MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Kelas/Semester : HES-B/I
Dosen Pengampu : M.Masrukhan S.E
Disusun Oleh : kelompok 2
1. Arif
Maula 1808202060
2. Driki
Ginanjar
1808202075
3. Safira
1808202060
JURUSAN HUKUM
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH
NURJATI CIREBON
1440 H/2018 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan khadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat,
anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa pula shalawat dan salam juga kami panjatkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa rahmat bagi semesta
alam (rahmatan lil ‘alamin). Makalah
ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yang
berjudul “Metodologi Penelitian Serta Sumber Ajaran
Studi Islam”.
Diharapkan makalah
ini dapat memberikan wawasan kepada kita semua, dan penulis khususnya, untuk
memahami dan mengkaji tentang metodologi penelitian
serta sumber ajaran studi islam. Akan tetapi, penulis
sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki, mengingat keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, untuk segala kritik dan saran yang
sifatnya membangun diharapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah yang lebih
baik di kemudian hari.
Cirebon, 08 November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................ii
Pada
hakekatnya umat islam didunia ini sama dengan umat agama lain. Kesamaan yang
dimaksud dalam hal ini adalah sama-sama memiliki kitab sebagai pedomannya. Jika
umat kristen memiliki kitab injil sebagai pedomannya, umat hindu memiliki kitab
trimurti, dan umat budha memiliki kitab weda sebagai pegangan hidupnya maka
umat islam memiliki kitab Al-Qur’an Al-karim sebagai pedoman hidupnya. Kitab
al-qur’an ini adalah mukjizat yang diberikan allah SWT kepada nabi Muhammad SAW
yang didalamnya terkandung nilai-nilai kebenaran, ketetapan yang mutlak
mengenai agama islam.
Dan juga ada kodifikasi Al-Qur'an melalui usaha penulisan
pembukuan pada masa awal Islam terjadi
dalam tiga periode, yaitu periode Nabi Muhammad SAW, periode Abu bakar
as-shidiq ra., dan periode Usman bin Affan ra.
Berdasarkan
latar belakang diatas, penulis akan mencoba memberikan gambaran rumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1.
Apa
saja metodologi penelitian studi islam?
2.
Apa
saja sumber ajaran islam?
1. Untuk mengetahui metodologi penelitian studi
islam.
2. Untuk mengetahui sumber ajaran islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metodologi penelitian studi islam
Metodologi
adalah bidang penelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang
metode- metode yang digunakan dalam mengkaji gejala gejala yang terjadi pada
alam atau manusia. Suatu metode ilmiah adalah aturan-aturan yang “harus”
diikuti oleh peneliti dalam melakukan kajian terhadap pokok persoalan yang
dikajinya. Sedangkan metodologi penelitian dalam kajian islam,secara sederhana,
adalah ilmu tentang cara-cara atau metode-metode yang digunakan secara runtut
dalam meneliti,memahami dan menggali pengetahuan dari sumber-sumber yang diakui
oleh pedoman otoritatif, Al Qur’an.
Cara-cara
atau metode-metode pencapaian pengetahuan melalui sumber sumber yang diakui Al
Qur’an,secara historis,telah dilakukan oleh para ulama,fuqaha,ilmuwan,filosof
muslim dan para sufi. Dan bertujuan untuk diaplikasikan atau diamalkan dalam
kehidupan manusia,baik secara individu maupun sosial. Sehingga melalui usaha
tersebut para ulama telah banyak menghasilkan ilmu-ilmu yang menjadi khazanah suatu peradaban islam.
Apa
yang dilakukan oleh para ulama dan pemikir islam diatas, merupakan suatu
kesadaran bahwa seiring dengan perkembangan masyarakat islam di berbagai
bidang, untuk memahami islam dan menerapkannya dalam masyarakat yang memiliki
berbagai kebutuhan dan kepentingan, mashih diperlukan rumusan rumusan yang
konkrit. Sebab, kebanyakan sumber ajaran islam, baik Al Qur’an maupun
sunnah,belum memberikan penjelasan tentang kebutuhan tersebut secara detail
atau rinci,kecuali untuk hal hal tertentu, bahkan hanya memberikan spirit untuk
dilakukan suatu tindakan lebih lanjut atau hanya memuat nilai agar pesan dari
ajaran tersebut menjadi aktual bagi masyarakat.
