin sebagi sumber bacaan dan hafalan mereka.
Kepada panitia ini
khalifah ‘Usman memberikan patokan-patokan sebagai berikut:
a.
Supaya
panitia berpedoman kepada bacaan orang-orang yang hafal al-Qur’an, di samping
tulisan-tulisan yang ada pada mushhaf Abu Bakar.
b.
Jika
terjadi pertikaian antara panitia itu sendiri tentang bahasa/bacaan al-Qur’an,
maka panitia hendaklah menuliskannya menurut dealek suku Quraisy, karena
al-Qur’an itu diturunkan menurut dealek mereka.
Panitia tersebut
menuliskan sebanyak lima buah mushhaf. 4 buah diantaranya dikirimkan ke
daerah-daerah, yaitu Makkah, Syiria, Bashrah, Kufah dan yang satu lagi tetap di
Madinah untuk khalifah ‘Usman. Inilah yang dinamakan mushhaf Usman atau mushhaf
al-Imam.
Manfaat dari penulisan
kembali al-Qur’an di masa khalifah ‘Usman ini, antara lain adalah sebagai
berikut:
a.
Kaum
muslimin telah dapat dipersatukan pada mushhaf-mushhaf yang seragam ejaan
tulisannya.
b.
Mereka
juga dapat disatukan pada qiraat yang
sama yang tidak menyalahi ejaan tulisan
pada mushhaf itu.
c.
Kaum
muslimin dapat disatukan mengenai sususan surat pada mushhaf-mushhaf mereka.
d.
Dengan
adanya 5 buah mushhaf yang resmi itu, kaum muslimin telah mempunyai standar
yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca, menghafal dan memperbanyak
memperbanyak mushhaf-mushhaf al-Qur’an itu, sehingga penyiaran dan pemeliharaan
al-Qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin keasliannya.
K.
Penyempurnaan
Pemeliharaan Al-Qur’an Setelah MAsa Khalifah
Setelah masa kahlifah,
pemeliharaan al-Qur’an terus dilanjutkan dan disempurnakan, dengan cara memberi
syakel dan member titik pada tulisan-tulisan mushhaf.
Datanglah al-Khalil ibn
Ahmad ahli nawhu yang masyhur, ia menciptakanyang syakel dan titik yang menjadi
dasar bagi apa yang dapat dilihat pada mushhaf sekarang ini, yaitu:
a.
Sebagai
harkat dipakainya huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi bagi harkat-harkat itu. Diletakannya huruf wau kecil di depan huruf sebagai tanda
bunyi dhammah, karena wau kecil itu adalah sumber bunyi (u).
diletakannya huruf ya kecil di bawah
huruf sebagai tanda kasrah, karena ya itu adalah sumber bagi bunyi (i).
diletakkannya huruf alif kecil berbaring
di atas huruf sebagai tanda fathah, karena
alif itu sumber bagi bunyi (a).
b.
Sebagai
titik-titik huruf, al-Khalil membuatnya seperti apa yang dapat dilihat pada
tulisan-tulisan sekarang ini.
c.
Selain
dari itu, diciptakan pula tanda-tanda lain, seperti tanda-tanda tasydidi, mad, sukun dan lain-lainnya.
L.
Rasm
Al-Qur’an
1.
Pengertian
rasm al-Qur’an
Kata rasm
adalah bahasa Arab, yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan tulisan
atau ejaan. Kata itu dikaitkan dengan al-Qur’an, maka artinya ialah tulisan
atau ejaan al-Qur’an.
2.
Pendapat
tentang rasm al-Qur’an
Berdasarkan riwayat yang telah ada dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa, rasm mushhaf ‘Usmani wajib diikuti, karaena hal itu merupakan
ketetapan Rasul dan perintahnya, serta ijma’ para sahabat sejumlah 12.000 orang
sahabat. Kemudian setelah itu ijma’ ummat pada masa tabi’in dan imam
mujtahidin.
Menurut Ibn Khaldun di dalam kitabnya Muqaddimah, dan al-Qadhi Abu Bakar
didalam kitabnya al-Intishar, yang
dikutip oleh al-Zarqani mengemukakan pendapat-nya bahwa, rasm ‘Usmani adalah isthilahi dan bukan tauqifi. Oleh karena itu orang boleh menyalahinya. Ia berkata:
Ringkasnya, “setiap
orang yang berpendapat bahwa wajib atas seseorang memakai satu rasm yang
tertentu saja, maka haruslah dia mengemukakan alasan sebagai bukti atas
kebenaran pendapatnya itu”.
3.
