A.
Pengertian Munasabah
Kata
Munasabah secara etimologi, menurut
As-Suyuthi berarti al-musyakalah (keseupaan)
dan al-muqarabah (kedekatan).Istilah ,unasabah digunakan dalam ‘illat dalam
bab qiyas, dan berarti Al-wasf Al-muqarib
li Al-hukm (gambaran yang berhubungan dengan hukum).
Menurut
pengertian terminologi, munasabah dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1.
Menurut
Az-Zarkasyi
المُنَسَبَةُ
اَمْرٌ مَعْقُوْلٌ إذَا غُرِضَ عَلَى العُقُوْلِ تَلَقَّنْهُ بِالقَبُوْلِ
Artinya : “Munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, past akal
itu akan menerimanya.”
2.
Menurut
Manna’ Al-Qaththan
وَجْهُ
الإِرْتِبَاطِ بَيْنَ الجُمْلَةِ والجُمْلَةِ فِى الآيَةِ الوَحِدَةِ أَوْ بَيْنَ
الأَيَةِ وَ الآيَةِ فِى الآيَةِ المُتَعَدِّدَةِ أَوْ بَيْنَ السُّوْرَةِ
وَالسُّوْرَةِ.
Artinya
: “Munasabah adalah sisi keterikatan
antara beberapa ungkpan di dalam satu ayat, atau antarayat pada beberapa ayat,
atau antar surat (di dalam Al-Qur’an).”
3.
Menurut
Ibn Al-‘Arabi
إِرْتِبَاطُأَيِّالقُرْآنِبَعْضٍحَتَّىتَكُوْنَكَالْكَلِمَةِالوَاحِدَةِمُتَّسِقَةِالمَعَانِىمُنْتَظِمَةِالمَبَانِىعِلْمٌالعَظِيْمٌ
Artinya : “Munasabah
adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu
ungkpan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung.”
4.
Menurut
Al-Biqa’i
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an,
baik ayat, atua surat dengan surat.”
Jadi,
dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, munasabah berarti
menjelasakan korelasi makna antarayat atau antarsurat, baik korelasi itu
bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli),
persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali);
atau korelasi berupa sebab-akibat, ‘illat
dan ma’lul, perbandingan, dan
perlawanan.
B.
Cara Mengetahui Munasabah
Para
ulama menjelasakan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihad.
Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak
ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun para sahabatnya.Oleh karena itu, tidak
ada keharusan mencari munasabah pada
setiap ayat. Alasannya, AL-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti
berbagai kejadian dan peristiwa yang ada.
As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu :
1.
Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.
Memerhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.
Menentukan
tingkatan uraian-uraian itu, pakah ada hubungannya atau tidak.
4.
Dalam
mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
C.
Macam-Macam Munasabah
Dalam
Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah yaitu :
1.
Munasabah antarsurat dengan
surat sebelumnya
As-Suyuti
menyimpulkan bahwa munasabah antarsatu
surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan
ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh, dalam surat Al-Fatihah [1] ayat
1 ada ungkapan alhamduillah. Ungkapan
ini berkorelasi dengan surat Al-Baqarah [2] ayat 152 dan 186 :
þÎTrãä.ø$$sùöNä.öä.ør&(#rãà6ô©$#urÍ<wurÈbrãàÿõ3s?ÇÊÎËÈ
Artinya : “Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
#sÎ)ury7s9r'yÏ$t6ÏãÓÍh_tãÎoTÎ*sùë=Ìs%(Ü=Å_é&nouqôãyÆí#¤$!$##sÎ)Èb$tãy((#qç6ÉftGó¡uù=sùÍ<(#qãZÏB÷sãø9urÎ1öNßg¯=yès9crßä©ötÇÊÑÏÈ
Artinya : “dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran.”