Kesadaran
akan perlunya sistem penjelasan dan pemahaman terhadap ajara-ajaran islam yang
lebih sederhana dan dipandang dapat menyentuh persoalan-persoalan “konkrit”
dalam masyarakat muslim,khususnya para ilmuwan muslim terdahulu, juga ditemukan
pada para ulama,dan ilmuwan muslim Indonesia sekarang. Namun demikian,kesadaran
mereka tersebut memunculkan suatu masalah besar dalam aspek metodologis.
Kebanyakan mereka, dalam memahami ajaran islam masih memanfaatkan metode dan
teori sosial yang notabene adalah
produk peradaban barat,sementara metodologi muslim klasik hampir terlupakan.
Terabaikannya
metodologi islam,terlihat dari kebingungan para pengkaji atau peneliti ajaran
islam pemula dalam menentukan metode dan teori yang harus digunakan.sehingga
karya mereka betul-betul diakui sebagai karya ilmiah.
Berikut
unsur unsur penting yang dijadkan sebagai bangunan ilmu dalam kajian atau studi
islam :
Pertama,
unsur yang disebut dengan ‘ilm al-wujud’,
yaitu sesuatu yang dapat dijadikan sebagai objek pengamatan dan penelitian
melalui indera,akal atau lainnya.
Kedua, unsur
yang disebut dengan nazhariyah al
ma’rifah, yaitu teori dan cara cara mendapat atau menemukan pengetahuan,
yang dalam kajian filsafat ilmu sering dikenal dengan epistemologi.
Ketiga, unsur
yang disebut ‘ilm al-amal, yang dalam
kajian filsafat ilmu disebut dengan aksiologi.
B. Metode
metode penelitian
Dalam
sejarah peradaban islam,paling tidak ada empat macam metode dalam kajian-kajian
islam dalam rangka menemukan atau menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapi umat, yaitu :
Pertama,metode
bayani. Metode bayani adalah suatu metode penelitian untuk menemukan ilmu,dengan
melalui usaha maksimal seperti membaca,memahami,mempelajari dan mengkaji
penjelasan-penjelasan dari nash-nash Al
Qur’an dan sunnah untuk menangkap pesan pesan yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian,metode bsysni ini sangat diperlukan dalam rangka memahami pesan-pesan
yang terdapat dalam wahyu, baik yang ditilawatkan (Al Qur’an) maupun yang tidak
ditilawatkan (Sunnah). Di samping itu, alasan lain diperlukan metode bayani adalah bahwa teks teks atau
sering disebut nash nash Al Qur’an
tersebut memiliki aspek simbolis, yang masing masing mengandung pesan-pesan
yang harus diungkap secara baik dan tepat.
Kedua, metode
burhani. Metode burhani adalah suatu metode penelitian atau penemuan ilmu yang
mengandalkan kemampuan berfikir logis,dengan kaidah-kaidah tertentu yang
disusun secara runtut dan sistematis. Metode semacam ini tentu saja dilakukan
untuk memahami suatu objek ilmu (ontologi) yang non fisik. Sebab itu, dalam
metodologi penelitian ini, akal sangat berperan. Kendatipun demikian, untuk
menjadikan metode burhani ini menjadi
suatu metode yang akurat dalam penemuan suatu ilmu, haruslah dipenuhi
syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu. Syarat-syarat tersebut telah
dirumuskan dan disusun oleh para filosof Yunani,terutama dalam konteks metode
ini, oleh Aristoteles,yang diikuti dan dimanfaatkan oleh para filosof
muslim,bahkan sebahagian fuqaha. Aristoteles telah menyusun metode berpikir ini
secara sistematis dalam bentuk silogisme.
Dengan
mengikuti apa yang telah dirumuskan Aristoteles,para pemikir islam telah
menemukan lima macam metode yang disebutnya hujjah’aqliyah.