Kaitan
rasm al-Qur’an dengan Qira’at
Rasm al-Qur’an adalah cara-cara yang direstui khalifah
‘Usman r.a dalam menulis kalimat-kalimat al-Qur’an dan huruf-hurufnya,
sedangkan qira’at adalah cara membaca lafazh-lafazh yang tertulis dari wahyu
al-Qur’an tersebut dalam bentuk-bentuk huruf, apakah dengan memanjangkan atau
memendekkan, meringankan atau mentasydidkan dan sebagainya.
Melihat pengertian rasm al-Qur’an dan qira’at
tersebut, ternyata terdapat kaitan yang erat antara keduanya, karena apa yang
tertulis, tentunya akan demikian pula bacaan atau ucapannya. Namun rasm
al-Qur’an tidak selamanya harus demikian, kadang-kadang antara bacaan/ qira’at
dengan tulisannya berbeda. Hal ini menurut al-Zarqani karena ada maksud-maksud
tertentu yang mulia.
BAB
3
ASBAB
AL-NUZUL
A.
Pengertian
Dan Macam-Macam Asbab Al-Nuzul
Dalam bahasa Indonesia
asbab nuzul artinya, ialah sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Al-Qur’an
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, di antaranya ada yang trurun
tanpa suatu sebab, karena hanya semata-mata untuk memberikan petunjuk kepada
makhluk-Nya tentang kebenaran, dan ada pula yang turun karena adanya
sebab-sebab tertentu.
Sebab-sebab turunnya ayat
yang dalam bentuk peristiwa,menurut al-Zarqani sebagai berikut:
a.
Peristiwa
berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang terjadi antara kelompok Aus dan
Khazraj karena terkena provokasi dari musuh-musuh Allah Yahudi, sehingga mereka
berseru mengangkat senjata al-silah,
al-silah. Berkenaan dengan peristiwa ini maka turunlah ayat 100-103 surat
Ali ‘Imran.
b.
Peristiwa
berupa kesalahan fatal yang dilakukan, seperti peristiwa orang yang sedang
mabuk menjadi imam shalat, sehingga ia salah dalam membaca surat setelah
al-Fatihah. Berkenaan dengan peristiwa ini maka turunlah ayat Allah yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan”.
c.
Peristiwa
berupa keinginan dan harapan, maka turunlah salah satu QS. al-Ahzab ayat 53.
Demikian pula sebab-sebab
turun ayat dalam bentuk pertanyaan yang diajukan kepada Nabi SAW:
a.
Pertanyaan
yang berhubungan dengan perkara yang telah lalu, seperti QS. al-Kahfi ayat 83.
b.
Pertanyaan
yang berhubungan dengan perkara yang sedang berlangsung, seperti QS. al-Isra
ayat 85.
c.
Pertanyaan
yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti QS. al-Naziat ayat 42.
Dalam menghadapi beberapa riwayat tentang sebab
turunya suatu ayat, sedang ayat yang turun hanya satu atau ta’addud al-Asbab wa al-Nazil Wahid, para ulama telah memiliki cara
penyelesaiannya dalam empat macam, yaitu:
a.
Apabila
ada dua riwayat, salah satunya shahih, sedang yang lainnya tidak shahih, maka
yang dipegang ialah riwayat yang shahih.
b.
Apabila
terdapat dua riwayat, dimana kedua-duanya shahih, maka salah satunya harus
ditarjihkan. Dan yang dipegangi ialah yang rajah.
c.
Apabila
kedua riwayat itu shahih kedua-duanya, sedang salah satunya tidak dapat
ditarjihkan, maka hendaklah dikompromikan, dengan menetapkan bahwa ayat itu
turun setelah terjadinya dua sebab.
d.
Apabila
kedua riwayat itu shahih kedua-duanya, tetapi tidak dapat ditarjihkan salah
satunya atau dikompromikan, karena kejadian yang satu dengan yang lainnya
berselang lama, maka hendaklah dipandang bahwa ayat itu turun berulang kali.
B.
Ungkapan-Ungkapan
Asbab Al-Nuzul
Ungkapan atau ibarat yang
dipergunakan dalam menerangkan sebab nuzul suatu ayat itu berbeda-beda. Ada
yang dengan jelas menyatakan lafazh sebab. Adapula yang menyatakn bukan dengan
lafazh sebab tetapi dengan menggunakan huruf fa (huruf ‘athaf).
Dalam pada itu, apabila
ada dua ungkapan atau ibarat yang digunakan dalam meriwayatkan sebab nuzul
suatu ayat, di aman salah satunya merupakan nash yang sharih (jelas) tentang
sebab nuzulnya, sedangkan yang lainnya tidak jelas, maka yang dipegangi ialah
nash yang jelas. Adapun nash yang tidak jelas itu dipandang sebagai penjelasan
tentang hukum yang dikandung oleh ayat itu. Nash yang kuat adalah lebih kuat
dalalahnya daripada ucapan yang masih mengandung beberapa kemungkinan.