Nasr
Abu Zaid menjelasakan bahwa hubungan khusus surat Al-Fatihah dengan surat
Al-BAqarah merupakan hubungan stilistika-kebahasaan. Sementara huungan-hubungan
umum lebih berkaitan dengan isi dan kandungan. Hubungan stilistika-kebahasaan
ini tercermin dalam kenyataan bahwa surat Al-Fatihah diakhiri dngan doa :Ihdina Ash-shirath Al-Mustaqim, sirath
Al-ladzina an’amta alaihim ghair Al-Maghdhubi ‘alaihim wa la adh-dhallin. Doan
ini mendapatan jawabannya dalam permulaan surat Al-Baqarah Alif, Lam, Mim. Dzalika Al-Kitabu la raiba fihi hudan li Al-muttaqin.Atas
dasar ini, kita menyimpulkan bahwa teks tersebut berkesinambungan.
2.
Munasabah
antarnama
surat dan tujuan turunnya
Setiap
surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya
masing-masing, seperti srat Al-BAqarah [2], surat Yusuf [12], surat An-Naml 27]
dan surat Al-Jinn [72]. Lihatlah firman Allah surat Al-Baqarah [2]: 67-71 :
øÎ)urtA$s%4ÓyqãBÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9¨bÎ)©!$#ôMä.âßDù'tbr&(#qçtr2õs?Zots)t/((#þqä9$s%$tRäÏGs?r&#Yrâèd(tA$s%èqããr&«!$$Î/÷br&tbqä.r&z`ÏBúüÎ=Îg»pgø:$#ÇÏÐÈ(#qä9$s%äí÷$#$uZs9y7/uûÎiüt7ã$uZ©9$tB}Ïd4tA$s%¼çm¯RÎ)ãAqà)t$pk¨XÎ)×ots)t/wÖÚÍ$sùwuríõ3Î/8b#uqtãú÷üt/y7Ï9ºs((#qè=yèøù$$sù$tBcrãtB÷sè?ÇÏÑÈ(#qä9$s%äí÷$#$oYs9/uûÎiüt6ã$oY©9$tB$ygçRöqs94tA$s%¼çm¯RÎ)ãAqà)t$pk¨XÎ)×ots)t/âä!#tøÿ|¹ÓìÏ%$sù$ygçRöq©9Ý¡s?úïÌÏ໨Z9$#ÇÏÒÈ(#qä9$s%äí÷$#$uZs9y7/uûÎiüt7ã$uZ©9$tB}Ïd¨bÎ)ts)t6ø9$#tmt7»t±s?$uZøn=tã!$¯RÎ)urbÎ)uä!$x©ª!$#tbrßtGôgßJs9ÇÐÉÈtA$s%¼çm¯RÎ)ãAqà)t$pk¨XÎ)×ots)t/w×Aqä9sçÏVè?uÚöF{$#wurÅ+ó¡s?y^öptø:$#×pyJ¯=|¡ãBwspuÏ©$ygÏù4(#qä9$s%z`»t«ø9$#|M÷¥Å_Èd,ysø9$$Î/4$ydqçtr2xsù$tBur(#rß%x.cqè=yèøÿtÇÐÊÈ
Artinya
: “dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata:
"Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab:
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil". mereka menjawab: " mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah
itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;
Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". mereka berkata:
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami
apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi
menyenangkan orang-orang yang memandangnya." mereka berkata:
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar
bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)."Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk
membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan
hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Cerita
tentang lembu betina dalam surat Al-Baqarah [2] diatas merupakan inti
pembicaraannya, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan
perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan
kepada hari kemudian.
3.
Munasabah
antarbagian
suatu ayat
Munasabah antarbagian surat sering berbentuk pada munasabah Al-tadhadat (perlawanan)
seperti terlihat dalam surat Al-Hadid [57] ayat 4 :
uqèdÏ%©!$#t,n=y{ÏNºuq»yJ¡¡9$#uÚöF{$#urÎûÏpGÅ5Q$r&§NèO3uqtGó$#n?tãĸóyêø9$#4ÞOn=÷èt$tBßkÎ=tÎûÇÚöF{$#$tBurßlãøs$pk÷]ÏB$tBurãAÍ\tz`ÏBÏä!$uK¡¡9$#$tBurßlã÷èt$pkÏù(uqèduróOä3yètBtûøïr&$tBöNçGYä.4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=uK÷ès?×ÅÁt/ÇÍÈ
Artinya : “Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di
atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia
bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”
Antara
kata “yaliju” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu”(turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi
perlawanan. Contoh lainnya dalah kata “Al-‘adzab”
dan “Ar-h” dan janji baik setelah
ancaman.Munasabah seperti ini dapat
dijumpai dalam surat Al-Baqarah [2], An-Nisa [4] dan surat Al-Mai’dah [5].