Ada lima macam hujjah, yang berperan
sebagai metode penemuan ilmu dalam logika, yaitu
1. Khithabiyah,
yakni metode penemuan yang disusun dari muqaddimah-muqaddimah dengan bersandar
kepada orang-orang yang dipercaya,baik sebagai penasehat,ulama atau tokoh
masyarakat. Contohnya, menurut kyai : tidak
boleh pergi ke tempat pelacuran. Sebab, orang yang pergi ke tempat pelacuran
adalah lelaki hidung belang. Si Fulan pergi ke tempat pelacuran. Si Fulan
adalah lelaki hidung belang. Tujuannya menakuti orang banyak supaya tidak
pergi ke tempat pelacuran.
2. Syi’ir,
yakni hujjah atau metode penemuan ilmu yang disusun dari muqaddimah-muqaddimah
yang dapat membangkitkan gairah seseorang atau sebaliknya. Contohnya : al-‘asal mirrah muhawwi’ah. Hadza yaquluhu
man yurid qabdh an-nafs wa tanfiriha ‘an ‘asal an-nahl.
3. Burhan,
yakni metode penemuan ilmu yang disusun dari
muqaddimah-muqaddimah yang meyakinkan untuk menghasilkan sesuatu yang meyakinkan.
4. Jadal,
yakni metode penemuan ilmu yang disusun dari
muqaddimah-muqaddimah yang terkenal,sudah diakui oleh orang banyak. Contohnya :
hadza zulmun wa kullu zulmin qabihu.
Hadza qabihun. Tujuannya adalah Ilzam
al-khasham (beragumentasi dalam ber-mujadalah,mempertahankan tindakannya).
5. Safsathah,
yakni metode penemuan ilmu yang disusun dari
muqaddimah-muqaddimah wahmiyah (seakan akan benar),tetapi sesungguhnya tidak
benar. Contohnya: hadza mayyitub. Wa
kullu mayyitin jamadun. Hadza jamadun.
Dari
lima macam metode logika (manthiq) di atas, metode burhani sajalah yang
dipandang para filosof sebagai metode logika yang paling dapat dipercaya.
Sebab, metode burhani inilah logika yang kebenarannya dapat teruji, mengingat
ia telah memenuhi unsur-unsur yang diperlukan dalam metode berpikir yang benar.
Adapun yang dimaksudkan dengan metode burhani adalah metode logika yang
digunakan untuk menarik kesimpulan dari premis-premis yang telah diketahui,
sehingga menghasilkan kesimpulan,berupa pengetahuan atau informasi yang baru
yang sebelumnya belum diketahui.
Ketiga, metode
tajribi, metode tajribi adalah suatu metode penelitian atau penemuan ilmu yang
selain memerankan kemampuan berpikir logis,juga dilanjutkan dengan tindakan
eksperimen,observasi atau bentuk-bentuk metode yang dikenal dalam metode
penelitian ilmiah sekarang ini.
Keempat,metode
irfani’. Metode irfani adalah suatu metode penelitian atau penemuan ilmu yang
mengandalkan at-taqartub ila Allah atau al-ittishal bi al-illahi,dengan
melakukan langkah langkah tertentu,mulai dari tindakan
persiapan-persiapan(isti’dad), dalam bentuk tazkiyah
an-nafs (membersihkan diri dari segala kekotoran jiwa) dalam rangka
menyambut sinar kebenaran yang hadir secara langsung ke dalam hati,tanpa
melalui simbol atau presentasi.
Dengan
demikian,langkah-langkah yang dilakukan
dalam metode’irfani ini adalah dengan
melalui : Takhalli min ar-radza’il, yaitu membersihkan diri dari segala
sifat-sifat dan akhlak yang tercela (al-
akhlaq al-mazmummah). Kemudian dilanjut dengan melakukan tahalli, yaitu menghiasi diri atau jiwa
dengna sifat-sifat atau akhlak terpuji (al-akhlaq
al-mahmuddah). selanjutnya, langkah tersebut sampai pada tahap tajalli, yaitu mendapatkankejelasan dan
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi secara langsung.