C.
Urgensi
dan Kegunaan Asbab Al- Nuzul
Kegunaan mempelajari ilmu
asbab al-Nuzul diantaranya ialah:
1.
Untuk
mengetahui hikmah (rahasia) yang mendorong disyari’atkannya suatu ayat hukum.
2.
Untuk
mengetahui pengecualian hukum (takhshish)
terhadap orang berpendirian bahwa hukum itu harus dilihat terlebih dahulu dari
sebab-sebab yang khusus.
3.
Untuk
membantu dan menghilangkan kesulitan-kesulitan dalam memahami suatu ayat.
4.
Untuk
menolak dugaan adanya hashr (pembatasan)
pada ayat yang menurut lahirnya mengandung hashr
(pembatasan).
5.
Untuk
mengetahui bahwa sebab nuzul ayat tidak pernah ke luar dari hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut, sekalipun datang mukhashishnya (yang
mengkhususkannya).
6.
Untuk
mengetahui dengan jelas kepada siapa ayat itu diturunkan, sehingga tidak keliru
dengan yang lainnya.
7.
Untuk
memudahkan menghafal, memahami serta melekatkan wahyu itu pada hati setiap
orang yang mendengarnya, apabila ia mengetahui sebab nuzulnya.
BAB 4
MUNASABAH
AL-QUR’AN
A.
Pengertian
Dan Macam-Macam Munasabah
1.
Pengertian
Munasabah
Munasabah menurut pengertian bahasa ialah
al-Muqarabah, artinya kedekatan.
Ilmu Munasabah ini dapat berperan mengganti Ilmu Asbab
al-Nuzul, apabila seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat,
tapi seseorang bias mengetahui adanya relevansi/hubungan ayat itu dengan ayat
lainnya.
2.
Macam-macam
Munasabah
Dilihat dari segi sifat munasabah ada dua macam,
yaitu:
a.
Persesuaian
yang nyata atau persesuaian yang tampak jelas, karena kaitan dalam yang satu
dengan yang lain erat sekali, sehingga yang satu tidak bias menjadi kalimat
yang sempurna, bila dipisahkan dengan kalimat yang lainnya, seolah-olah ayat
tersebut merupakan satu kesatuan yang sama.
b.
Persesuaian
yang tidak jelas atau samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat
yang lain, sehingga tidak tampak adanya hubungan antara keduanya.
Dilihat dari segi materinya, munasabah itu ada dua
macam pula, yaitu:
a.
Munasabah
antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain.
b.
Munasabah
antar surat, yaitu munasabah atau persambungan antara surat yang satu dengan
surat yang lain.
Dalam pada itu, Manna’ al-Qaththan membagi munasabah
ke dalam tiga kategori:
a.
Munasabah
terletak pada perhatiannya terhadap keadaan lawan bicara.
b.
Munasabah
antara satu surat dengan surat yang lain.
c.
Munasabah
antara awal surat dengan akhir surat.
B.
Urgensi
Dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
Mempelajari munasabah ini mempunyai faedah dan
kegunaan yang banyak, antara lain sebagai berikut:
1.
Untuk
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
2.
Mengetahui
munasabah/hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat atau ayat,
maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain.
3.
Untuk
memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, serta membantu seseorang
dalam memahami keutuhan makna al-Qur’an itu sendiri.
4.
Untuk
menemukan korelasi/hubungan antara ayat, sangat diperlukan kejernihan rohani
dan rasio, agar orang terhindar dari kesalahan penafsiran.
BAB 5
AL-MAKKIY DAN
AL-MADANIY
A.
Pengertian
Al-Makkiy Dan Al-Madaniy
Pengertian al-Makkiy dan
al-Madiny yang menitik beratkan perhatiannya kepada masa turunnya ayat yaitu:
“Makkiyah
ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya
di luar Makkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah,
sekalipun turunnya di Makkah”.
B.
Klasifikasi
Ayat-ayat dan Surat-surat Al-Qur’an
Dari segi Makkiyah dan
Madaniyyah ini, maka surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam
sebagai berikut:
1.
Surat-surat
Makkiyah murni, yaitu surat-surat Makkiyah yang seluruh ayat-ayatnya juga
berstatus Makkiyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyah. Seluruhnya ada 58
surat, yang berisi 2.074 ayat.
2.
Surat-surat
Madaniyyah murni, yaitu surat-surat Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya
Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah. Seluruhnya ada 18 surat,
yang terdiri dari 737 ayat.
3.
Surat-surat
Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya
kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi
didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah. Didalam al-Qur’an ada
32 surat, yang terdiri dari 2.699 ayat.
4.