4.
Munasabah
antarayat
yang letaknya berdampingan
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat
dengan jelas, tetapi sering pula tidak jelas.Munasabah antarayat yang terlihat dengan jelas umumnya menggunakan
pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh (bantahan), dan tasydid
(penegasan).
Munasabah antara ayat yang menggunakan polata’kid yaitu apabila salah
satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak
di sampingnya.
Munasabah antara ayat menggunakan pola tafsir, apabila satu ayat
atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di
sampingnya.
Munasabah antara ayat menggunakan pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau lebih tidak ada
kedudukannya dalam I’rab (struktur
kalimat), baik di pertengahan kalimat atau di antara dua kalimat yang
berhubungan maknanya.
Munasabah antara ayat mnggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas arti ayat
yang terletak di sampingnya.
Munasabah antarayat yang tidak jelas dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna)
yang terlihat dalam empat pola munasabah :
Munasabah yang berpolakan At-tanzir
terlihat pada adanya perbandingan antara ayat-ayat yang berdampingan.
Munasabah yang berpolakan Al-mudhadat
terlihat pada adanya perlawanan makan antara satu ayat makna yang lain yang
bedampingan.
Munasabah yang berpolakan istihradh
terlihat pada adanya penjelasan lebih lanjut dari suatu ayat.
Munasabah yang berpolakan takhallush
terlihat pada perpindahan dari awal pembicaraan pada maksud tertentu secara
halus.
5.
Munasabah
antar-suatu
kelompok ayat dan kelompok ayat disampingnya
Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 1 sampai ayat 20, misalnya
Allah memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi
orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya dibicarakan tiga
kelompok mausia dan sifat-sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir,
dan munafik.
6.
Munasabahantarfashilah
(pemisah) dan isi ayat
Macam munasabah ini mengandung tujuan-tujuan
tertentu.Diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat.
7.
Munasabah
antarawal
surat dengan akhr surat yang sama
Tentang
munasabah semacam ini, As-Suyuthi
telah mengarang sebuah buku yang berjudul Marasid
Al-Mathali fi Tanasub Al-Maqati’ wa Al-Mathali’.
Contoh
munasabah ini terdapat dalam surat
Al-Qashas [28] yang bermula dengan menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam
berhadapan dengan kekejaman Fir'aun. Atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi
Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat Allah
menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari
kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Kemudian, jika di awa surat
dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang kafir. Munasabah disini tereletak dari sisi
kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
8.
Munasabah
antar-penutup
suatu surat dengan awal surat berikutnya
Jika
diperhatikan pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah
untuk mencarinya. Misalnya, pada permulaan surat Al-Haddid [57] dimulai dengan
tasbih :
yx¬7y¬!$tBÎûÏNºuq»uK¡¡9$#ÇÚöF{$#ur(uqèdurâÍyèø9$#ãLìÅ3ptø:$#ÇÊÈ
Artinya : “semua
yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat
ini bermunasabah dengan akhir surat
sebelumnya, Al-Waqiah [56] yang memerintahkan bertasbih :
ôxÎm7|¡sùËLô$$Î/y7În/uËLìÏàyèø9$#ÇÒÏÈ
Artinya : “Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar.”
D.
Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
1.
Dapat
mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan
relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
2.
Mengetahui
atau persambungan/hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat atau
antarayat maupun antarsurat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan
dan kemukjizatannya.
3.
Dapat
diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dari yanglain.
4.
Dapat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu
kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat-ayat yang lain.
Comments
Post a Comment