Sedangkan
teknik dalam metode irfani ini adalah
dengan melakukan riyadhah, yaitu
latihan-latihan dalam arti melakukan amalan-amalan secara terus menerus dengan
cara tertentu. Contohnya dengan melakukan secara rutin hal hal sebagai berikut
: membaca Al Qur’an,wirid dengan asma al
husna,tasbih,tahmid,takbir,tahlil,hauqalah,sholawat, baik secara individu
maupun secara kelompok dengan mengikuti mursyid,seperti terlihat dalam berbagai
kelompok thariqat.[1]
C. Sumber ajaran islam
1. Pengertian
Al-Qur’an
Sebagai
Guru Profesional, saah satu tugasnya adalah mengajarkan ajaran agama Islam baik
disekolah, Madrasah, Pesantren,Maupun Masyarakat Berikut adalah beberapa
pendapat mengenai pengertian Al-Qur’an:
a. Kata benda (mashdar) dari kata
kerja (Fi’il) yang berarti membaca /
bacaan. Al-Qur’an dari kata Al-qurain, jamak dari qarinah yang berarti
indikator/petunjuk. Kata al-Qur’an dari kata qarana yang berarti menggabungkan.
Pendapat lain juga menyatakan al-qur’an dari kata al-qar’u yang berarti
himpunan.
b.
Al-Qur’an merupakan nama diri yang diberikan Alah SWT kepad kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
muhammad SAW sebagaimana dengan penamaan kitab Taurat, Zabur, dan Injil.
c.
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan Kepada Nabi Dan Rasul
terakhir melalui malaikat jibril yang tertulis dalam mushaf dan sampai kepada
kita dengan jalan tawatur (mutawatir),
membacanya merupakan ibadah yang diawali dengan surah al-fathihah
dan diakhiri dengan surat an-nas.
d.
Al-Qur’an adalah kalam yang mengandung mu’jizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, tertulis didalam mushaf, dinukilkan dengan cara mutawatir,
dan membacanya adalah ibadah.
2. Fungsi Al-Qur'an
Fungsi Al-Qur’an sebagai kitab suci
umat Islam yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW.
a.
Al-Qur'an sebagai petunjuk dan
pedoman hidup.
b.
Untuk itu, Al Qur'an perlu
dibaca dipelajari dan diperoleh maknanya
untuk di amalkan oleh umat Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
c.
Sumber pokok ajaran Islam. Sebagai
sumber pokok ajaran islam,
Al-Qur'an tidak hanya berisi ajaran berkaitan dengan
manusia dengan Allah, tetapi juga berisi ajaran tentang sosial ekonomi, akhlak/moral,
pendidikan, kebudayaan, politik, dan
sebagainya. Dengan demikian, Al-Qur'an dapat menjadi way of life bagi seluruh umat manusia.
Al Qur'an sebagai pedoman hidup bagi
umat Islam berisi pokok-Pokok ajaran
yang berguna sebagai tuntunan manusia dalam menjalani kehidupan. Di
antara isi kandungan Al-Qur'an yaitu:
-
Ajaran tauhid
-
Janji dan ancaman
-
Ibadah
-
Jalan menuju kebahagiaan
-
Berita-berita atau cerita-cerita
umat terdahulu
Quraish Shihab mengklasifikasikan ajaran Al-Qur'an menjadi tiga yaitu
aspek akidah (ajaran tentang keimanan akan ke-Esaan Tuhan dan kepercayaan akan
kepastian adanya hari pemabalasan), syar'iah (ajaran tentang hubungan manusia
dengan Tuhan dan sesamanya), dan akhlak (ajaran tentang norma-norma keagamaan dan susila yang harus
diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secata Individual atau kolektif.
4. Sejarah
pemeliharaan dan modifikasi Al-Quran
Kodifikasi Al-Qur'an melalui usaha
penulisan pembukuan pada masa awal
Islam terjadi dalam tiga periode, yaitu periode Nabi Muhammad SAW,
periode Abubakar as-shidiq ra., dan periode Usman IBN Affan ra.
Pemeliharaan dan penulisan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad
SAW.