Surat-surat
Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang kebanyakan
ayat-ayatnya berstatus Madaniyyah. Didalam al-Qur’an ada 6 surat, yang terdiri
dari 726 ayat.
C.
Ciri-ciri
Khas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah
Ciri-ciri
surat/ayat Makiyyah sebagai berikut:
1.
Dimulai
dengan nida’ (panggilan): yaa
ayyuhan-naas
2.
Di
dalamnya terdapat lafazh: kalla
3.
Didalamnya
terdapat ayat-ayat sajdah
4.
Dipermulaannya
terdapat huruf-huruf tahajji atau fawatih al-suwar
5.
Di
dalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan ummat-ummat terdahulu
6.
Di
dalamnya berisi cerita-cerita terhadap kemusyrikan dan penyembahan-penyembahan
terhadap selain Allah SWT.
7.
Di
dalamnya berisi keterangan-keterangan adat kebiasaan orang-orang kafir dan
musyrik.
8.
Di
dalamnya berisi penjelasan dengan bukti-bukti dan argumentasi dari alam ciptaan
Allah SWT yang dapat menyadarkan orang-oarang kafir.
9.
Berisi
ajaran prinsip-prinsip akhlak mulia dan pranata social yang tinggi.
10. Berisi nasihat-nasihat
petunjuk dan ibarat-ibarat dari balik cerita yang dapat menyadarkan bahwa kekafiran, kedurhakaan, dan pembangkangan
ummat itu hanya mengakibatkan kehancuran dan kesengsaraan saja.
11. Berisi ayat-ayat nida
yang ditunjuk kepada penduduk Makkah.
12. Kebanyakan ayat-ayatnya
pendek.
Adapun
cirri-ciri surat Madaniyyah antara lain sebagai berikut:
1.
Bila
di dalmanya berisi hukum-hukum pidana.
2.
Di
dalamnya berisi hukum-hukum faraidh (waris-mewaris).
3.
Berisi
izin jihad fi sabilillah dan hukum-hukumnya.
4.
Berisi
mengenai keterangan orang-orang munafik dan sifat-sifat serta
perbuatan-perbuatannya.
5.
Berisi
hukum-hukum ibadah.
6.
Berisi
hukum-hukum mu’amalah.
7.
Berisi
hukum-hukum munakahat.
8.
Berisi
hukum-hukum kemasyarakatan.
9.
Berisi
dakwah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.
10. Berisi ayat-ayat nida
yang ditunjuk kepada penduduk Madaniyyah yang Islam, dan khittab.
11. Kebanyakan ayat-ayatnya
panjang.
D.
Kegunaan
Mempelajarinya
Kegunaan
mempelajari ilmu al-Makky dan al-Madaniy ini sngat besar, antara lain:
1.
Agar
dapat membedakan mana ayat-ayat yang nasihk dan mana yang mansukh.
2.
Agar
dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya yang bijaksana
secara umum.
3.
Mendorong
keyakinan yang kuat, bahwa al-Qur’an adalah betul-betul kitab suci yang murni,
terhindar dari prubahan dan penggantian.
4.
Agar
dapat mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh al-Qur’an
secara bertahap dan sangat bijaksana.
5.
Agar
dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi dan kondisi masyarakat pada
waktu-waktu turun ayat-ayat al-Qur’an, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah.
6.
Agar
dapat mengetahui uslub-uslub/gaya bahasanya yang berbeda-beda.
BAB 6
AL-MUHKAM WA AL-MUTASYABIH
A.
Pengetian
Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam
ialah ayat yang dalalahnya rajah, yaitu berupa nash dan zhahir, sedangkan
mutasyabih ialah yang dalalahnya tidak rajah, yaitu yangmujmal, muwal, dan
musykil. Pendapat ini menurut Imam al-Razi dan sebagian besar ahli tahqiq.
B. Sikap Para Ulama Terhadap
Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Dikalangan
ulama terdapat perbedaan pendapat dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabih, sedang
dalam menghadapi ayat-ayat muhkam mereka sepakat, karena ma’nanya sudah jelas.
Sikap ulama dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabih, di antaranya ada yang
menyerahkan artinya kepada Allah SWT,
dan ada pula yang menta’wilkannya.
C. Fawatih Al-Suwar
Fawatih
al-Suwar artinya ialah pembukaan surat-surat. Dan yang dimaksud dalam tulisan
ini ialah huruf-huruf potong (muqaththa’ah) yang terdiri dari satu atau
beberapa husuf hijaiyah yang terdapat pada permulan dari sebagian surat-surat
al-Qur’an, dan merupakan suatu perkataan yang tidak dikenal artinya oleh bangsa
Arab dalam bahasa yang mereka pakai sehari-hari.
Didalam
al-Qur’an terdapat 29 surat yang dimulai dengan fawatih al-suwar, 27 surat
turun di Makkah, sedang 2 surat yang lainya turun di Madinah.
