A.
Pengertian Makkiyyah dan Madaiyyah
Para
sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi
Makkiyyah dan Madaniyyah.
Perspektif
masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا نَزَلَ قَبْلَ
اْلهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ : مَا نَزَلَ بَعْدَ
الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ بِمَكَةَ أَوْ عَرَفَةَ مَدَنِيُ
Artinya : “Makkiyah
ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun
bukan turun di Mekkah, sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah
Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipunbukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang
turun setelah peristiwahijrah disebut Madaniyyah, walaupun turun di Mekah atau
Arafah.”
Perspektif
tempat turun, mereka mendeinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
مَا نَزَلَ : بِمَكَةَ وَمَا جَا
وَرَهَا كَمِنَى وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ : مَا نَزَلَ
بِالمدِيْنَةِ وَمَا جَا وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ
Artinya : “Makkiyyah
ialah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan
Hudaibiyyah, sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan
sekitarnya, seperti Ubud, Quba’, dan Sul’a.”
Perspektif
objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
َلْمَكِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا
لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا
لِأَهْلِ المدِيْنَةِ.
Artinya
: “Makkiyyah adalah ayat-ayat yang
menjadi khitab bagi orang-orang Mekah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat
yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah.”
B.
Cara-Cara Mengetahui Makkiyyah dan
Madaniyyah
1.
Pendekatan Transmisi (Periwayatan)
Dengan
perangkat pendekatan transmisi, para sarjana muslim merujuk kepada
riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang
besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu, atau para generasi tabiin yang
saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek
yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an, termasuk di dalamnya adalah
informasi kronologis Al-Qur’an.
Seperti
halnya hadis-hadis Nabi telah terekam dalam kodifikasi-kodifikasi kitab
hadis,para sarjana muslin pun telah merekam informasi dari para sahabat dan
tabiin tentang Makkiyyah dan Madaniyyah dalam kitab-kitab tafsir bi Al-matsur, tulisan-tulisan tentang
asbab An-Nuzul, pembahasan-pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan jenis-jenis
tulisan lainnya.
2.
Pendekatan Analogi (Qiyas)
Para sarjana muslim penganut pendekatan analogi
bertola dari ciri-cir spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian,
bila dalam surat Makkiyyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus
Madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat Madaniyyah.tentu saja, para ulama
telah menetapkan tema-tema sentral yang ditetapkan pula sebagai ciri-ciri
khusus bagi kedua klasifikasi itu. Misalnya mereka menetapkan tema kisah para
Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri khusus Makkiyyah; Tema faraid dan
ketentuan had sebagai ciri khusu
Madaniyyah.
C.
Ciri-ciri Spesifik Makkiyyah dan
Madaniyyah
Dari titik tekan pertama, diformulasikan ciri-ciri
khusus Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut :
1.
Makkiyyah :
a.
Didalamnya
terdapat ayat sajdah;
b.
Ayat-ayatnya
dimulai dengan kaya “kalla”;
c.
Dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas”
dan tidak ada ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyha Al-ladzina”, kecuali dalam suart Al-Hajj [22], karena di
penghujung surat itu terdapat sebuay ayat yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”;
d.
Ayat-ayatnya
mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
e.
Ayat-ayatnya
berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali suart Al-Baqarah [2]; dan
f.
Ayat-ayatnya
dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf al-tahajji) seperti alif
lam mim dan sebagainya, kecuali surat Al-Baqarah [2] dan Ali ‘Imran [3].
2.
Madaniyyah
a.
Mengandung
ketentuan-ketentuan faraid dan had;
b.
Mengandung
sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut [29]; dan
c.
Mengandung
uraian tentang perdebatan denganAhli Kitabin.
D.
Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat
Al-Qur’an
Menurut
edisi standar Mesir, 86 surat termasuk dalam periode Mekah,sementara 28 surat
lainnya berasal dari periode Madinah. Dasar dari determinasi kronologis ini
adalah permulaan surat. Sebuah surat, misalnya, dianggap dari Mekkah jika
ayat-ayat awalnya diturunkan di Mekah, meskipun berisi juga ayat-ayat yang
diturunkan di Madinah. Terkadang, ada juga perbedaan pendapat di kalangan kaum
muslimin mengenai apakah surat ini termasuk Makkiyyah dan Madaniyyah. Tidaklah
mengejutkan jika prinsip klasifikasi yang diterapkan kaum muslimin menghasilkan
kesimpulan yang berbeda-beda.Perbedaan kesimpulan ini lebih banyak ditemukan
jika dibandingkan dengan yang disimpulkan oleh para sarjana Barat.
Kronologis
relevasi yang ditulis Abu Al-Qasim Al-Naisaburi yang mengikuti system penanggalan
Al-Qur’an berdasarkan sejarah dan masa turunnya (manhaj tarikhy zamany).Ia membagi kronologi Al-Qur’an dalam tiga
tahap. Pertama, tahap permlaan (marhalah ibtida’iyah) :
1.
Surat
Al-‘Alaq [96],
2.
Surat
Al-Mudtstsir [74],
3.
Surat
At-Takwir [81],
4.
Surat
Al-A’la [87],
5.
Surat
Al-Lail [92],
6.
Surat
Al-Insyirah [94],
7.
Surat
Al-‘Adiyah [100],
8.
Surat
At-Takatsur [102],
9.
Surat
An-Najm [53].
Kedua, tahap pertengahan (marhalah mutawasithah). Diantara surat-surat yang turun dalam tahap
pertengahan Mekkah adalah :
1.
Surat
‘Aba [80],
2.
Surat
Ath-Thin [95],
3.
Surat
Al-Qari’ah [101],
4.
Surat
Al-Qiyamah [75],
5.
Surat
Al-Mursalah [77],
6.
Surat
Al-Balad [90],
7.
Surat
Al-Hijr [15].
Ketiga, tahap akhir (marhalah
khatamiyah). Diantara surat-surat yang turun dalam tahap akhir di Mekkah
adalah :
1.
Surat
Ash-shaffat [37],
2.
Surat
Az-Zukhruf [43],
3.
Surat
Ad-Dukhan [44],
4.
Surat
Adz-Dzariyyat [51],
5.
Surat
Al-Kahfi [18],
6.
Surat
Ibrahim [14],
7.
Surat
As-Sajadah [32].
System
penanggalan Makkiyyah dan Madaniyyah yang telah dikemukakakn sperti terlihat
diatas, didasarkan pada tga asumsi: Pertama,
surat-surat Al-Qur’an yang ada sekarang ini merupakan unit-unit wahyu
orisinil. Kedua, adalah memungkinkan
untuk menetapkan tatanan kronologisnya. Ketiga, bahan-bahan tradisional termasuk literature
hadis, sirah (sejarah), asbab An-Nuzul, nasikh-mansukh, serta kitab-kitab
tafsir bi Al-ma’tsur telaah
menyediaan suatu basis yang kukuh untuk penanggalan surat-surat Al-Qur’an.
E.
Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyyah
dan Madaniyyah
Manna’
Al-Qaththan mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai
berikut :
1.
Membantu dalam Menafsirkan Al-Qur’an
Pengetahuan
tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat membantu
memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, kendatipun ada teori yang mengatakan
bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan
kekhususan sebabin.Dengan mengetahui kronologis Al-Qur’an pula, seorang
mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu
dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh
yang hanya bisa diketahui melalui konologi Al-Qur’an.
2.
Pedoman bagi Langkah-langkah Dakwah
Setiap
kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan.Ungkapan-ungkapan
dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat Madaniyyah
memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan
dengan orang yang diserunya.Oleh karena itu, dakwah Islam berhasil mengetuk
hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani orang-orang yang
diserunya.Disamping itu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian
dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-kultural
manusia.Periodisasi Makkiyyah dan Madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.
3.
Memberi Informasi tentang Sirah
Kenabian
Penahapan
turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekah atau di
Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu
terakhir.Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi
itu.Informasinya tidak bisa diragukan lagi.
Comments
Post a Comment