Rasulullah SAW menjadi teladan yang paling baik dalam menghafal
Al-Quran. Ketika Wahyu disampaikan
oleh malaikat jibril, beliau selalu memerintahkan kepada para penulis Wahyu
untuk menulisnya dan menhhafalnya yang terjaga didalam dada dan lembaran
tukisan. Para sahabat yang dikenal sebagai penulis Wahyu adalah Abu bakar,
Umar, Usman, Ali, Muawiyah, Aban ini Sa’i, Khalid bin Walid, Ubay IBN Ka'ab,
Zaid IBN Tsabit, Tsabit ini Qois, dan lainnya. Sarana yang digunakan sangat
sederhana seperti pelepah kurma, batu halus, kulit hewan, tulang dan kayu.
Alasan tidak dihimpunnya Al-Qur'an pada masa
nabi adalah karena belum yu umbul situasi yang mendorong untuk segera
dihimpunnya Al-Qur'an, Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur/tidak
sekaligus, dan penyusunan ayat ayat-ayat dan surat-surat tidak didasarkan
kepada rangkaian turunnya Wahyu.
Penulisan Al-Qur'an pada masa abu bakar Ash-Shiddiq Shidiq
ra.
Al-Qur'an dihimpun dari pelepah kurma,
batu halus dsb. dari hafalan sahabat lalu disimpan dirumah Umar sampai akhir
hayatnya dan kemudian dirumah Hafsah Ummu al-mu'minin putri Umar. Zaid IBN
Tsabit merupakan orang kepercayaan yang mendapatkan tugas dalam penulisan
Al-Qur'an ini. Pekerjaan ini dapat diselesaikan Zaid dalam setahun. Pemberian nama
mushaf muncul pada masa abu bakar.
Keistimewaan Mushaf abu bakar:
●
Menghimpun semua ayat Al-Quran
dengan sangat teliti menurut susunan yang sebenarnya yang diwahyukan Allah SWT
kepada Nabi SAW.
●
Mencakup tujuh bahasa didalamnya
yang dengannya Al-Quran diturunkan.
●
Memuat ayat-ayat yang tidak
dibatalkan bacaannya
●
Diterima luas oleh kaum muslimin dan
semua ayatnya bersifat mutawatir
Penulisan
Al-Qur'an pada masa Usman IBN Affan ra.
Adabeberapa kesimpulan penting dari tindakan
Usman IBN Affan ra dalam usaha penulisan (kodifikasi Al-Qur'an, antara lain:
●
Karena adanya perbedaan bacaan yang
bisa menimbulkan perselisihan ditengah kaum muslimin dan tidak ada motif lain.
●
Apa yang dilakukan Usman berdasarkan
kesepakatan para sahabat.
●
Panitia yang bentuk untuk tugas
tersebut berjumlah empat orang, tiga
dari golongan quraisy, satu dari golongan Anshar yaitu zid ibn Tsabit.
Keempatnya adalah parah sahabat yang terpercaya.
●
Usman mengirim salinan mushaf
tersebut ke berbagai kota dan satu mushaf disimpan di Madinah yang disebut
mushaf imam. Untuk mencegah timbulnya pertikaian ulang, selain mushaf yamg
resmi diperintahkan untuk dibakar
●
Mushaf itu ditulis dalam satu bahasa
yaitu bahasa Quraisy dan meninggalkan enam bahasa yang laindemi mempersatukan
umat dalam bacaan Al-Quran Meraka
●
Usman memerintahkan mushaf disalin
dari lembaran Al-Qur'an di tangan Hafsah agar bersandar kepada mushaf abu bakar
yang memiliki sandaran kepada Nabi Muhammad SAW.
5. Kaidah-kaidah
Tafsir Al-Qur'an
Teks atau Wahyu tidak bisa dipahami
secara sempurna karena manusia tidak
dapat derdialogdengan pemilik teks secara langsung. Ketika Nabi
Muhammad SAW masih hidup, ada perantara
yang membantu memahami teks atau Wahyu
tersebut. Akan tetapi ketika beliau wafat maka munculah pemisah Wahyu
dan manusia karena yang
membantu perantara sudah tiada. Maka
munculah masalah, seiring perjalanan waktu, penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an
berkembang dan terjadi perbedaan pemahaman. Pa yang dilakukan oleh muddassir
merupakan usaha untuk memahami Al-Qur'an (Wahyu).Dalam bahasa Arab, kaidah
tafsir Al-Qur'an adalah Qawaid al-tafsir Al-Quran, yang merupakan terdiri dari
kata qawaid (jama'ah dari qa'dah yang berarti kaidah dalam bahasa Indonesia)
dan berarti asas, dasar, pedoman, atau prinsip, jika dilihat secara semantik
dan kata al-tafsir. Kata makna-makna Al-Qur'an sebagai Wahyu Allah SWT. Dengan
demikian qawaid al-tafsir adalah
dasar-dasar, pedoman-pedoman, prprins-prinsip atau kaidah-kaidah yang digunakan
agar isi atau kandungan serta pesan-pesan
dalam Al-Qur'an dapat ditangkap dan dipahami secara baik sesuai tingkat
kemampuan.