Fawatih
al-Suwar terdiri dari beberapa macam bentuk, dari satu sampai lima buah huruf.
Di antaranya adalah:
a) Yang tediri dari satu
huruf, dan ini terdapat pada tiga surat, yaitu huruf shad pada surat shad, huruf qof
pada surat Qaf, dan huruf nun pada surat al-Qalam.
b) Yang terdiri dari dua
huruf, dan ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh surat di antaranya dinamakan hawamim, karena surat-suratnya dimulai
dengan huruf ha dan mim, sedang yang tiga surat lagi dimulai
dengan huruf tho dan ya.
c) Yang terdiri dari tiga
huruf terdapat pada 13 surat yaitu alif laam mim, alif laam ro, dan tho sim miim.
d) Yang terdiri dari empat
huruf pada 2 surat yaitu alif laam mim
shaad dan alif laam mim roo.
e) Yang terdiri dari lima
huruf dan terdapat pada surat Maryam saja yaitu kaaf haa yaa ‘ain shaad.
D. Hikmah Adanya Ayat-Ayat
Muhkam dan Mutasyabih
1. Merupakan rahmat Allah
SWT kepada manusia yang lemah ini, yang tidak sanggup mengetahui segala
sesuatu.
2. Sebagai ujian dan cobaan,
apakah manusia itu betul-betul percaya kepada berita yang benar ataukah tidak.
3. Bahwa al-Qur’an
mengandung da’wah kepada orang yang khusus dan umum.
4. Untuk membuktikan
kelemahan dan kebodohan manusia, sekalipun ilmunya banyak.
5. Dengan adanya mutasyabih
dan muhkam di dalam al-Qur’an, maka setiap orang yang mempunyai aliran akan
dirangsang untuk mencari sesuatu yang akan memperkuat alirannya itu.
6. Untuk menetapkan
kemu’jizatan al-Qur’an.
7. Untuk memudahkan
menghafal dan memelihara al-Qur’an.
8. Bilamana al-Qur’an
mengandung ayat mutasyabih, maka untuk sampai kepada hakikat kebenarannya
adalah sukar dan berat, dan keberatan itu akan membawa kepada bertambahnya
pahala.
9. Dengan adanya muhkam dan
mutasyabih di dalam al-Qur’an, mendorong ahli-ahli pikir untuk menghasilkan
ilmu-ilmu yang banyak.
10. Dengan adanya muhkam dan
mutasyabih di dalam al-Qur’an, mendorong ahli pikir untuk meminta bantuan
berdasarkan dalil aqliyah, sehinga ia terlepas dari kegelapan taqlid.
BAB 7
QIRA’AT AL-QUR’AN
A.
Pengertian
Qira’at
Menurut bahasa, kata qira’ah berarti bacaan, isim mashdar dari kata qara’a.
“Qira’ah adalah ilmu untuk mengetahui tata cara
pengucapan lafazh al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diperdebatkanpara
ahli qira’at.
Berkaitan dengan qira’ah ini terdapat bermacam-macam
qira’ah, dan yang masyhur ada tujuh macam, dikenal dengan sebutan qira’at sab’ah, suatu qiea’at yang
dibangsakan kepada tujuh imam qira’at, yaitu:
1.
Nafi’ al-Madani
2.
Ibnu Katsir al-Makkiy
3.
Abu Amer ibn al-‘Ala
4.
Ibnu ‘Amir al-Dimasyqi
5.
‘Ashim ibn Abi al-Nujud al-Kkufi
6.
Hamzah ibn Habib al-Zayyat
7.
al-Kisa’i
8.
abu ja’far
9.
Ya’qub al-Hadhramy
10.
khalaf ibn Hisyam al-Bazzar
11.
ibnu Muhaishin
12.
al-Yazidy
13.
al-Hasan al-Bashri
14.
al-A’masy
B.
Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
M.Quraish Shihab mengemukakan
beberapa factor yang melatarbelakangi perbedaan qira’at, yaitu:
1.
Perbedaan
syakl, harakah, atau huruf.
2.
Nabi
sendiri melantunkan berbagai versi qira’ah.
3.
Adanya
pengakuan Nabi (taqrir) terhadap berbagai versi qira’ah para sahabatnya.
4.
Perbedaan
riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut bacaan ayat-ayat tertentu.
5.
Karena
perbedaan dialaek (lahjah) dari berbagai unsure etnik di masa Nabi.
C.
Urgensi
Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya Dalam Istinbath Hukum
Mempelajari berbagai macam qira’ah, sebagaimana
disebutkan di atas mengandung beberapa faedah dan kepentingan, antara lain
sebagai berikut:
1.
