A. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH
Secara etomologis Naskh Mansukh bersal dari kata Nasakha- Yansukhu- Naskhun yang berarti
menghilangkan sesuatu dengan sesuatu yang mengikutinya. Secara tertimologi,
menurut az- Zarqani naskh adalah mengangkat hukum syar’i dengan dalil syar’i
yang lain
Suatu naskh harus
memenuhi empat syarat ini
1. Hukum yang dinasikh harus syar’i, bukan
hukum aqli.
2. Dalil syar’i yang menaskh haruslah datang
kemudian dari dalil syar’i yang dinaskh. Dan diantaran keduanya terdapat
pertentangan yang hakiki yang sama sekali tidak mungkin dikompromikan dengan
metode apapuntermasuk dengan takhshish atau at- tadarruf fi at- tasyri,.
3. Khithab yang diangkat hukumannya tidak
boleh merupakan khithab yng dikaitkan dengan waktu tertentu, karena hukum akan
berhenti dengan sendirinya apabila waktunya sudah habis, hal seperti ini tidak
dinamai naskh.
4. Naskh hanya ada pada masalah hukum semata.
Dengan demikian tidak ada naskh untuk masalah aqidah, sejarah, , tentang alam
semesta dan lain- lain uang tidak bersifat hukum.
B. KONTROVERSI TENTANG NASIKH MANSUKH
Argumen jumhul ulama
sebagai berikut
1. Perbuatan- perbuatan Allah SWT tidak
terikat tujuyan.
2. Nash- nash Al- Qur’an dan as- Sunnah
menunjukan boleh dan terjadinya naskh.
Para ulama yang menerims
naskh berbeda- beda tergantung sari kadar penerimaanya. Ada yang terlalu mudah
menetapkan naskh bagi ayat- ayat yang yang kelihatanya bertentangan tanpa
memastikan bahwa ta’rafud itu memang bersifat hakiki sehinga tidak bisa
dkompromikan sama sekali.
C. MACAM- MACAM NASKH DALAM AL- QUR’AN
Ditinjau dari ayat dan
hukumnya, nasikh mansukh dalam Al- Qur’an dibagi menjadi tiga.
1. Naskh Tilawah dan Hukum
Ketentuan tentang susunan
ini tidak ada lagi dalam Al- Qur’an, baik bacaan maupun hukumnya. Naskh tentang
ayat radha’ah itu tidak sampai kepada semua orang, sehingga sampai rasulullah
wafat masih ada orang yang membacanya. Karena suda dinaskh tilawahnya, maka
ayat tersebut tidak terdapat dalam Mushaf Utsmani.
2. Naskh Hukum tetapi Tilawahnya Tetap
Contoh nask jenis ini
adalah surat Al- Mujadilah ayat 12, dinask oleh surat yang sama ayat 13. Yang
dinask hanyalah hukumnya, sedangkan tilawah keduanya tetap ada dalam Mushaf
Utsmani.
3. Nask Tilawah tetapi Hukumnya Tetap
Contoh naskh jenis ini
adalah apa yang diriwayatkan dari Umar Ibn Khathab dan Ubay Ibn Ka’ab keduanya
berkata, diantara ayat yang pernah turun adalah:
“orang tua laki- laki dan perempuan apabila
keduanya berzina maka rajamlah keduanya dengan pasti sebagai siksaan Allah, dan
AllahMaha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(H.R.
Ibh Majah).
Hukum rajam masih berlaku
tetapi ayat tersebut sudah dinaskh sehingga tidak ditemukan dalam Mushaf
Utsmani.
D. NASKH AL- QUR’AN DENGAN AS- SUNNAH
1. Naskh Al- Qur’an dengan As- Sunnah . dalam
hal ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama nask Al- Qur’an dengan hadist ahad,
dan yang kedua naskh Al- Qur’an dengan hadist mutawatir.
2. Naskh As- Sunnah dengan Al- Qur’an . dalam
hal ini Jumhul ulama memperbolehkan naskh as- Sunnah dengan Al- Qur’an Al-
Qur’an.
3. Nask As- Sunnah dengan As- Sunnah
Dibagi menjadi naskh
Mutawatir daengan Mutawatir, Naskh Ahad dengan ahad, Naskh Ahad dengan
Mutawatir, Naskh Mutawatir dengan Ahad. Tga bentuk pertama diperbolehkan tetapi
bentuk ke empat tidak diperbolehkan oleh jumhul ulama
E. URGENSI DAN HIKMAH NASIKH MANSUKH
Nasikh dan mansukh ini
memberikan gambaran bagaimana
perkembangan tasyr’i menuju ksempurnaan sesuai denga perkembangan dakwah dan
perkembangan kondisi umat manusia.
Dan juga memberikn
keuntungan bagi umat, sebagai penganti hukum yang dihapus ternyata lebih berat
daripada hukum yang digantikan akan memberi pahala tambahan kepada umat yang
melaksanakanya.
Comments
Post a Comment