6. Ketentuan
dalam penafsiran Al-Qur'an
Syarat-syarat
mufasir dalam upaya menafsirkan Al-Qur'an dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an secarabaik dan
komprehensif memerlukan syarat khusus
yang menyangkut aspek kepribadian kemampuan akademik maupun kemampuan
teknik operasional penafsiran. Syarat-syarat tersebut antaranya:
·
Seorang mufasir harus memiliki
kepribadian mulia, memiliki dasar-dasar keimanan yang mantap dan jiwa yang
bersih.
·
Selain itu harus disertai ketakwaan
kepada Allah SWT karena Al-Quran merupakan petunjuk bagi orang bertaqwa
·
Seorang mufasir harus mengetahui dan
menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya. Hal ini penting agar pemahaman dan
hukum-hukumnya dapat benar-benar di pahami.
·
Seorang mufasir harus mengetahui
pokok-pokok Ulum Al-Quran, seperti ilmu tawarikh al-Nuzul, ilmu qiraat, ilmu
tajwid dan sebagainya. Di samping itu, seorang mufasir harus mempunyai
pengetahuan tentang ilmu Kalam ( teologi).usul fiqih dsb. Dengan ilmu tersebut,
dapat dijelaskan arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik dan benar.
·
Seorang mufasir harus menempuh
langkah-langkah sistematis dalam menafsirkan Al-Quran agar menghasilkan
pemahaman yang baik dan benar. Penafsiran ini bisa dimulai dari mengetengahkan
Ashab al-Nuzul ayat, kosa kata, menerangkan susunan kalimat dsb. Kemudian
penentuan makna dilanjutkan dengan menjelaskan makna makna-makna generik (umum)
dan spesifik (khusus) dan mengkaitkannya dengan situasi dan kondisi saat itu.
Langkah selanjutnya menarik kesimpulan Yeng terkandung dalam makna-makna
tersebut.
·
Seorang mufasir dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur'an seharusnya mengambil referensi (rujukan) dari tafsir-tafsir
yang mu'tabar (qualified) untuk dianalisis secara kritis dan dikomparasikan
Engan tafsir-tafsir lainnya.
7. Sistematik
penafsiran Al-Qur'an
1.
Sistematika sederhana (al-manhaj
al-basith)
sistematika yang mengemukakan aspek-aspek
penafsiran yang biasanya hanya memberikan kata-kata sinonim (mufasir) dari
lafal-lafal ayat yang serta sedikit penjelasan ringkas.
2.
Sistematika sedang (al-manhaj al-wasith)
sistematika yang dalam menjelaskan
ayat-ayat Al-Quran menggunakan dua atau tiga Nuzul ayat dan sedikit tafsiran
kalimat-kalimatnya.
3.
Sistematika Lengkap (al-manhaj al-masbuth)
sistematika ini menyangkut
penafsiran ayat; mula idari mufradat, i'tirab, dan bacaannya, relevansi
(al-munasabah) ayat, makna ringkasnya SN pengisuimbathan hukum-hukum yang
dikandungnya serta hikmah dari diisyaratkan nya hukum-hukum tersebut.
8. Macam-macam
Kaidah penafsiran Al-Qur’an
Menafsirkan Al-Qur'an, setidaknya
ada tiga macam kaidah yang berlaku,
yaituah dasar, kaidah syar'i dan kaidah kebahasaan.
Kaidah dasar
Kaidah ini terdiri dari penafsiran
Al-Qur'an dengan Al-Qur'an penafsiran Al-Qur'an
dengan Nabi, dan penafsiran Al-Qur'an
dengan pendapat sahabat serta penafsiran Al-Qur’an dengan tabi'in.