Untuk
memudahkan ummat islam seluruhnya, khususnya bangsa Arab yang telah diturunkan
al-Qur’an.
2.
Untuk
mempersatukan ummat Islam di atas dasar bahasa yang satu.
3.
Untuk
menjelaskan suatu hukum dari beberapa hukum.
4.
Untuk
mengkompromikan antara dua hukum yang berbeda.
5.
Untuk
menunjukkan kepada hukum syara’.
6.
Untuk
menolak prasangka yang tidak dimaksud.
7.
Untuk
menjelaskan sebagian lafazh yang mubham (samar).
8.
Untuk
meluruskan aqidah.
BAB 8
I’JAZ AL-QUR’AN
A.
Pengertian
dan Macam-macam Mu’jizat
Mu’jizat menurut bahasa
artinya ialah melemahkan, atau ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari
kuasa atau sanggup. Pengertian mu’jizat tersebut penekanannya kepada kelemahan
orang untuk mendatangkan yang sepertinya, dan ini sudah dimaklumi oleh setiap
orang yang berakal, karena memang sejak dahulu sampai sekarang dan nanti tidak
ada seorangpun yang sanggup menandinginnya. Tetapi tujuannya bukanlah
semata-mata melemahkan, melainkan juga untuk menampakan, bahwa kitab ini adalah
benar dan Rasul yang membawanya adalah Rasul yang benar pula.
Adapun mu’jizat tersebut
menurut Agli Husin al-Munawar dan Maskur Hakim ada dua macam:
1.
Mu’jizat
“hissi”, yaitu mu’jizat yang dapat dilihat oleh mata, didengar oleh telinga,
dicium oleh hidung, diraba oleh tangan, dirasa oleh lidah, yang lebih tegas
dapat dicapai oleh panca indra.
2.
Mu’jizat
“ma’nawi”, yaitu mu’jizat yang tidak mungkin dapat dicapai dengan kekuatan
panca indra, tetapi harus dicapai dengan kekuatan “aqli” dengan kecerdasan
pikiran.
B.
Segi-segi
Kemu’jizatan Al-Qur’an
Sebagaimana diketahui, al-Qur’an adalah mu’jizat Nabi
Muhammad SAW yang terbesar. Kemu’jizatannya tampak dalam beberapa segi, di antaranya
ialah:
1.
Gaya
bahasa
2.
Ijaz
3.
Undang-undang
ilahi yang sempurna
4.
Berita
hal-hal yang ghaib
5.
Sejalan
dengan ilmu pengetahuan modern
6.
Menepati
janji
7.
Memenuhi
kebutuhan manusia
8.
Berkesan
dalam hati
9.
Terhindar
dari kontradiksi
BAB 9
TAFSIR, TA’WIL DAN TARJAMAH
A. Pengertian Tafsir,
Ta’wil, dan Tarjamah
Tafsir yaitu keterangan, penjelasan atau kupasan yang
dipakai untuk menjelaskan maksud dari kata-kata yang musykil. Pada prnsipnya
sama, yaitu bertujuan menjelaskan al-Qur’an atau ayat-ayatnya atau
lafazh-lafazhnya, sehingga al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia benar-benar
dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan, demi tercapainya kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Ta’wil menurut bahasa artinya kembali atau
mengembalikan yakni mengembalikan arti lafazh kepada salah satu dari beberapa
artinya yang bermacam-macam. Jadi menta’wilkan al-Qur’an, artinya ialah
membelokkan atau memalingkan lafazh-lafazh atau kalimat-kalimat yang ada dalam
al-Qur’an dari ma’na zhahirnya ke ma’na lain, sehingga dengan cara demikian
pengertian yang diperoleh lebih cocok dan sesuai dengan jiwa ajaran al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah SAW.
Tarjamah arti intinya adalah penjelasan, sehingga
karenanya dapat diperluas untuk setiap ungkapan yang memerlukan penjelasan. Tarjamah
dalam istilahi ada dua macam, yaitu Tarjamah Harifiyah dan Tarjamah Tafsiriyah.
B. Perbedaan Tafsir, Ta’wil,
dan Tarjamah
Perbedaan antara tafsir dengan ta’wil
1.
Tafsir
berbeda dengan ta’wil pada ayat-ayat yang menyangkut soal umum dan khusus.
2.
Bahwa
tafsir adalah penjelasan lebih lanjut bagi ta’wil.
3.
Tafsir
menerangkan ma’na lafazh (ayat) melalui pendekatan riwayat, sedangkan ta’wil
pendapat dirayah (kemampuan ilmu).
4.
Tafsir
menerangkan ma’na-ma’nanya diambil dari bentuk yang tersurat sedangakn ta’wil
yng tersirat.
5.