Ø Kaidah
Syar'i
Ø Kaidah
kebahasaan
Ø kaidah
isim dan fi'il
Ø Kaidah
Amr dan nahy
Ø Kaidah
iiistifh
Ø Kaidah
Najirah dan ma'rifat
Ø Kaidah
mufradat dan jamak
Ø Kaidah
suap dan jawab
Ø Kaidah
dhamir, tadzkir, dan ta'nis
Dalam bahasa Arab, metode ini biasa diterjemahkan
dengan manhaj atau thariqah. Metode merupakan cara atau salah satu sarana
terpenting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, metode penafsiran
Al-Qur'an merupakan cara sistematis untuk mamehami yang yang benar dari maksud
Allah dalam Al-Qur'an, baik yang didasarkan pada pemakaian sumber-sumber
penafsirannya, sistem penjelasan tafsiran-tafsirannya, keluasan penjelasan dan
sistematika ayat yang ditafsirkan.
10.
Macam-macam metode penafsiran Al-Qur'an
1.
Ditinjau dari sumber penafsiran:
-
Metode tafsir bi Al-ma’tsur/bi
al-riwayah/bi Al-Man'qul
-
Metode Tafsir bi al-ra'y/bi
al-riwayah/bi al-ma'qul
-
Tafsir bi izdiwaj (campuran)
2.
Ditinjau dari cara penjelasan
-
Metode tafsir Al-Bayan ini
(deskripsi)
-
Metode tafsir al-muqarin
(perbandingan/komparasi)
3.
Ditinjau dari keluasan penjelasan:
-
Metode tafsir al-ijmali (global)
-
Metode tafsir al-ithnabi (detail)
4.
Ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan:
-
Metode tafsir al-tafsir (analisis)
-
Metode tafsir al-maudhu'i (tematik)
11. Corak
penafsiran: dipengaruhi dari spesifikasi dan
kecenderungan aliran
(Mazhab) yang dianut oleh para
mufasir.
-
Al-tafsir al-laughawi (bahasa)
-
Al-tafsir al-hukmil/al-Fiqhy (hukum)
-
Al-tafsir al-shufi (tasawuf)
-
Al-tafsir al-kalam (Kalam)
-
Al-tafsir al-'ilmi (kemodernan)
D.
Sumber Ajaran Islam II : Assunah (Hadits)
a. Secara etimologi
(bahasa)
Hadits berasal dari bahasa arab yaitu hadatsa,hidats,
hudatsa, huduts yang mempunyai makna jadid (yang baru), qarib (
dekat/belum lama terjadi), dan khabar (berita yang dipercakapan yang di
pindahkan dari seseorang kepada orang lain)
b. Secara terminologi
Hadits itu melingkupi sabda nabi,perbuatan nabi dan
taqrir nabi,melengkapi perkataan,perbuatan, dan taqrir sahabat,sebagai mana
melengkapi perkataan,perbuatan, dan taqrir tabi’in.Maka da hadits yang di
namakan marfu’ (sampai pada nabi),atau mauquf (sampai pada sahabat) dan maqthu’(sampai
pada tabi’in)
Hadis juga menurut ahli hadits adalah apa yang di
sandarkan kepada nabi SAW, baik berupa ucapan, perbuatan ,penetapan, sifat atau
sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya. Sedangkan menurut ahli usul
fikih, hadits adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang di sandarkan
pada Rasulalah SAW setelah kenabian.
Banyak ulama yang berpendapat terhadap istilah dari
hadits,sunnah,Khabar dan Atsar. Kebayakan ulama mengartikan sama antar
istilah-istilah tersebut, tetapi sebagian yang lain membedakan antara
istiah-istilah itu.
a.Sunnah
menurut muhaditsin
(para ahli hadits): segala sesuatu yang dinuklilkan dari nabi muhammad SAW
baikberupa perkataan,perbuatan maupun
taqrir,pengajaran,sifat,kelakuan,perjalanan hidup baik sebelum diangkat menjadi
nabi maupun sesudahnya, walaupun hanya satu kali beliau mengucapkan ataupun
mengerjakannya
b. Khabar
secara etimologi ialah
berita yang di sampaikan dari seseorang, Secara terminologi: Segala sesuatu
yang di terima dari yang lain nabi Muhammad SAW. Orang yang meriwayatkan
hadits: muhaditsin,orang yang meriwayat kan sejarah: akhbary.