Tafsir
berhubungan dengan ma’na-ma’na ayat atau lafazh yang biasa-biasa saja,
sedangkan ta’wil berhubungan dengan ma’na-ma’na yang sakral dan ilmu-ilmu
pengetahuan.
6.
Tafsir
mengenai penjelasan ma’nanya telah diberikan oleh al-Qur’an sendiri, sedangkan
ta’wil penjelasan ma’nanya diperoleh melalui istinbath dengan memanfaatkan
ilmu-ilmu alatnya.
Demikian pula perbedaan
tafsir dengan tarjamah antara lain yaitu:
1.
Pada
tarjamah terjadi peralihan bahasa, dari bahasa pertama ke bahasa terjamah, tidak
ada lagi lafazh atau kosa kata bahsa pertama itu melekat pada bahasa
terjemahnya.
2.
Pada
terjamah sekali-kali tidak boleh melakukan istithrad.
3.
Tarjamah
pada lazimnya mengandung tuntutan dipenuhi semua ma’na yang dikehendakioleh
bahasa pertama, tidak demikian halnya dengan tafsir.
4.
Tarjamah
pada lazimnya mengandung tuntutan ada pengakuan, bahwa semua ma’na yang
dimaksud, yang telah dialih bahasakan oleh penterjamah adalah ma’na yang
ditunjuk oleh pembicaraan bahsa pertama dan memang itulah yang dikehndaki oleh
penutur bahasa.
C. Klasifikasi Tafsir Bi
al-Matsur dan Bi al-Ra’yi
1.
Tafsir
bi al-Ma’tsur
Tafsir ini boleh juga
disebut dengan tafsir bi al-Riwayah atau bi al-Manqul, yaitu rangkaian
keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, sunnah atau kata-kata sahabat sebagai
keterangan/penjelasan amksud dari firman Allah SWT, yaitu penafsiran al-Qur’an
dengan sunnah.
2.
Tafsir
bi al-Ra’yi
Tafsir ini dapat juga
disebut dengan tafsir bi al-Dirayah atau tafsir bi al-Ijtihad, yaitu tatfsir
yang pola pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an dilakukan melalui ijtihad,
dengan menggunakan akal pikiran (ra’yu) yang dalam prakteknya mendayagunakan
atau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil
penafsiran yang memadai, sesuai dengan yang dikehendaki oleh isi ayat yang
bersangkutan.
BAB 10
ISRAILIYAT DALAM TAFSIR
A.
Pengertian
Israiliyat
Adapun yang dimaksud
dengan Israiliyat di sini ialah berita-berita yang berasal dari orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang diterima oelh sebagian musafir dan memasukannya ke
dalam tafsir sebelum terlebih dahulu
meneliti kebenarannya.
B.
Macam-macam
Tafsiran Israiliyat
Macam-macam tafsiran Israiliyat dapat dibagi 3 macam:
1.
Kita
tidak mengetahui benar tidaknya kisah mereka, karena tidak ada keterangannya
dipihak kita.
2.
Kita
mengetahui bahwa kisah mereka bohong karena berlawanan dengan keterangan yang
ada pada kita, sehingga kita tolak.
3.
Kisah
mereka yang dapat kita terima karena sesuai dengan keterangan yang ada di
tangan kita, yaitu al-Qur’an atau Hadits Rasulullah.
C.
Kewajiban
Membersihkan Kitab-Kitab Tafsir dari Israiliyat
Seperti diketahui
Isriliyat ini masuk ke dalm tafsir melalui dua jalan, yaitu:
1.
Dari
kaum muslimin itu sendiri
2.
Dari
tokoh atau pendeta-pendeta Yahudi yang masuk Islam.
Sehubungan dengan
masuknya Isriliyat ini kedalam tafsir, maka timbullah beberapa pendapat di
kalangan ulama. Terlepas dari pendapat-pendapat itu, baik yang menerimanya
sebagai rukhsah maupun yang menolak, maka yang penting bagi kita ialah wajib
berusaha untuk memberihkan tafsir-tafsir itu dari Israiliyat, demi kesucian
al-Qur’an. Untuk itu perlu dibentuk suatu lembaga atau lajnah untuk melakukan
penelitian terhadpa kitab-kitab tafsir yang ada sekarang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd al-Mu'in, M.T.Thahir, Vlum
al-Qur'an, Penerbit
"AS" Yogyakarta, 1964.
Abd al-Rahim, Muhammad, Mu'jizat
wa Ajaib Min al-Qur'an al-Karim,Dar al-Fikr, Bairut-Libanon, 1995 M-1415 H.
Abd
al-Wahid, Ramli, Vlum al-Qur'an, Rajawali Perss, Jakarta, 1993.
Ahmad
al-Malik, Akidah, II, Al-Hidayah, Jakarta, 1983.