c. Atsar
Secara etimologi: bekasan
sesuatu atau sisa dari sesuatu atau nukilan (yang dinuklilkan) contohnya: doa
yang di nukikan kepada nabi dinamakan doa ma’tsur. Secara terminologi, jumhur
ulama menyatakan atsar sama artinya dengan khabar dan hadits, sebagaian
mengatakan atsar lebih umum dari pada khabar, yaitu atsar berlaku bagi segala
sesuatu dari nabi SAW, maupun dari selain nabi SAW. Sedangkan khabar khusus
segala sesuatu dari nabi saja. Permasalahan istilah-istilah tersebut adalah
semua sama-sama bersumber dari rasulallah SAW.
a. kedudukan hadits
Menurut jumuhur
ulama,kedudukan hadits sebagai dalil dan sumber ajaran islam menempati posisi
kedua setelah Al-Qur’an.
Hadits nabi merupakan
penafsiran, dalam praktek-penerapan ajaran islam secara faktual dan ideal, umat
islam di wajibkan mengikuti hadits sebagai mana di wajibkan mengikuti
Al-Qur’an.
Metodologi adalah bidang penelitian
ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan tentang metode- metode yang digunakan
dalam mengkaji gejala gejala yang terjadi pada alam atau manusia. Suatu metode
ilmiah adalah aturan-aturan yang “harus” diikuti oleh peneliti dalam melakukan
kajian terhadap pokok persoalan yang dikajinya. Sedangkan metodologi penelitian
dalam kajian islam,secara sederhana, adalah ilmu tentang cara-cara atau
metode-metode yang digunakan secara runtut dalam meneliti,memahami dan menggali
pengetahuan dari sumber-sumber yang diakui oleh pedoman otoritatif, Al Qur’an.
Penelitian
Pertama,metode
bayani. Metode bayani adalah suatu metode penelitian untuk menemukan ilmu,dengan
melalui usaha maksimal seperti membaca,memahami,mempelajari dan mengkaji
penjelasan-penjelasan dari nash-nash Al
Qur’an dan sunnah untuk menangkap pesan pesan yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian,metode bsysni ini sangat diperlukan dalam rangka memahami pesan-pesan
yang terdapat dalam wahyu, baik yang ditilawatkan (Al Qur’an) maupun yang tidak
ditilawatkan (Sunnah). Di samping itu, alasan lain diperlukan metode bayani adalah bahwa teks teks atau
sering disebut nash nash Al Qur’an
tersebut memiliki aspek simbolis, yang masing masing mengandung pesan-pesan
yang harus diungkap secara baik dan tepat.
Kedua, metode burhani. Metode burhani adalah suatu metode penelitian atau penemuan ilmu yang mengandalkan
kemampuan berfikir logis,dengan kaidah-kaidah tertentu yang disusun secara
runtut dan sistematis. Metode semacam ini tentu saja dilakukan untuk memahami
suatu objek ilmu (ontologi) yang non fisik. Sebab itu, dalam metodologi
penelitian ini, akal sangat berperan. Kendatipun demikian, untuk menjadikan
metode burhani ini menjadi suatu
metode yang akurat dalam penemuan suatu ilmu, haruslah dipenuhi syarat-syarat
atau kaidah-kaidah tertentu. Syarat-syarat tersebut telah dirumuskan dan
disusun oleh para filosof Yunani,terutama dalam konteks metode ini, oleh
Aristoteles,yang diikuti dan dimanfaatkan oleh para filosof muslim,bahkan
sebahagian fuqaha.
DAFTAR
PUSTAKA
Khoiriah,
Metodologi Studi Islam, (Jombang: Teras), 2013
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/download/432/383
NAMA NAMA MAHASISWA YANG
BERTANYA:
1) Dhea Siti Fathonah
2) Siti Nur Kholipah
3) Faturrohman
Comments
Post a Comment