Al-Abyari, Ibrahim, Tarikh al-Qur'an, terjemahan Halimuddin, S.H., Sejarah
al-Qur'an, PT.Rineka
Cipta, Jakarta, 1992.
Al-Munawar, S.Agil Husin, dan Hakim, Masykur, Vjaz
al-Qur'an dan Metodologi Tafsir, Dunia Utama, Semarang, 1994.
Al-Qaththan, Manna Khalil, Mahabits
Fi Vlum al-Qur'an, Mansyurat al-Ashr al-Hadits, Riyadh, 1393 H-1973 M.
Al-Sayuthi, Jalal al-Din, Al-Itqan
Fi Vlum al-Qur'an, Dar al-Fikr, Bairut-Libanon, 1399 H-
1979 M.
___________ , Lubab
al-Nuqul Fi Asbab al-Nuzul,Y>zx al-Tahrir, Kairo, 1382 H.
___________ , Mukhtashar
al-Itqan Fi Vlum al-Qur'an, terjemahan Ain al-Rafiq Shaleh
Tamhid, Apa
itu al-Qur'an, Gema
Insani Press, Jakarta, 1989 M.
Al-Shalih,
Subhi, Mabahits Fi Vlum al-Qur'an, Dar al-Um Lil Malayin, Bairut, 1977.
Al-Shabuni, Muhammad Ali, Al-Tibyan
Fi Vlum al-Qur'an, Maktabah al-Ghazali, Damsyiq, 1390 H.
Al-Wahidi, Abi
al-Hasan Ali ibn Ahmad, Asbabal-Nuzul, Musthafa al-Babi al-Halabi, Mesir,
1968 M-1387H.
Al-Dzahabi,
Muhammad Husein, Al-Tafsir wa al-Mufassirun, Jilid I, tanpa nama Penerbit, Hadaiq Hulwan, 1396 H-1976 M.
Al-Zarqani, Abd al-Azhim, Manahil al-'Irfan Fi 'Ulum
al-Qur'an, Dar Ihya
al-Kutub al-Arabiyah, Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, tanpa nama tempat,
tanpa tahun.
Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad, Al-Burhan
Fi 'Ulum al-Qur'an, Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakah, Mesir, tanpa tahun.
Ar-Rumi,
Fahd Abd al-Rahman, Dirasat Fi 'Ulum al'Qur'an, terjemahan Amirul Hasan dan Muhammad
Halabi, 'Ulum al-Qur'an: Studi Kompleksitas al-Qur'an, Titia Ilahi Press, Yogyakarta, 1996.
As-Shiddieqy,
M.Hasbi, Ilmu-ilmu al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1967.
___________ , Sejarah
dan Pengantar Ilmu Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1965.
Az-Zanjani,
Abu Abdullah, Tarikh al-Qur'an, terjemahan Kamaluddin Marzuki Anwar, A, Qurtubi Hassan, Wawasan
Baru Tarikh al-Qur'an, Mizan, Bandung, 1986.
Bek, Khudhari, Tarikh al-Tasyri' al-Islami, terjemahan Mohammad Zuhri, Tarikh
al-Tasyri' al-Islami (Sejarah Pembinaan Huku Islam), Dar al-Ihya, Indonesia, 1980.
Chirzin, Muhammad, Al-Qur'an dan 'Ulum al-Qur'an, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,
1998.
Husein,
K.H.Ibrahim, et.al.Muqaddimah al-Qur'an dan Tafsirnya, Departemen Agama R.I.Jakarta,
1990-1991.
H.A.Abdul
Djalal, 'Ulum al-Qur'an, Dunia Ilmu, Surabaya, 1988.
Khalil,
H.Munawar, Al-Qur'an dari Masa ke Masa, Ramdhani, Semarang, 1952.
Khallaf, Abd al-Wahab, Ilmu Ushul F/q/i,Maktabah al-Da'wah
al-Islamiyah, Syabab al-Azhar, 1987.
Mahmud, Musthafa, Min Asrar al-Qur'an, terjemahan Muhdhar Husain Syabab, Sekelumit
Rahasia al-Qur'an, Aneka Pustaka Islam, Surabaya-Indonesia, 1991.
Nawawi, Rif'at Syauqi dan Hasan, M.Ali, Pengantar
Ilmu Tafsir, Bulan Bintang,
Jakarta, 1988.
Shihab,
Quraish, et.ai, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, Pustaka Firdaus, Jakarta 1999.
Shalaby Ahmad, Al-Mujtama al-Islami, terjemahan Muchtar Yahya, CV.Ahmad Nababan, Yogyakarta, 1957.
Zuhdi,
Msjfuk, Pengantar 'Ulum al-Qur'an, Rajawali Pers, Jakarta, 1993.
Comments
Post a Comment